Menjejak Langit





“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (QS 3:185 ; QS 21:35 ; QS 29:57) Dan masih banyak lagi ayat-ayat di Al Qur’an yang semakna, tentang kematian.


Bicara tentang kematian, jujur saya ngeri  membayangkan. Kematian adalah sebuah kepastian. Hanya waktu saja yang belum pasti. Tak ada yang tahu. Tapi saya yakin andai semua orang diberitahu “kapan” maka semua orang akan berbondong-bondong menyiapkan “bekalnya”.

Saya ingat beberapa waktu lalu Kang Yoto (Bupati Bojonegoro) pernah mengisi kajian ahad pagi di masjid Darussalam. Beliau mengatakan bahwa jika beliau meninggal jangan mengucapkan bela sungkawa. Tapi ucapkan selamat menempuh hidup baru.

Kontan saja, kata-kata beliau ini memutarbalikkan kenyataan yang ada di masyarakat. Ketika ada anggota keluarga, teman, tetangga yang meninggal, yang ada adalah kesedihan. Hari-hari kelabu itu bahkan bisa berlangsung lama.

Bagi Kang Yoto (Suyoto), kematian adalah gerbang menuju kehidupan baru yang belum pernah terindera sebelumnya. Namun diyakini adanya. Hidup baru yang dimaksud beliau adalah kehidupan di kampung akherat.

Eit..tunggu dulu! Apakah kehidupan setelah mati akan lebih enak, menyenangkan dan bahagia? Apa tiket saya kesana? Apa amal unggulan saya? Sampai disini saya seringkali merasa tak ada apa-apanya. Saya merasa sungguh tak layak memohon surgaMu.

Jika masih memiliki waktu 8 hari sebelum meninggal, apa yang akan saya lakukan?

Hari ke delapan sebelum kematian. 

Menyibukkan diri dengan sesuatu yang bermanfaat.

“Diantara tanda sempurnanya islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi)

Tiba-tiba ada pemberitahuan bahwa waktu saya di dunia tinggal 8 hari, tentu saya shock. Maka langkah yang saya ambil adalah menenangkan diri. Selanjutnya memperbaiki time management. Saya ingin menjadi orang yang bermanfaat minimal buat keluarga dan lingkungan disekitar. Kegiatan/acara/perilaku tak bermanfaat dihilangkan secepatnya.

Selanjutnya adalah memaksimalkan waktu untuk menikmati kebersamaan dalam keluarga. Memaksimalkan waktu menjadi seorang ibu yang baik buat anak-anak dan istri yang sholihah buat suami.

Anak keturunan saya adalah harapan besar orang tua bahkan setelah meninggal. Pada merekalah pahala terus mengalir. Maka dibutuhkan kerja keras untuk mendidik secara agama. Untuk menjadi anak yang sholih dan sholihan itu tidak sekejap. Namun, dengan keikhlasan, kesabaran dan komitmen yang tinggi untuk terus menerus memberikan teladan yang baik.

Sebagai seorang ibu, saya terus belajar memberikan pendidikan yang baik, dengan mengikuti seminar parenting, pengajian, dan diskusi bersama para guru dan ibu. Kadang-kadang setelah mendapatkan “ilmu” itu rasanya tercerahkan. Tapi beberapa hari kemudian bisa lupa dan sering tak sabar dengan perilaku anak-anak yang menggemaskan.

Dengan penuh kesadaran, semua ilmu parenting itu dibuka lagi. Dipraktekkan lagi. Mencoba mendekatkan diri dengan keluarga, memahami mereka. Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan saya.

Saya akan terus memohon kebaikan di akherat kelak. Berbaik sangka kepada keputusan Allah. Juga menunaikan kewajiban membayar hutang-hutang saya. Hutang wajib dibayar. Jangan sampai nanti membebani anak-anak.

Hari ketujuh sebelum kematian

Memperbanyak silaturahim. 

Mengajak anak-anak mengunjungi keluarga besar saya dan suami. Saya merasa masih banyak keluarga yang belum saya kunjungi. Bisa karena saya tidak akrab dan kurang paham garis keturunan. Maka, penting buat anak keturunan saya untuk menjelaskan hal seperti ini.

Memohon maaf pada orang tua, keluarga, teman-teman dan siapa saja yang pernah bersinggungan dengan saya. Jangan sampai ada yang nggrundel di kemudian hari.

Saya manusia yang tak sempurna, banyak salah, khilaf baik sengaja maupun tidak. Tak ada yang bisa dibanggakan oleh manusia lemah seperti saya. Maka ijinkanlah saya memohon kerendahan hati orang-orang untuk memberi maaf dan menikmati kasih sayang.

Termasuk mengunjungi guru-guru mengaji saya. Sudah dua bulan ini saya ijin  karena sibuk dengan urusan dunia. Waktu menjadi sangat berharga. Semoga tidak menyia-nyiakan sedetik pun untuk  urusan yang tak berguna.

Hari keenam sebelum kematian. 

Menitipkan pesan kepada ahli waris yaitu keluarga saya. 

Biarpun sedikit saya masih memiliki harta benda. Ada sedikit uang yang bisa digunakan untuk membantu keluarga/orang-orang tak mampu. Juga barang-barang seperti baju, alat-alat masak, buku-buku dan pernak pernik untuk kerajinan tangan.

Barang-barang saya sebaiknya jangan dijual. Lebih baik diikutkan dalam shodaqoh barang bekas atau diberikan kepada orang-orang yang memerlukan. Lebih bermanfaat. Semoga saja bisa sebagai investasi di akherat kelak.

Saya sangat berterima kasih sekali jika mereka mematuhi wasiat saya.

Hari kelima sebelum kematian. 

 “Jika anak Adam meninggal dunia, terputuslah semua amal ibadahnya kecuali tiga perkara (yaitu), shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak sholih.” (HR. Muslim)

Urusan amal ibadah masih terus ditingkatkan. Tetap berusaha tidak meninggalkan waktu-waktu mustajab untuk beribadah.

Bicara ilmu yang bermanfaat, selain menjadi guru buat anak-anak, saya ingin lebih luas lagi. Saya akan menulis lebih banyak dan inspiratif.

Hari keempat, ketiga, kedua dan sehari sebelum malaikat Izrail menjemput, intinya sama.

Mempersiapkan dan memantapkan hati dan pikiran. Mengerahkan segala upaya untuk meningkatkan investasi di akherat. Ikhlas menerima ketetapan Allah.

Selama masa penantian ini saya akan menyiapkan kain kafan dan mandi besar. Saya ingat, nenek sudah menyiapkan kain kafan dan segala keperluan jenazah beberapa bulan sebelum meninggal. Beliau merasa bahwa waktunya sudah dekat sehingga tak mau merepotkan keluarganya.

Dengan ikhlas semoga saja hati menjadi lebih jernih dan tenang menjalani takdirNya. Ijinkan saya untuk terus memohon kepadaMu, semoga meninggal dalam keadaan khusnul khotimah dan dimudahkan dalam sakaratul maut. Untuk keluarga, saya tidak ingin kepergian saya meninggalkan kesedihan. Mereka harus ikhlas melepas saya. Percayalah, apapun keputusan Allah adalah yang baik untuk saya.

^_^

Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

2 Komentar untuk "Menjejak Langit"


  1. Ga bisa dibayangkan kalau tiap orang tahu akan kematiannya.
    Karena mereka akan berlomba2 dlm hal kebaikan hee
    Kena sesungguhnya kmtian datangnya pun taka da yg prnah tahu ehee
    Sukses utk GA nya mbak
    Salam kenal ^_^

    BalasHapus
  2. Hai, mba Rohma,

    Semoga tulisan ini bisa dijadikan self reminder.

    Terima kasih

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel