Lie Detector Pada Anak-Anak




Waktu itu saya sedang menikmati we time bersama anak-anak. Saat santai adalah waktu yang tepat untuk berbicara dari hati ke hati. Orang tua bebas berbicara tentang hal-hal yang sepele sekalipun. Juga rahasia mereka.

Ehm...bukan hanya orang dewasa yang punya rahasia, anak-anak juga. Apa sih yang dirahasiakan mereka? Bisa  kejadian yang memalukan, kebohongan, dan lain sebagainya.

We time adalah waktu yang tepat untuk menikmati kebersamaan. Yang penting saat itu anak-anak merasa nyaman artinya mereka tidak sedang dalam keadaan takut (takut dimarahi, diancam dan dihukum kita).

Oke lanjut! Saya membuat suasana nyaman. Duduk berdua dikamar. Atau sambil memijit bagian tubuhnya yang sakit. Kadang sebenarnya tidak ada yang sakit, tapi anak-anak tetap senang kalau orang tua memijit-mijit. Pelan-pelan saja kayak sedang massage gitu. Lebih enak lagi kalau pijitnya pakai minyak aromaterapi. Sambil  mengelus rambutnya atau punggungnya kita bisa bertanya macam-macam lho.

Diawali dengan cerita-cerita lucu yang membuat mereka tertawa, saya mulai mengarahkan pembicaraan tentang kebohongan. Coba kalau kita langsung bertanya, “Kamu bohong ya! Ayo ngaku!”

Kira-kira bagaimana tanggapan mereka?
Anak-anak sama seperti orang dewasa. Mana ada yang tiba-tiba membuat pengakuan dosa. Itu aib! Jangan dibongkar!

Dengan mengajak anak mengakui kebohongannya saya berharap mereka akan belajar jujur. Karena jujur itu mahal. Karena jujur itu langka. Karena jujur itu sangat berat. Tapi saya percaya kejujuran akan mengantarkan mereka pada kebaikan-kebaikan yang lain.

Pertanyaan saya pada si bungsu, “Apakah adik pernah berbohong pada ibu?”
Anaknya senyum-senyum (ketahuan deh kalau bohong), “Iya.” Lalu mengalirlah cerita tentang beberapa kebohongannya. Katanya, aku tidak gosok gigi tapi kubilang sudah. Aku tidak main pasir tapi sebenarnya main pasir. (Jelas gak boleh main pasir di belakang. Itu tempat buang air bekas cucian, kenapa dipakai main-main!)

Pertanyaan serupa buat kakaknya. Sama seperti adiknya, dia senyum-senyum memandang wajah saya. Wajahnya tampak lucu.

Dia bilang hari itu tiga kali berbohong. Pertama, dia bilang tidak bersepeda jauh, eh ternyata jauh. Kedua, dia bilang tidak jajan yang memakai MSG, eh malah beli. Katanya sih gurih. Dan kalau bilang sama saya pasti tidak boleh. Memang yang dilarang-larang itulah yang enak buat anak-anak. Terakhir, ini yang sering terjadi. Belum gosok gigi tapi bilangnya sudah. Gimana ini?

Anak-anak berbicara dengan santai dan tanpa beban apapun. Saya senang mendengarnya sekaligus sedih. Saya senang karena mereka berani berkata jujur. Sedih karena mereka berani berbohong.

Saya katakan saya tidak suka. Saya serius tapi tidak mengancam. Ancaman dan hukuman itu hanya akan membuat mereka semakin takut pada kita. Tapi tidak takut melakukan kebohongan.

Mereka berjanji tidak akan mengulangi lagi. Pada bagian ini saya senang. Mereka tahu itu perbuatan tak baik. Mereka masih labil dan masih suka semaunya sendiri. Semoga ya!

Saya percaya orang tua memiliki kemampuan untuk mendeteksi kebohongan anak. Berdasarkan pengalaman saya, anak-anak yang sedang berbohong biasanya menunjukkan gelagat yang tidak wajar. Misalnya, menjauh dari keluarga, salah tingkah, kata-katanya tidak bisa dipegang. Sedangkan untuk kebohongan yang parah dan terus menerus sebaiknya berkonsultasi pada ahlinya. Karena saya yakin setiap orang tua pasti menginginkan kebaikan pada diri anak-anaknya.


Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

Belum ada Komentar untuk "Lie Detector Pada Anak-Anak"

Posting Komentar

Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel