Demi Memenuhi Undangan





Hari Sabtu lalu saya mendapatkan tiga undangan pernikahan sekaligus. Satu di kota saya dan dua lainnya di Surabaya. Bisa dibayangkan betapa padatnya hari itu.

Bulan September ini bertepatan dengan bulan Dzulhijah yang sering dipilih untuk hari pernikahan. Sepanjang perjalanan, saya melihat ada tenda-tenda untuk walimah di pinggir jalan. Ayo ngaku, adakah teman-teman juga mendapatkan banyak undangan pernikahan di bulan ini?

Bagi saya dan suami, jika tidak ada halangan insyaAllah kami datang untuk memenuhi undangan. Bagaimanapun juga sebagai sesama muslim wajib untuk memelihara tali silaturahmi dan memenuhi haknya. Salah satunya dengan menghadiri undangan walimah.

Yang menjadi masalah adalah jarak undangan pertama dengan kedua dan ketiga. Undangan pertama siang hari dan hanya berlangsung selama satu jam (sesuai dengan jadwal di undangannya). Undangan kedua dan ketiga berasal dari teman kerja suami yang waktunya bersamaan. Dengan pertimbangan yang matang, suami memutuskan untuk menghadiri undangan pernikahan di Perak kemudian dilanjutkan di Masjid Al Akbar. Sekali jalan, bukan.

Hari Sabtu pagi dimulai dengan mengantar dan menemani si bungsu yang mengikuti ekstrakurikuler renang. Sementara kakaknya sedang mabit ketika saya pergi. Saya sudah berpesan kepada si mbak agar dia di rumah saja setelah pulang mabit. Nanti akan saya ajak menghadiri undangan-undangan tersebut.

Tiba di rumah, ternyata anak saya tidak ada. Kata si mbak bermain bersama teman sekelasnya. Pergi dengan naik sepeda. Aduh, kalau bicara sepeda ini rasanya saya galau sekali. Bagaimana tidak, anak saya ini bisa pergi jauh tanpa pamit kepada saya.

Saya telepon teman anak saya. Tidak ada jawaban. Saya datangi rumahnya, ternyata tidak ada satu orangpun disana. Saya tidak akan menyerah! Saya telepon, sms, wa beberapa wali murid yang anaknya sekelas dengan anak saya. Juga wali kelasnya. Sayangnya tak ada satupun yang menjawab panggilan saya. Oke, saya akan terus mencarinya. Saya woro-woro di grup WA kelasnya.

Lama saya menunggu jawaban. Satu orang membalas disusul dengan jawaban kecemasan saya. Akhirnya ada seorang wali murid yang menghubungi orang tua teman anak saya. Urusan anak saya beres. Tak lama kemudian, dia sudah datang bersama tamannya.

It’s time to travel! Meski travelingnya demi memenuhi undangan, tetap saja kami pergi. Jalan-jalan loh! Anggap saja begitu! Anak-anakpun bersorak menyambutnya.

Undangan Pertama

Berikutnya adalah memenuhi undangan walimah dari tetangga. Sayangnya lokasi resepsi ini terlalu jauh bagi kami. Ada beberapa tetangga yang mengajak datang ke rumahnya saja, sore hari. Tapi saya  tak bisa karena sudah ada rencana keluar kota.

Ternyata mencari lokasinya tidak mudah. Suami yang sudah yakin mengetahui tempatnya, akhirnya ragu-ragu. Mengapa tidak ada papan penunjuk di pinggir jalan. Bukankah dahulu ada di kanan jalan. Mobil tetap melaju kencang, sementara saya menunggunya hingga menyadari kesalahan ini.

Semakin lama semakin menjauh dari kota kami. Bukankah kami sedang menuju ke Jenu, tapi tidak kunjung tiba. Saya bertanya kepada seorang penduduk setempat dan ternyata tempat yang harusnya saya datangi sudah terlewat jauh. Lho?

Jadi, demi efektifitas, saya menggunakan GPS. Tadinya memang tidak terpikirkan untuk menggunakannya. Yeah, kota ini kecil, pasti mudah mencarinya. Ternyata dugaan itu salah. Saya yang lahir dan besar disini masih belum paham seluk beluknya. Jadi inilah waktunya untuk mengenal daerahku!

Resepsi pernikahan berada di Willis Hill Resort, jauh dari pemukiman. Ada perumahan disekitarnya, tapi sepi. Lha, di tengah sawah dan ladang. Apalagi masih masuk gang (jalannya sudah halus diaspal). Tidak ada papan nama Willis di jalan raya.

Tadi, kami menghabiskan waktu lebih dari setengah jam hanya untuk kembali ke jalan yang benar setelah tersesat. Kami datang ketika jatah waktu untuk tamu undangan sudah berakhir. Si pembawa acara sendiri yang mengumumkan. Oh, rasanya seperti sedang diusir saja. Tapi kami tetap menikmati sajian makanan dan minuman. Di rumah saya sengaja tidak memasak agar bisa makan disini. Eh, mumpung!

Selanjutnya adalah persiapan ke Surabaya. Rencananya setelah sholat ashar kami berangkat. Faktanya, setengah lima baru berangkat. Apa yang terjadi? Suami melarikan mobil dengan kencang. Meskipun demikian tetap saja ada kemacetan di jalan. Untungnya tidak lama.

Undangan Kedua

Rasanya baru kemarin saya meninggalkan Perak, Surabaya. Sekarang saya sudah berada disini lagi. Sebelumnya suami saya pernah dinas beberapa tahun disini.



Saya datang tepat ketika kedua mempelai baru turun dari mobil alphard hitam. Dengan penuh rasa penasaran saya melihat ada sekitar 5 sampai 7 tukang foto yang sangat lincah mengabadikan momen bersejarah ini.  Bukannya memandang wajah mempelai yang bagaikan raja dan ratu itu tapi memandang kagum terhadap gerak gerik para juru foto. Ada yang berdiri, jongkok, duduk, jalan sambil memotret dengan gesit. Jeprat-jepret di setiap langkah mereka.

Saya masih berdiri di depan penerima tamu. Melihat tingkah para juru foto yang lihai itu saya merasa seperti berasal dari planet lain yang tersesat di bumi. Suami menegur saya yang sedang mlongo. Maafkan aku! Seolah dari semua angle pasti ada bidikan juru foto. Ada pula dua wanita yang memberi komando kepada teman-temannya dan kedua pengantin. Semua kru yang berpakaian hitam dan rapi bergerak dengan cepat. Diiringi musik saxophone tunggal, kedua mempelai berjalan pelan menuju singgahsana. Di depannya dua anak perempuan sebagai pengiring menaburkan sobekan mawar putih ke karpet.

Di dalam ruangan yang terasa indah itu saya melihat seorang juru foto dengan dua kamera. What? Apa nggak kurang?  Apa nggak berat di leher? Apa saya yang ndeso ya? Ada photo booth yang ramai oleh pengunjung. Di depannya ada tangga kecil, kayaknya buat duduk si tukang fotonya. Sementara disampingnya ada mesin pencetak foto yang dijaga dua orang.




Ada beberapa properti untuk mendukung “gaya” dalam foto. Tapi setahu saya tidak ada yang memakainya. Konsepnya boleh juga, meski saya tetap heran. “Buat apa sih, acara walimah kok ramai tukang foto.” Ternyata setiap undangan mendapatkan kartu yang bisa ditukar dengan berfoto disana. Hasilnya langsung diberikan kepada kita.

Dengan dua undangan di waktu yang bersamaan rasanya cukup wajar jika saya berusaha menyediakan sedikit ruang di perut. Demi makanan! Andai bisa dibungkus...ah dibawa pulang saja. Dimakan nanti kalau sedang lapar.

Undangan Ketiga

Jadwal dalam undangan hingga pukul 21.00. meski perjalanan lancar tetap saja kami datang hampir pukul sembilan malam. Maksud hati mau mencari makanan ringan saja karena perut masih terasa kenyang. Tapi tidak ada satupun makanan kecil dan ringan disana. Yang masih tersisa adalah nasi dan teman-temannya.

Daripada langsung pulang saya ikut mencicip es campur saja. Sayangnya tenggorokan saya kurang bersahabat. Ditambah si bungsu yang sudah merengek sejak di dalam mobil. Mengantuk berat!

Waktunya pulang! Saya bertanya apakah suami masih kuat menyetir mobil sampai di rumah. Sekitar dua hingga dua jam setengah lagi. Katanya masih sanggup. Tapi anak-anak sudah sangat mengantuk. Kami membawa baju ganti dalam koper buat jaga-jaga jika memang tidak jadi pulang. Demi anak-anak, kami mencari penginapan saja di dekat masjid.

Dalam keadaan lelah seperti ini cuma satu yang diinginkan. Tidur! Mencari tempat menginap terdekat setidaknya butuh waktu 15 hingga 30 menit dengan bantuan GPS. Sambil jalan saja barangkali ada atau terlihat di jalan. Beberapa tempat memang terlewat karena di waktu malam mata kurang bisa fokus karena remang-remang atau gelap.



Kami berhenti di homestay Zio syariah, di Gayung Kebonsari. Saya, suami dan anak-anak tidak perlu berdiskusi panjang tentang fasilitas dan harga homestay ini. Yang namanya homestay pasti berbeda dengan hotel. Standar banget. Karena kami sengaja mencari sesuai dengan kebutuhan dan budget. Kami sudah capek dan mengantuk, tak ada alasan lain.

Sebelumnya, kami melihat kamar. Mau mencari di tempat lain? Tidak! Lalu suami membayar biaya penginapan. Beres! Yang kami butuhkan adalah tempat untuk tidur bersama kedua anak dengan nyenyak.

Benar saja, setelah masuk kamar saya ajak anak-anak untuk menggosok gigi. Setelah itu mereka langsung tidur pulas. Saya lihat wajah bening mereka, “Terima kasih sudah menemani ayah dan ibu di hari yang melelahkan ini”.

Minggu pagi adalah saat yang ditunggu anak-anak. Saya ajak mereka ke Masjid al Akbar lagi. Bermain bulu tangkis bersama ayahnya, dilanjutkan jalan-jalan dan memenuhi janji kami untuk membeli es krim kesukaan mereka.

^_^



Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

4 Komentar untuk "Demi Memenuhi Undangan"

  1. Pokoknya kalau saya ada 2-3 undangan walimah, gak mau makan banyak. Dikit aja. Karena sedikit ditambah sedikit jadinya banyak juga. Beberapa bulan lalu juga kami ada undangan yg menyediakan photo booth, di masa kini untuk yang berkesanggupan itu udah standar ada. Saya juga baru ngalamin.

    BalasHapus
  2. Saya kalau ada undangan walimahan ga pernah nyentuh menu utama. Pasti yang saya cari makanan yang aneh2 gitu, macem es atau sate atau kadang soto. *kemudian ngebayangin makanan*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makanan yang aneg gimana mba? Aku nyari yang jarang kumakan seperti pempek (didaerahku pempek rasanya beda, kebab,dsb.

      Hapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel