Tinggal di Rumah Dinas atau Kontrakan?





Bagi yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta, keberadaan rumah dinas bisa jadi sangat dirindukan. Harga rumah yang melangit, semakin tahun semakin tinggi saja. Sementara dana untuk membeli rumah belum ada. Apalah daya, harapan ditebar untuk segera menempati rumah dinas saja.

Sebagai seorang istri PNS, saya telah dua kali menikmati tinggal di rumah dinas. Pertama ketika tinggal di Surabaya. Yang kedua ketika suami dinas di Bojonegoro. Tentu ada perbedaan antara rumah dinas dari instansi pemerintah dan swasta. Namun di sini saya hanya akan membahas rumah dinas dari pemerintah saja.

Untuk mendapatkan rumah dinas di kota besar ternyata tidak mudah. Setidaknya kita harus memiliki kesempatan dan kenalan. Bagaimana mungkin mau menempati rumah dinas jika tidak ada yang kosong. Atau tidak ada pengumuman bahwa ada orang yang hendak meninggalkan rumah dinas.

Jujur selama ini tidak ada perbedaan rumah dinas di kota besar dan di kota kecil (kabupaten). Soal fasilitas, ya seperti kita ketahui bersama, tidak ada. Semua tagihan harus dibayar oleh orang yang menempati rumah dinas tersebut.

Hanya saja, rumah dinas di kota besar selalu penuh. Tidak pernah kosong terlalu lama. Semua pegawai pastilah butuh tempat tinggal. Dan setahu saya letaknya selalu strategis.

Lain lagi dengan rumah dinas di kabupaten. Meski ada yang berlokasi di tengah kota, namun ada juga yang berada di pinggiran. Akibatnya banyak yang kosong dan tak terawat. Semak belukar menyapa halaman depan. Maaf tidak ada foto karena saya tidak tega memotretnya.

Rumah dinas ini bisa ditempati semua pegawai hingga kepala kantor. Karena letaknya yang strategis itulah ada saja pegawai yang enggan pindah. Ada pula yang merasa enjoy disini walaupun sudah memiliki rumah pribadi.

Keuntungan menempati rumah dinas:

1.   Dapat rumah gratis. Meski ada biaya sewa yang mesti dibayarkan kepada negara, tapi jumlahnya kecil.
2.   Letaknya strategis. Dekat dengan jalan raya. Kemana-mana mudah.
3.   Tidak perlu pusing memikirkan cicilan rumah pribadi. Kecuali kalau sambil tinggal disini sambil mencicil rumah.
4.   Mengenal teman-teman kantor (suami) dan keluarganya.
5.   Ikut berpartisipasi dalam kegiatan kantor (dharma wanita). Karena lokasinya dekat, maka setiap ada acara kantor mudah saja mengikutinya.

Kalau ada keuntungan pasti (biasanya) ada kerugiannya. Tapi saya rasa menggunakan kata “kerugian” itu kok ya tidak cocok. Karena tidak ada yang merasa rugi. Meski ada yang mengeluhkan ini itu tentang rumah dinas, hanyalah sebatas keluhan saja. Nyatanya masih banyak yang menginginkan tinggal disini. Masih betah dan bahagia berada disini. Hanya saja karena sangat betah bertahan di rumah dinas ada pegawai yang belum memiliki rumah pribadi. Nah, bagaimana?

Rumah dinas itu tidak seperti rumah idaman. Tidak bisa seenaknya direnovasi. Kalaupun mau merenovasi hendaknya harus memiliki rasa ikhlas karena biaya untuk renovasi tidak sedikit dan belum tentu akan kembali kepadanya setelah meninggalkan rumah itu.

Bagi saya sih yang penting rumah tidak bocor. Kebutuhan akan kamar terpenuhi. Kurang-kurang sedikit ya harap maklum. Kalaupun menunggu kantor yang merenovasi aduh...kapan? Bisa jadi keburu kita kena mutasi.

Seperti kebanyakan rumah dinas, penampilannya selalu berkesan ala kadarnya. Antara dirawat dan tidak. Entahlah! Dari pagar yang tampak kusam hingga dinding yang mengelupas. Tapi...tidak semua seperti itu. Ada juga yang merawat rumah dengan baik. Sebagai bentuk rasa terima kasih, apa salahnya sih kalau sesekali mengecat dinding.

Kebetulan sekali ketika tinggal di Bojonegoro, rumah dinas ini baru saja direnovasi oleh kantor. Jadi catnya masih kinyis-kinyis. Saya merasa beruntung sekali. Namun, keberuntungan itu harus diuji di musin hujan.

Ternyata rumah dinas tak mampu membuat penghuninya merasa tenang dan damai. Seperti biasa, masalah atap yang bocor. Disaat seperti inilah kita harus menyingkirkan ego. Bahwa ini rumah dinas berarti harus kantor yang memperbaiki. Tidak selamanya seperti itu!

Jadi meski tampak dari depan rumahnya sudah cakep, tapi kami masih perlu memperbaiki sedikit kekurangan. Dan tentu saja menambahkan apa yang menjadi kebutuhan kami di sini.

Sebagai pegawai yang sudah berkeluarga dan belum memiliki rumah, keberadaan rumah dinas ini sangat membantu sekali. Setidaknya kami memiliki waktu untuk bernafas. Ealah! Memiliki waktu untuk menabung demi memiliki rumah idaman.

Bagaimana kalau mengontrak rumah?

Diawal menikah saya sudah merasakan tinggal di beberapa rumah petak. Kami benar-benar kontraktor yang tiap tahun pindah rumah. Bagi pasangan yang baru menikah dan harus mengeluarkan sejumlah uang untuk biaya kontrakan itu lumayan banget. Lumayan menguras isi dompetnya.

Tapi tak apalah. Hidup adalah perjuangan. Dengan mengontrak rumah, kami belajar untuk mandiri. Termasuk mengatur keuangan. Mempersiapkan tempat tinggal yang nyaman. Meski waktu itu masih diangan-angan, alhamdulillah kami dapat  mewujudkannya.

Well, masih tinggal di rumah dinas atau kontrakan? Sharing yuk!
Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

9 Komentar untuk "Tinggal di Rumah Dinas atau Kontrakan?"

  1. Aku tinggalnya masih di rumah mertua, dulu sempat kontrak rumah 3 tahun, setelah itu pemiliknya mau pake sendiri. Jadilah pindah ke rumah mertua :)

    BalasHapus
  2. Dulu aku sempet ngerasain tinggal di rumah dinas. Swasta mba. Papa dulu kerja di perusahaa. Oil and gas Pt Arun di aceh. Di sana karyawan2 nya ditempatin di kawasan komplek yg memang khusus karyawan dan keluarga. Ada fasilitas rumah sakit, supermarket, bioskop, kolam renang, executive club, sekolah dr tk-smu khusus anak karywan, komplit bagt dan semuanya gratis dibayar kantoe. Itu pas masa jaya2 nya oil and gas ya begitu .. jor jor an.. tapi skr oil and gas company mah agak dikurangin ya dr segi cost dan karyawan , mengingat sumber minyaknya juga ga banyak lg.

    Kalo skr udh bekeluarga gini, tinggalnya di rumah sendiri krn kantorku ga nyediain tempat tinggal utk karyawan mbak :D. Disyukurin aja.. at least jd bisa ngajarin anak2 utk hemat ama air, listrik.. soalnya dulu kluar dr komplek Arun itu aku smpet stress krn hrs hemat air, listrik, telp dll. Lah 18 thn tinggal di sana kita bebas pakai apapun, gmn ga stress pas udh kluar :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asyik ya kalau dapat fasilitas lengkap gitu.

      Tapi dengan tinggal di rumah sendiri, anak2 akan belajar bertanggung jawab. Karena semuanya tidak gratis.
      Nice sharing!

      Hapus
  3. Waktu suami saya dinas di Jakarta ngerasain tinggal di apartemen milik kantor yang lumayan mewah tapi hanya beberapa hari sih :D
    Penginnya sih ya mbak, tinggal di rumah dinas yang nyaman sembari kita ngumpulin uang buat beli rumah sendiri :D #ngarep

    BalasHapus
  4. Waktu suami saya dinas di Jakarta ngerasain tinggal di apartemen milik kantor yang lumayan mewah tapi hanya beberapa hari sih :D
    Penginnya sih ya mbak, tinggal di rumah dinas yang nyaman sembari kita ngumpulin uang buat beli rumah sendiri :D #ngarep

    BalasHapus
  5. Ortu sy jg tinggal di rmh dinas. Tp smuanya gratis sih. Listrik air free. Di kab kecil sih ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh, gratis semua ya mba? Kalau saya sih masih bayar listrik, air.

      Hapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel