Benarkah Ibu Harus Cerewet?
Rabu, 21 Desember 2016
14 Komentar
“Ibu
cerewet!” teriak si anak. Dia memandang saya. Wajahnya memerah. Nafasnya naik
turun tak beraturan menahan semua rasa jengkel pada saya.
Saya
diam, “Apa salah saya?” Bukankah sudah menjadi rutinitas kita untuk mandi dua
kali sehari. Masak gara-gara diingatkan untuk mandi dia marah. Lha kadang juga
tidak mandi. Kalau anak sedang sakit sih maklum. Tapi kalau terlalu asyik
bermain hingga lupa mandi, apa kata dunia?
Itu
baru satu scene. Saya tidak bisa menghitung banyak lagi scene yang ditolaknya. Padahal
semua itu tentu buat kebaikan dia. Masak sih saya meminta dia melakukan hal-hal
buruk!
Scene
diatas adalah salah satu contoh ketidaksetujuan si anak terhadap perintah ibu. Ada
banyak scene dalah kehidupan ini yang sering bersinggungan. Entah akhirnya si
anak menyerah dan patuh atau kadang sebaliknya. Tapi seorang ibu toh tetap saja
mengingatkan.
Ingatan
saya kemudian berpetualang masa lalu. Apakah saya juga seperti si anak. Wah
kena karma dong! Eit, saya cuma ingin mengingat saja. Apakah almarhumah ibu
saya juga seperti saya. Selalu mengingatkan Entah saya mau melakukan atau
tidak. Entah saya ikhlas ataupun jengkel bukan kepalang. Entah saya cemberut
atau ceria.
Ternyata
memang seperti ini menjadi seorang ibu. Sudah mengingatkan baik-baik eh si anak
malah salah paham. Dikiranya marah-marah terus.
“Jangan lelah untuk mengingatkan,” kata ustadz
ketika saya hendak mengambil rapor anak. Dan ini berlaku untuk semua anak.
Saya
merasa si anak sudah mandiri, sudah mengerti apa saja yang menjadi rutinitas
dan tanggung jawabnya. Tapi ada saat-saat tertentu tetap membutuhkan uluran
tangan, minimal mengingatkan. Kadang saya merasa seperti alarm jam. Ya, alarm
gunanya sebagai pengingat kapan kita mesti bangun dan beraktivitas sesuai
dengan jadwal. Kapan kita membuat pencapaian dalam hidup ini dan kapan kita
harus berjuang merealisasikannya.
Dan
ibu saya adalah orang yang tak pernah lelah mengingatkan. Meskipun saya merasa
bosan mendengarnya, (jujur banget nih), tapi yang dikatakan ibu adalah benar
adanya.
Kata-kata
ibu adalah pengingat. Tak lelah, tak usai meski saya telah beranjak dewasa. Di mata
orang tua, anak tetaplah anak. Tak peduli usia telah merambat. Kasih sayang tak
bertepi itulah yang mendorong ibu untuk terus mengingatkan anak-anak. Ya, mengingatkan untuk hal-hal yang baik.
Cerewet
itu mungkin karena anak dan ibu berbeda sudut pandang saja. Jika masing-masing
bisa saling menyadari mungkin apa yang disampaikan ibu kepada anaknya bisa
dimengerti. Dan tentu saja daya nalar anak berbeda dengan ibu. Masa kanak-kanak
diwarnai dengan kegiatan suka-suka dan belum bisa memikul tanggung jawab.
Kalau
mau mandi ya mandi, minimal karena mau sekolah. Kalau liburan boleh malas
mandi. Begitulah anak-anak. Tidak ada alasan logis. Bukan karena rutinitas
ataupun tanggung jawab untuk membersihkan anggota badan, semuanya karena aku
mau maka aku mandi. Kok jadi begini ya?
Inilah
satu tugas mulai seorang ibu untuk menjadi pengingat ala jam beker. Menjadi salah
satu sumber semangat buat anak-anak. Bukan saja untuk urusan mandi, tapi banyak
lagi. Termasuk untuk mengenalkan kewajiban seorang muslim kepada anak.
“Jangan
lelah untuk mengingatkan!” Saya akan mengingat kata-kata itu. Semoga semua
dimudahkan. Karena anak-anak adalah tanggung jawab ibu. Di tangannya terbentang
masa depan.
Ada
banyak kisah tentang ibu. Saya merasa ibu adalah spesial. Ibu adalah nikmat
yang indah buat anak-anaknya. Ibulah yang berjuang melahirkan, merawat dan
mendidik saya. Kasih sayangnya, kebaikannya, semua lelahnya, jasa-jasanya tak
mampu saya balas. Doa tulus semoga Allah mengampuni segala dosanya dan meridhoi
semua amal baiknya. Aamiin.
^_^
benar mba.. mengingatkan..cerewet..penting bagi seorang ibu.., duh jadi terinspirasi pengen nulis begini juga..., boleh ya mba... he2
BalasHapusSilakan mba Nova.
HapusWajar kok mbaaak. . Saya juga melabeli ibuk saya cerewet. Karena cerewet tanda sayang, biar lebih teratur, terdidik dan disiplin. Itu kata ibuk saya. Nanti lama kelamaan juga mengerti. Butuh waktu saja 😁
BalasHapusNoted, mba.
HapusHihihi... Mama saya termasuk yang tidak cerewet menurut saya.
BalasHapus.
Tapi tatapannya wwwhiiiiiii... saya langsung takluk dah...
Kalau sedang mengingatkan Beliau hanya menggunakan sedikit kata.
Kebanyakan juga menggunakan kalimat tanya. Yang membuat kami mati kutu.
"Ooo... Ga mau mandi ya. Kenapa ga mau mandi?" begitu misalnya.
Nanti saya akan terpojok karena tidak menemukan alasan mengapa saya ga mau mandi.
Hahahaha, duh, saya jadi malu kalau ingat masa-masa sering gagal membuat alibi.
Masing-masing ibu punya karakter yang berbeda ya mba sesuai dg kondisi dan karakter anaknya juga. Hehehe....
Saya sendiri tidak tau nanti akan jadi seperti apa, ibu yang cerewet atau tidak....
*garuk2 kepala
Ibu yang baik, mba.
HapusIya mbak, jangan lelah untuk mengingatkan. Dulu saya suka sebal kalau ibu cerewet nasihatin ini itu. Tapi dari lubuk hati yang paling dalam sesungguhnya saya akan kangen sekali ketika ibu mendadak tidak cerewet lagi. Jadi biar kadang bikin hati dongkol, tapi ngangenin dan biasanya selalu bisa diingat. :)
BalasHapusNulis begini jadi terkenang almh ibu
HapusMbaaa. . Kadang ngga nyadar ya aku ngingetin kaya marah2.. kata anakku jgn marah haha. Mamahku dulu cerewet tapi skrg udah ngga lagiii..Gantian aku yg cerewet hehe
BalasHapusCerewetnya karena sayang dan peduli ya.
HapusHarus kak, cita cita saya untuk bisa mendapatkan calon istri yang cerewet. haa
BalasHapusCerewet karena bener-bener ngurusi keluarga ya.
Hapusharus, Mba. Harus banget.
BalasHapusCerewet itu penting untuk menyalur bakat emak-emak. Eh, itu mah aku...
Ibuku cerewet dan sekarang aku dah jadi seorang ibu, ya cerewet juga. Bakat keturunan kayanya, Mba
Sama dong mba.
Hapus