Dunia Tak Selebar Layar Hape





Minggu pagi, si kecil yang masih TK akan tampil dalam sebuah acara pentas seni. Anak-anak sudah berlatih di sekolah setiap hari. Tiba di rumahpun, sering bernyanyi dan menarikan lagu “Abang Tukang Bakso”. Jadi ingat lagu masa kecilku..(ops, ngorek kenangan masa lalu).

Tak sabar rasanya ingin segera tiba. Ternyata di tempat itu masih sepi. Belum ada temannya yang datang. dia berdiri menunggu. Saya menemaninya. Tapi katanya sih tetap nunggu temannya buat bermain. Ah, sudahlah, ini kan acaranya anak-anak.



Akhirnya acara dimulai. Anak saya mendapat urutan kedua dari belakang. Aduh lamanya! Setiap anak-anak hampir selesai pentas, saya ikut gugup. Awalnya berdiri di sebelah barat. Panggung menghadap ke selatan. Lalu saya merasakan sinar matahari yang menyengat..(padahal masih sekitar jam 07.00). saya pindah ke timur. Gonta ganti posisi duduk dan berdiri. Berharap mendapatkan tempat yang nyaman.

Sambil menunggu giliran si kecil, saya ngobrol sama ibu-ibu. Jujur, saya tidak bisa konsentrasi penuh. Setiap saat selalu menyimpan pertanyaan, “Kira-kira duduk atau berdiri dimana sehingga saya bisa mengambil gambar anak saya.”

Mumpung masih kecil, masih lucu-lucunya. Setiap saat saya mengedarkan pandangan mencari angle yang pas buat anak saya.
 
Pentas Seni Anak

Para penonton tak kalah sibuk. Mereka berdiri berdesakan, ingin melihat penampilan anaknya. Semua ingin melihat dari dekat. Benarkah? Saya yakin hampir semua orang tua sibuk mengambil gambar dan merekan aksi si kecil. Tentu saja sebagai kenang-kenangan.

Ah, saya merasa penampilan anak-anak berbeda ataukah saya yang mulai tak bisa menikmatinya lagi. Andaikata, orang tua tidak disibukkan dengan pikiran yang terus berkelana di otaknya, mungkin tak seperti ini jadinya. Duduk dengan tenang seperti perintah pembawa acara.

Di sela-sela pikiran yang tak berujung itu saya berusaha menonton penampilan anak-anak. Mencoba menikmati keluguan mereka. Ada-ada saja yang memaksa saya tertawa. Anak-anak yang diam ketika ada musik. Sementara pandangannya entah kemana. Ada pula yang bergerak tapi tak sesuai irama. Ada yang tertawa dan ada yang wajahnya tanpa ekspresi. Itulah dunia anak-anak. Padahal di panggung itu gurunya juga ikut menari. Sebelumnya juga telah diajarkan berkali-kali, berminggu-minggu. Tapi entahlah, namanya juga anak-anak.

Ehm...kembali ke topik semula. Saat ini ketika semua acara/kegiatan apapun itu sepertinya tak pernah luput dari yang namanya hape, ipad dan teman-temannya. Maaf kalau saya tidak paham. Sejak dari rumah saya sudah membulatkan tekad untuk mengabadikan momen ini. Jadinya ikut-ikutan nih!
Saya membawa kamera. Menentengnya bersama tas saya. Rasanya sih ribet gitu. Pikiran tidak tenang. Maklum anak saya tergolong mungil. Saya khawatir kesulitan mendapatkan gambarnya. Biasanya anak laki-laki ditaruh dibelakang. Padahal, kalau di depannya adalah anak yang besar, pasti anak saya tidak kelihatan. Jadi saya pantengi terus panggungnya. Takut kelewatan penampilannya.

Tiba giliran anak saya (ikut deg-degan juga nih). Benar dugaan saya. Anak saya yang mungil, imut dan lucu itu berada di deretan belakang. Olala... nomor dua dari pinggir. Saya segera mendekatinya. Kamera saya arahkan padanya. Dia tersenyum. Langsung saja saya tekan tombol cklek..cklek..cklek.

Anak-anak mulai menari-nari dan berubah posisi. Agak bingung saya mencari anglenya. Saya berpindah tempat. Entah berapa kali saya mondar mandir. Tak peduli lagi dengan orang-orang disekitar. Saya hanya ingin mengambil gambar saja, tidak perlu merekam. Beberapa kali saya mengarahkan kamera dan gagal fokus.

Saya dan beberapa orang tua tak lagi menghiraukan himbuan pembawa acara untuk duduk dengan tertib di depan panggung. Demi anak, kami rela berdiri dan duduk kepanasan.

Saya merasa cukup setelah beberapa kali mengambil gambar. Saya akan menontonnya! Saya lepaskan semua keinginan untuk memotret. Saat itulah saya merasa begitu lega. Saya tak lagi terbebani dengan urusan angle dan gambar. Saya mencoba menikmati penampilannya. Menikmati sisa-sisa gerakannya.

Kenikmatan menonton secara langsung dan melalui rekaman jelas berbeda. Efek yang saya rasakan berbeda. Tentu lebih seru, lebih menguras perasaan ketika menonton secara langsung. Terutama ketika menatap matanya, dan dia tahu saya sedang menonton. Dia tahu saya ada disana, menemaninya.  Lalu, melihatnya tersenyum kepada saya. Duh... tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

2 Komentar untuk "Dunia Tak Selebar Layar Hape"

  1. Ibunya pasti ikut deg2an yah liat anak tampil di panggung

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ha..ha..ha...Karena anakku kecil dan terhalang teman-teman cewek di depannya. Makasih dah mampir.

      Hapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel