Benarkah Ibu Harus Cerewet?





“Ibu cerewet!” teriak si anak. Dia memandang saya. Wajahnya memerah. Nafasnya naik turun tak beraturan menahan semua rasa jengkel pada saya.

Saya diam, “Apa salah saya?” Bukankah sudah menjadi rutinitas kita untuk mandi dua kali sehari. Masak gara-gara diingatkan untuk mandi dia marah. Lha kadang juga tidak mandi. Kalau anak sedang sakit sih maklum. Tapi kalau terlalu asyik bermain hingga lupa mandi, apa kata dunia?

Itu baru satu scene. Saya tidak bisa menghitung banyak lagi scene yang ditolaknya. Padahal semua itu tentu buat kebaikan dia. Masak sih saya meminta dia melakukan hal-hal buruk!

Scene diatas adalah salah satu contoh ketidaksetujuan si anak terhadap perintah ibu. Ada banyak scene dalah kehidupan ini yang sering bersinggungan. Entah akhirnya si anak menyerah dan patuh atau kadang sebaliknya. Tapi seorang ibu toh tetap saja mengingatkan.

Ingatan saya kemudian berpetualang masa lalu. Apakah saya juga seperti si anak. Wah kena karma dong! Eit, saya cuma ingin mengingat saja. Apakah almarhumah ibu saya juga seperti saya. Selalu mengingatkan Entah saya mau melakukan atau tidak. Entah saya ikhlas ataupun jengkel bukan kepalang. Entah saya cemberut atau ceria.

Ternyata memang seperti ini menjadi seorang ibu. Sudah mengingatkan baik-baik eh si anak malah salah paham. Dikiranya marah-marah terus.

 “Jangan lelah untuk mengingatkan,” kata ustadz ketika saya hendak mengambil rapor anak. Dan ini berlaku untuk semua anak.

Saya merasa si anak sudah mandiri, sudah mengerti apa saja yang menjadi rutinitas dan tanggung jawabnya. Tapi ada saat-saat tertentu tetap membutuhkan uluran tangan, minimal mengingatkan. Kadang saya merasa seperti alarm jam. Ya, alarm gunanya sebagai pengingat kapan kita mesti bangun dan beraktivitas sesuai dengan jadwal. Kapan kita membuat pencapaian dalam hidup ini dan kapan kita harus berjuang merealisasikannya.

Dan ibu saya adalah orang yang tak pernah lelah mengingatkan. Meskipun saya merasa bosan mendengarnya, (jujur banget nih), tapi yang dikatakan ibu adalah benar adanya.

Kata-kata ibu adalah pengingat. Tak lelah, tak usai meski saya telah beranjak dewasa. Di mata orang tua, anak tetaplah anak. Tak peduli usia telah merambat. Kasih sayang tak bertepi itulah yang mendorong ibu untuk terus mengingatkan anak-anak. Ya, mengingatkan untuk hal-hal yang baik.

Cerewet itu mungkin karena anak dan ibu berbeda sudut pandang saja. Jika masing-masing bisa saling menyadari mungkin apa yang disampaikan ibu kepada anaknya bisa dimengerti. Dan tentu saja daya nalar anak berbeda dengan ibu. Masa kanak-kanak diwarnai dengan kegiatan suka-suka dan belum bisa memikul tanggung jawab.

Kalau mau mandi ya mandi, minimal karena mau sekolah. Kalau liburan boleh malas mandi. Begitulah anak-anak. Tidak ada alasan logis. Bukan karena rutinitas ataupun tanggung jawab untuk membersihkan anggota badan, semuanya karena aku mau maka aku mandi. Kok jadi begini ya?

Inilah satu tugas mulai seorang ibu untuk menjadi pengingat ala jam beker. Menjadi salah satu sumber semangat buat anak-anak. Bukan saja untuk urusan mandi, tapi banyak lagi. Termasuk untuk mengenalkan kewajiban seorang muslim kepada anak.

“Jangan lelah untuk mengingatkan!” Saya akan mengingat kata-kata itu. Semoga semua dimudahkan. Karena anak-anak adalah tanggung jawab ibu. Di tangannya terbentang masa depan.

Ada banyak kisah tentang ibu. Saya merasa ibu adalah spesial. Ibu adalah nikmat yang indah buat anak-anaknya. Ibulah yang berjuang melahirkan, merawat dan mendidik saya. Kasih sayangnya, kebaikannya, semua lelahnya, jasa-jasanya tak mampu saya balas. Doa tulus semoga Allah mengampuni segala dosanya dan meridhoi semua amal baiknya. Aamiin.

^_^
Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

14 Komentar untuk "Benarkah Ibu Harus Cerewet?"

  1. benar mba.. mengingatkan..cerewet..penting bagi seorang ibu.., duh jadi terinspirasi pengen nulis begini juga..., boleh ya mba... he2

    BalasHapus
  2. Wajar kok mbaaak. . Saya juga melabeli ibuk saya cerewet. Karena cerewet tanda sayang, biar lebih teratur, terdidik dan disiplin. Itu kata ibuk saya. Nanti lama kelamaan juga mengerti. Butuh waktu saja 😁

    BalasHapus
  3. Hihihi... Mama saya termasuk yang tidak cerewet menurut saya.
    .
    Tapi tatapannya wwwhiiiiiii... saya langsung takluk dah...
    Kalau sedang mengingatkan Beliau hanya menggunakan sedikit kata.
    Kebanyakan juga menggunakan kalimat tanya. Yang membuat kami mati kutu.
    "Ooo... Ga mau mandi ya. Kenapa ga mau mandi?" begitu misalnya.
    Nanti saya akan terpojok karena tidak menemukan alasan mengapa saya ga mau mandi.
    Hahahaha, duh, saya jadi malu kalau ingat masa-masa sering gagal membuat alibi.
    Masing-masing ibu punya karakter yang berbeda ya mba sesuai dg kondisi dan karakter anaknya juga. Hehehe....
    Saya sendiri tidak tau nanti akan jadi seperti apa, ibu yang cerewet atau tidak....
    *garuk2 kepala

    BalasHapus
  4. Iya mbak, jangan lelah untuk mengingatkan. Dulu saya suka sebal kalau ibu cerewet nasihatin ini itu. Tapi dari lubuk hati yang paling dalam sesungguhnya saya akan kangen sekali ketika ibu mendadak tidak cerewet lagi. Jadi biar kadang bikin hati dongkol, tapi ngangenin dan biasanya selalu bisa diingat. :)

    BalasHapus
  5. Mbaaa. . Kadang ngga nyadar ya aku ngingetin kaya marah2.. kata anakku jgn marah haha. Mamahku dulu cerewet tapi skrg udah ngga lagiii..Gantian aku yg cerewet hehe

    BalasHapus
  6. Harus kak, cita cita saya untuk bisa mendapatkan calon istri yang cerewet. haa

    BalasHapus
  7. harus, Mba. Harus banget.
    Cerewet itu penting untuk menyalur bakat emak-emak. Eh, itu mah aku...

    Ibuku cerewet dan sekarang aku dah jadi seorang ibu, ya cerewet juga. Bakat keturunan kayanya, Mba

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel