Cita-Cita
Senin, 19 April 2010
Tulis Komentar
Seperti apakah cita-cita kita dulu? Pasti yang baik-baik dan tentu saja cita-cita tinggi. Lalu setelah waktu bergulir, seperti apakah cita-cita kita saat ini? Tetap atau berubah? Ada banyak kejadiaan, tempaan hidup yang memungkinkan kita untuk selalu berubah. Yap, berubah untuk sebuah kebaikan.
Suatu hari saya bertanya pada anak saya, “Cita-cita adek apa?”
Dalam pikiran anak, ada sebuah pola untuk menjawab pertanyaan tentang cita-cita tersebut: “Aku ingin menjadi…..” Kalau ingin menjadi dokter, pilot, presiden, arsitek, telinga saya sudah biasa. Tapi, jawaban anak saya diluar itu.
Nah, anak saya tadi menjawab ingin menjadi Pak tukang, sopir, sama petugas pemadam kebakaran. Saya tersenyum geli. Tidak mengiyakan ataupun melarangnya. Dunia si kecil memang masih sangat terbatas pada apa yang ia lihat, yang ia tahu. Kalau yang ia tahu adalah tukang batu yang bisa memperbaiki perabot rumah yang rusak, yang bisa membuat sebuah rumah yang indah, ya seperti itulah keinginan anak saya. Lalu dia dengan girang hati bercerita betapa hebatnya mobil pengangkut pasir yang sering hilir mudik di depan rumah. Sebuah truk yang dengan otomatis bisa mengeluarkan pasir yang ada di dalamnya. Dia akan melihat tanpa berkedip, dan dengan penuh konsentrasi. Lalu seperti biasa dia ingin menjadi Pak sopir.
Lalu, tentang petugas pemadam kebakaran. Aha, saya tahu. Setelah kunjungan anak-anak di sekolahnya ke Dinas Pemadam Kebakaran dan melihat para petugasnya memperagakan pekerjaannya, anak saya sungguh tertarik. Dia bisa bercerita berkali-kali betapa hebatnya para petugas pemadam kebakaran. Beberapa kali melihat berita kebakaran dari teve, dan dia selalu berseru, bahwa suatu hari nanati dia akan menjadi petugas pemadam kebakaran dan menolong para korban.
Sempat pula ada yang berkomentar, “Kalau cuma jadi sopir, kau tak perlu sekolah, Nak.” Dan si kecil akan protes. Dia merasa cita-citanya sungguh luar biasa hebatnya. Maka dia sangat percaya diri mengungkapkan semua cita-citanya. Hmmm…
Suatu hari saya bertanya pada anak saya, “Cita-cita adek apa?”
Dalam pikiran anak, ada sebuah pola untuk menjawab pertanyaan tentang cita-cita tersebut: “Aku ingin menjadi…..” Kalau ingin menjadi dokter, pilot, presiden, arsitek, telinga saya sudah biasa. Tapi, jawaban anak saya diluar itu.
Nah, anak saya tadi menjawab ingin menjadi Pak tukang, sopir, sama petugas pemadam kebakaran. Saya tersenyum geli. Tidak mengiyakan ataupun melarangnya. Dunia si kecil memang masih sangat terbatas pada apa yang ia lihat, yang ia tahu. Kalau yang ia tahu adalah tukang batu yang bisa memperbaiki perabot rumah yang rusak, yang bisa membuat sebuah rumah yang indah, ya seperti itulah keinginan anak saya. Lalu dia dengan girang hati bercerita betapa hebatnya mobil pengangkut pasir yang sering hilir mudik di depan rumah. Sebuah truk yang dengan otomatis bisa mengeluarkan pasir yang ada di dalamnya. Dia akan melihat tanpa berkedip, dan dengan penuh konsentrasi. Lalu seperti biasa dia ingin menjadi Pak sopir.
Lalu, tentang petugas pemadam kebakaran. Aha, saya tahu. Setelah kunjungan anak-anak di sekolahnya ke Dinas Pemadam Kebakaran dan melihat para petugasnya memperagakan pekerjaannya, anak saya sungguh tertarik. Dia bisa bercerita berkali-kali betapa hebatnya para petugas pemadam kebakaran. Beberapa kali melihat berita kebakaran dari teve, dan dia selalu berseru, bahwa suatu hari nanati dia akan menjadi petugas pemadam kebakaran dan menolong para korban.
Sempat pula ada yang berkomentar, “Kalau cuma jadi sopir, kau tak perlu sekolah, Nak.” Dan si kecil akan protes. Dia merasa cita-citanya sungguh luar biasa hebatnya. Maka dia sangat percaya diri mengungkapkan semua cita-citanya. Hmmm…
Belum ada Komentar untuk "Cita-Cita"
Posting Komentar
Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!