Objective Cerita





Sebagai kelanjutan dari dua blogpost sebelumnya, tentang naskah novel “Alfi Sayang Kakak”, disini akan dibahas objective cerita. Kira-kira akan seperti apa ya?  


Objective cerita meliputi objective, motif dan pesan yang ingin disampaikan melalui tulisan. Setiap tulisan pastinya ada tujuannya. Sebagai garis besarnya tiga karakter utama ini memiliki gambaran seperti berikut:

Alfi

Anak yang ceria ini tiba-tiba murung. Tak ada bunda di rumah. Bunda terlalu sibuk dengan pekerjaan barunya. Alfi tak tega meminta bunda bermain bersama, belajar bersama, mengaji bersama dan piknik bersama. Sementara kak Amel, semakin berulah saja. Alfi semakin tidak betah berada di rumah.

Sejak ayah meninggal, semuanya berubah. Alfi benci sekali keadaan seperti ini. Semua memiliki dunianya sendiri. Bunda, kak Amel. Sedangkan dia... kebahagiaan yang terenggut paksa. Alfi ingin keakraban, kehangatan dan kebersamaan. Yup, bersama-sama mengurus kak Amel.

Kak Amel adalah saudara satu-satunya Alfi. Kalau bukan Alfi lalu siapa yang akan mengurus kak Amel. Nenek ataukah kakek. Mereka sudah berusia lanjut. Sering mengeluhkan penyakit yang menggerogoti tubuh. Lalu apakah tega membebankan semua ini kepada mereka?

Sebagai saudara kandung seharusnya Alfi menyayangi kak Amel. Tapi kejadiaan beberapa waktu lalu sungguh tidak mudah dilupakan. Kak amel mengamuk ketika teman-teman Alfi tidak ada yang mau bermain dengannya. Bahkan melempari mereka dengan mainan yang berserakan.

Alfi sangat malu. Tak seorangpun anak yang berani datang ke rumah Alfi. Kak Amel tidak peduli. Dia tetap tidak bisa disalahkan.

Sejujurnya, Alfi ingin menyayangi kak Amel tanpa syarat. Wajar karena mereka bersaudara. Namun keadaan kak Amel yang membuat segala sesuatu menjadi tak wajar lagi. Andai bisa Alfi ingin melarikan diri saja.

Alfi masih ingat kata-kata ayah. Alfi tahu itu. Ayah selalu berpesan untuk menyayangi kak Amel. Untuk terus melangitkan doa demi kebaikan kak Amel. Meski hingga saat ini tidak ada perkembangan yang berarti.

Amel



Dengan segala keterbatasannya Amel menyita perhatian keluarga. Tak ada benar dan salah. Baginya hidup adalah tentang toleransi. Sebatas apa dia menjadi obyek perhatian. Sebatas apa orang-orang disekitar mau meluangkan sedikit waktu untuknya.

Bukan karena dia suka diperhatikan, namun karena keterbatasan dalam berbicara dan mengungkapkan perasaannya. Dia ingin orang lain bisa mengertinya. Bukan Amel yang harus mengerti orang lain.

Dimanapun berada, Amel ingin menjadi bagian keluarga yang bahagia. Amel tahu dirinya tak bisa diandalkan. Amel juga tahu dirinya tak memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain. Tapi dia memiliki cita-cita sederhana, agar bunda dan Alfi bahagia.

Hanya saja Amel tak pernah tahu bagaimana cara mewujudkannya.

Ustadzah Fida



Rasa sayangnya terhadap anak-anak membuat rumahnya selalu terbuka untuk siapapun. Termasuk Alfi. Merekapun menjadi akrab, seolah seperti keluarga sendiri. Namun, ustadzah Fida selalu mengingatkan Alfi untuk pulang ke rumahnya. Apapun keadaannya, keluarga adalah tempat melabuhkan rindu dan kasih sayang.

Perkenalannya dengan Alfi mengantarkannya kepada saudaranya, Amel. Kadang-kadang ustadzah Fida gantian yang datang ke rumah Alfi. Dia melihat keadaan Amel, tergerak hatinya untuk menolong. Meski tidak memiliki latar belakang pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus, dia senang berteman dengan Amel.

Anak adalah anugrah. Untuk apa menolak ataupun menjauh. Kecintaan terhadap anak-anak bermula dari sifat lugu mereka. Semua tingkah polah mereka sesungguhnya adalah pembelajaran yang baik. Semua adalah khas anak-anak. Jika ada orang dewasa yang seperti itu bisa jadi dia tidak tuntas di masa kanak-kanaknya.

Beberapa kali ustadzah Fida menjadi sasaran kemarahan Amel. Disaat marah, tenaga Amel seolah berubah menjadi berlipat ganda. Tak ada bunda Amel. Hanya Alfi yang berdiri dibelakang tubuhnya. Menggenggam ketakutan yang besar.

Ustadzah Fida yakin, Amel suka dengannya. Perlahan ustadzah Fida mengulurkan tangan, memeluknya. Sesuai dengan cita-cita, menjadi pengajar bukan soal tempat dan gaji. Jika nurani yang bicara, akan semakin banyak variabel yang harus diperhatikan. Seperti kasus Amel, tak ada yang tak mungkin. Apa yang bisa diperbuat dari seorang guru seperti dia.

Sungguh kekhawatiran itu ada. Tapi tatapan mata Amel yang tak beranjak darinya seolah memanggil hati kecilnya untuk mengajar. Ya, mengajar bukan soal siapa muridnya. Tapi disini, apa yang bisa diajarkan untuk Amel.

Dengan kasih yang tulus, Alfi berharap hubungannya dengan kak Amel membaik. Alfi sadar, saat ini bundalah yang menjadi tulang punggung keluarga. Bunda pasti sibuk dan capek. Kalau bukan Alfi lalu siapa yang akan membantu mengurus keperluan kak Amel.

Secara keseluruhan cerita ini mengajak siapa saja untuk peduli dengan anak-anak istimewa seperti Amel. Untuk tetap melangitkan doa dan berpantang menyerah. Demi anak, demi keluarga tercinta.

#blogtobook

^_^

Sumber gambar: IG artis
Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

1 Komentar untuk "Objective Cerita"

Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel