Stop Terlambat Menjemput Anak
Selasa, 14 Februari 2017
14 Komentar
Dari
halaman sekolah, saya melihat si bungsu yang masih asyik bermain stik ice
cream. Bersama beberapa teman sekolahnya, mereka bergerombol. Ada yang giliran
menepuk lantai keras-keras hingga stik ice cream terangkat dan berpindah
tempat. Yang lainnya menunggu giliran sambil memberi semangat temannya.
Anak-anak
kelas 1 Sekolah Dasar sebagian besar sudah pulang. Tersisa beberapa anak yang bermain di
teras kelas. Sambil menunggu dijemput mereka menghabiskan waktu dengan bermain.
Saya
mendekati teras sekolah lalu memanggilnya. Seketika saya melihat raut wajahnya
yang ceria berubah. Mungkinkah gara-gara masih asyik bermain, lalu saya ajak
pulang.
Wajah si bungsu tidak juga berubah bahkan ketika berjalan bersama saya menuju parkiran. Masih
sendu. “Ada apa denganmu, Nak?” Tak ada jawaban hingga tiba di rumah.
“Ibu,
kenapa jemput aku lama sekali,” katanya sambil berlalu. Baju mulai dilepas dan
dibuang sembarangan. Iya, kalau melepas di ruang tamu, artinya baju dia juga
disana. Lalu jalan ke kamar, dilepas lagi. Pokoknya suka-suka dia. Dan saya tidak memberikan banyak perintah dalam situasi seperti ini.
Dugaan
saya salah. Biasanya saya menjemput tepat waktu katanya nanti dulu. Saya
disuruh duduk-duduk sambil menunggu dia lari-lari. “Aku belum mainan sama
teman-temanku.”
“Hah!”
Padahal selama di sekolah tadi ngapain? Bukannya
sejak masuk sekolah sudah bertemu teman-temannya. Mestinya sudah pula bermain
di waktu istirahat. Saya ragu dengan kata-katanya. Boleh jadi waktu bermainnya
yang kurang lama. Jadi perlu semacam tambahan waktu.
Okelah,
selama masih anak-anak, dia harus menikmati saat bermain. Saya mengalah.
Menunggunya sambil ngobrol bersama ibu-ibu yang anaknya juga belum mau pulang.
Hahah...ada temannya juga!
Tapi kali ini berbeda. Saya yakin dia sudah puas bermain. Tapi tidak senang. Jadi permasalahannya terletak pada saya. Oke, saya mengakui. Saya yang salah (terlambat menjemput) maka saya yang harus mengulurkan tangan
sebagai tanda permintaan maaf. Tapi si anak sudah terlanjur bete, deh. Apa yang
saya lakukan jadi serba salah juga.
“Aku
kan capek!” katanya kemudian.
“Kalau
capek kenapa tidak duduk-duduk saja,” kata saya.
“Kalau
duduk-duduk saja itu nggak seru. Nggak enak! Malah makin capek!”
Jadi
sebenarnya bermain dan tidak sama-sama capek bukan? Tapi dia bermain saja.
Dengan begitu tak terasa dia telah menghabiskan waktu bersama
teman-temannya.
Si
bungsu rupanya butuh waktu untuk memperbaiki moodnya. Masalahnya dia sudah capek. Capek sekolah dan bermain.
Termasuk capek menunggu saya tanpa kabar apapun.
Saya
terlambat 40 menit. Itu waktu yang lama yang membuatnya bertanya-tanya, “Ibu
sedang apa? Apakah ibu lupa? Kok tidak kunjung menjemput.”
Sebenarnya
saya sudah datang ke sekolah setengah jam sebelum jam pulang. Kemudian saya ada janji dengan teman-teman untuk tilik temannya yang
sakit. Sudah beberapa harit ak masuk sekolah. Sekalian saja. Toh, rumahnya
tidak jauh dari sekolah. Tapi kami asyik mengobrol hingga lupa waktu menjemput.
Saya
pikir tidak mengapa, di waktu tersebut sekolah masih ramai. Masih aman karena
ada guru kelasnya, masih ada kakak-kakak kelasnya. Bisa jadi dia malah bisa
puas bermain dengan teman-temannya.
Sebelumnya
pernah pula saya beberapa kali terlambat menjemput. Kalau terlambat sebentar
sih tidak apa. Kalau lama, saya memberitahu gurunya. Semoga saja si anak mau
mengerti. Tapi tetap saja, raut wajahnya tidak bahagia.
Belajar
dari kasus ini, sebaiknya lakukan hal berikut ini jika terlambat menjemput anak di sekolah:
- Beritahu anaknya agar mengerti (ini kalau memang direncanakan) dan tetap berada di area sekolah.
- Beritahu guru kelasnya kalau kita terlambat menjemput.
- Bertanya kabar anak kepada guru kelasnya. Ini untuk memastikan bahwa si anak masih nyaman dan aman di sekolah.
Opsi
lainnya, si anak ikut pulang teman terdekatnya. Biasanya kalau sudah akrab si
anak akan dengan mudah ikut orang tua temannya. Kita sudah janjian dulu agar tidak terjadi salah paham. Ini
juga aman karena ada orang tua yang mengawasi si anak. Sewaktu-waktu kita bisa
bertanya kabar anak.
Kalau masih ada sanak keluarga, bisa banget minta tolong menjemput anak kita. InsyaAllah kita percaya deh. Nah, kalau ada loh!
Yang
dikhawatirkan orang tua adalah jika si anak tiba-tiba keluar dari pagar
sekolah tanpa sepengetahuan gurunya. Meskipun ada pak satpam tapi itu tidak menjamin anak-anak akan
baik-baik saja. Sebagai wujud kehati-hatian, setidaknya orang tua wajib mengetahui keadaan sekolahnya. Perlu menjaga komunikasi yang baik dengan pihak sekolah, minimal guru kelasnya.
^_^
Belajar dari tulisan ini nih. Kasihan juga ya mba menunggu lama. Meskipun belum menikah, setidaknya ini bisa buat pelajaran untuk suatu saat nanti..
BalasHapusSalam kenal mba Nur Rochma
Anaknya bete nunggu lama.
HapusANakku msh TK. Deket rmh sih sekolahnya. Ada SDnya juga kompleknya.
BalasHapusKalau di sana kalau ketauan yg jemput beda gurunya telp ortuny dulu (krn tiap kelas ada grup WA).
Tp emang sebaiknya gk nelat sih. Kalau nelat bisa call gurunya biar nahan anaknya dulu.
Salahku juga sih, gak kasih tahu gurunya. Pikirku, toh aku di dekat sekolahnya.
HapusBener mba, kadang anak bete jg ya kalo nggu lama pdhal biasanya sneng aja main sambil nunggu..hehe Anakku belum sekolah mba, baru mau TK taun ajaran baru nanti, jd pengingat nih buat nantinya.. :D
BalasHapusWah, salam buat si kecil ya. Semoga senang di sekolahnya nanti.
HapusTulisan ini bisa buat pelajaran buat saya nanti.
BalasHapusSemoga.
HapusMarah karena kekhawatirannya juga mungkin ya, mba. Dipikirnya ibunya lupa jemput dia :D
BalasHapusYup, begitulah anak-anak.
Hapuskalo telat jemput rasanya bersalah banget mb kalo aku, padahal anakku ya udah gede wong udah smp kelas 8 hahaha. sedari sekolah belum berani nglepas sendiri
BalasHapusJarak rumah dan sekolah jauh ya? Ditambah jalanan ramai makin nggak tega melihat anak berangkat dan pulang sendiri.
Hapusiya. saya pernah telat jemput anak pas TK. dia kelihatan beteee banget. kasihan.
BalasHapusSi anak capek nungguin ya.
Hapus