Oleh-Oleh dari Desa




Selain sayur-mayur dan buah-buahan apa sih oleh-oleh dari desa?
Masakan! Ehm..lumayan bukan. Hemat. Tidak perlu bersusah payah memasak di dapur, sudah ada makanan.  Tinggal makan saja.
 
Lepet berbahan dasar ketan dan kelapa parut.

Dapat oleh-oleh itu rasanya bagaimana ya?
Senang dong! Ini rejeki. Tentu diterima dengan hati gembira. Seperti saya, tadi pagi kedatangan bulik dari desa. Bulik ini kalau datang ke rumah selalu saja membawa makanan. Macam-macam menunya dan dimasukkan ke dalam dua keranjang. Satu untuk saya dan satu lagi untuk adik ipar.

Siapa sih yang mau menolak makanan! Ups, makanannya super banyak, super berat, dan bikin cepat kenyang. Saya dan adik ipar sudah sering mengingatkan, tidak perlu membawa makanan sebanyak ini. Kalau mau datang ya datang saja. Tidak perlu repot-repot. Kita senang kok kedatangan tamu. Tapi kalau banyak makanan begini... aduh, bagaimana menghabiskannya?

“Ini rejeki, jangan ditolak.” Nasihat bijak almarhumah ibu masih terngiang di telinga. “Kalau kamu nggak suka pemberian orang, janganlah ditolak.”
“Kalau nggak doyan?,” bantah saya.
“Tetap diterima. Hargai pemberian orang. Dan kalau nggak dimakan, bisa dikasihkan orang lain.”

Saya ingat nasihat almarhumah ibu. Awalnya, dulu kalau dikasih makanan dan saya tidak doyan, langsung saja saya katakan. Itu kalau yang kasih teman dekat. Jadi saya yakin teman saya bisa memaklumi, karena kita akrab.

Saya mikirnya sederhana saja, mengapa kita menerima makanan itu tapi tidak bisa menikmati. Sayang sekali, bukan! Lebih baik ngomong jujur saja. Agar tidak terjadi berulang kali. Dan agar dikasih seperti keinginan (Huh, maunya!).

Pikiran tersebut mulai berubah ketika mendapat nasihat dari almarhumah ibu. Saya rasa nasihat tersebut ada benarnya. Masak orang memberi makanan ditolak. Rasanya nggak banget!

Akhirnya saya belajar menerima. Menerima dengan gembira pemberian orang. Dengan senyum termanis sebagai ungkapan terima kasih. Pemberian itu sebagai ungkapan kasih sayang dari teman, saudara, tetangga, orang tua/mertua, atau siapa saja deh. Pemberian itu adalah untuk menghargai kita. Orang Jawa suka pakewuh. Tidak nyaman kalau bertandang ke rumah sanak saudara dengan tangan hampa. Alias tidak membawa oleh-oleh sama sekali. Apalagi kalau lama tidak bertemu...

Oleh-oleh itu sebagai media untuk memperat tali silaturahim. Ternyata si A, si B atau si C masih ingat ya sama saya. Ini buktinya, saya dibawakan oleh-oleh. Hanya saja, kadang kerena tidak sesuai dengan harapan kita merasa biasa saja.
Dikasih makanan dan tidak suka atau bahkan tidak doyan, bagaimana? Kalau tidak suka berarti masih doyan, hanya kurang senang dengan makanan tersebut karena satu dan lain sebab. Tapi kalau tidak doyan artinya benar-benar tidak makan. Beda deh. Sebaiknya tetap diterima saja.
 
Sayur lodeh (tempe, tahu, ikan, nangka muda)
Seperti ini ada ketupat senampan ditambah lepet, sayur satu panci. Masih ditambah krupuk. Mantap banget buat makan siang! Tinggal mencari minuman segar saja. Saya yakin seyakin-yakinnya kalau masakan itu super pedas. Kami orang pesisir sangat paham dengan selera ini.

Sementara saya baru sembuh dari sakit maag. Apa daya saya! Tidak sanggup menikmati masakan bulik.  

Ini rejeki kita. Iya, benar, rejeki bersama. Di rumah hanya saya dan dua anak kecil. Lalu siapa yang akan menghabiskan makanan sebanyak itu kalau tidak dibagi dengan orang lain. Perut ini ada batasnya. Dan tidak sembarang makanan bisa masuk.

Berbahagialah kita yang berkesempatan mendapat banyak makanan. Artinya kita masih diberi kesempatan untuk berbagi. Jangan sampai makanan mubazir di rumah karena tidak ada yang mau makan. Sementara di dekat kita ada yang kesulitan untuk sekedar mengganjal perutnya.

Lirik sayang tetangga terdekat. Maka makanan itu tiba juga di rumah tetangga. Keluarganya sedang berkumpul. Cocok deh untuk diajak menghabiskan ketupat. 

Semoga berkah ya!

Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

12 Komentar untuk "Oleh-Oleh dari Desa"

  1. Betul juga, jadi bisa berbagi juga dengan orang lain ya.

    BalasHapus
  2. Lepet, kupat, dan sejenisnya, banyak dibuat saat lebaran kecil di kampung kami, yaitu tanggal 8 Syawal. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seminggu setelah lebaran adalah lebaran ketupat. Saya ikut menikmati ketupat karena dapat kiriman dari kerabat.

      Hapus
  3. akhirnya malah bisa saling berbagi ya mb
    aih indahnya kebersamaan ;D

    BalasHapus
  4. Hihihi kalau ngomongin oleh oleh dari desa sudah lama nih saya tidak berkunjung ke kampung halaman bapa saya.

    BalasHapus
  5. Jadi ingat dulu kalau nenek saya datang dari desa juga banyaaak sekali bawa makanan dan enak2 semua :D

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel