Weekend Tanpa Ayah
Selasa, 28 Februari 2017
6 Komentar
Untuk
ke sekian kalinya, saya melewatkan hari-hari libur bersama anak-anak. Suami
sedang ada kegiatan di luar pulau. Meski hanya sementara, tapi rasanya memang aneh. Biasanya di hari Sabtu
dan Minggu, mereka menghabiskan waktu bermain bersama ayahnya.
Seperti
yang saya duga, anak-anak rupanya gampang bosan. Di rumah sepanjang hari bukan
pilihan yang tepat buat anak-anak yang sedang aktif. Padahal anak-anak ada tugas dari sekolahnya. Mengerjakannya dicicil, sambil mainan tentunya. Akibatnya tidak kunjung selesai, tapi sudah bosan!
Saya ajak keluar rumah, keliling kota, sambil mencari foto. Ah, lebay banget. Padahal selama ini saya hunting foto juga sama suami. Jadi aneh saja ketika saya menenteng kamera bersama anak-anak. Di satu sisi saya ingin anak-anak menikmati suasana yang berbeda. Tapi kemudian mereka berlarian kesana kemari. Ya, mereka butuh untuk menyalurkan energi, bukan!
Saya ajak keluar rumah, keliling kota, sambil mencari foto. Ah, lebay banget. Padahal selama ini saya hunting foto juga sama suami. Jadi aneh saja ketika saya menenteng kamera bersama anak-anak. Di satu sisi saya ingin anak-anak menikmati suasana yang berbeda. Tapi kemudian mereka berlarian kesana kemari. Ya, mereka butuh untuk menyalurkan energi, bukan!
Lama-lama
saya merasa seperti sedang main kejar-kejaran. Ya, capek juga, akhirnya kami
memutuskan untuk pulang saja. Rasanya tidak menikmati suasana seperti ini. Selanjutnya
anak-anak bebas bermain di rumah mbahnya. Tapi kemudian membuat huru-hara di
dalam rumah. Kacau banget. Kalau di rumah sendiri mungkin saya bebaskan saja. Asalkan semua bentuk kekacauan dibereskan.
Dua
anak sepertinya memiliki segudang alasan untuk bertengkar. Artinya mereka
memiliki kelebihan tenaga. Jadi saya ajak mereka melakukan aktivitas lainnya.
Saya tahu mereka pasti bosan. Suami sampai berkali-kali menelpon untuk
memastikan bahwa kami baik-baik saja. Sayangnya hanya saya yang menjawab.
Sementara anak-anak menghilang begitu saja. Sekalinya ngomong mereka
marah-marah dan telepon dimatikan. Huff!
Memang
hari libur adalah hari keluarga. Semua anggota keluarga kecuali si sulung
harusnya berkumpul. Faktanya tidak! Meski sudah berkali-kali saya katakan
kepada anak-anak, minggu depan ayahnya pulang, tetap saja gelayut kecewa
menggumpal di pelupuk matanya.
Beberapa
tahun yang lalu, saya kerap melewatkan hari libur tanpa suami. Semua rutinitas
berjalan seperti biasa. Saya mungkin sudah lupa rasanya seperti apa. Yang ada
hanya harapan agar hari segera berganti dan bisa berkumpul bersama.
Kami
telah melewati masa-masa seperti itu. Seperti biasa saya tetap melakukan
aktivitas sehari-hari. Saya masih bisa meninggalkan anak-anak untuk melakukan kegiatan
di luar rumah dan bertemu teman-teman.
Tapi
kali ini saya sengaja meluangkan waktu untuk anak-anak. Saya ingin ada bersama
mereka. Ketika kecewa, marah dan resah menjadi sesuatu yang tak terhindarkan,
saya ada di dekatnya.
Beberapa
rencana yang saya siapkan memang berhasil mengisi waktu libur. Anak-anak
memiliki kesibukan disela-sela pertengkaran. Satu acara bermain beres, ganti
lainnya. Sampai saya sendiri menjauh dari laptop dan gadget.
Seperti
waktu mereka bermain air. Awalnya di kamar mandi. Tapi kemudian menjalar hingga
depan pintu kamar mandi, lalu dapur dan ruangan lainnya. Di daerah lain
kesulitan air tapi ini malah main air. Aduh!
Sebagai
konsekuensi dari perbuatan tersebut, mereka harus membersihkan lantai. Dua anak
harus bekerja sama. Bukan saling menyalahkan. Dengan berat hati keduanya
bergerak. Tahu bukan kalau lantai licin itu justru membahayakan diri sendiri.
Yang sering jalan dan terpeleset siapa? Ya, mereka sendiri, karena ulah mereka
pula.
Saya
tidak sendirian. Ada teman-teman lain yang juga melakukan LDM (Long Distance
Marriage). Biasanya kami saling support. Memang tak mudah. Tapi kita selalu
percaya bisa melewati saat-saat seperti ini.
Kesimpulan:
- Buat para pejuang LDM (Long Distance Marriage) percayalah selalu ada cara untuk membahagiakan anak-anak. Contoh sederhananya ketika saya memasak bareng anak-anak dengan menu kesukaan mereka. Lalu makan bareng.
- Buat rencana. Tidak perlu berorientasi pada hasil. Anak-anak harus memiliki kesibukan agar bisa melewatkan hari liburnya dengan damai. Lupakan urusan rumah yang berantakan karena ulah mereka.
- Selalu memotivasi mereka untuk melakukan kegiatan positif. Misalnya yang suka menggambar, maka saya ikutan menggambar dan mewarnai.
- Luangkan waktu untuk menemani mereka. Siap mendengarkan semua cerita dan keluh kesah mereka.
^_^
walaupun tanpa suami, masih ada yang bisa membuat suasana senang libur sama anak-anak, memang ada rasa sedikit kekurangan karena tanpa suami
BalasHapusHihi...bikin seseruan bareng anak-anak biar senang.
HapusAku ga bisa bayangin gimana menjalin LDM. Ayway saut deh buat yang ngejalaninnya, karena feelnya sama nano-nanonya (ketauaan anak 90's hahhaha) dengan yang ketemu setiap hari. Yag jelas kangennya lebih berasa ya, Mbak.
BalasHapusBeneran deh. Makanya quality time sangat penting.
HapusDulu suami pernah mendapat tawaran yang lebih baik, konsekuensinya ya LDM. Dan saya menolak huhuhu.. Salut deh sama yang LDM, kalian hebat!
BalasHapusTerima kasih, mba.
Hapus