Welcome Home, My Son





Sejak bulan lalu, si sulung sudah ada rencana untuk pulang. Tapi, kami, orang tuanya masih saja ragu. Pertama, beneran pulang atau sekedar wacana. Mengingat anak suka berganti rencana. Kedua, bagaimana caranya. Orang tua suka tidak tega. Aduh, nanti naik apa, sampai rumah jam berapa, kalau macet bagaimana, kalau tidak kunjung dapat bus bagaimana, sudah makan atau belum, dst.


Moms, saya mungkin berlebihan memikirkan si anak. Padahal anaknya sudah SMA. Sudah cukup umur dan berani untuk bepergian baik sendiri maupun bersama dengan teman-temannya.

Sudah beberapa kali anak saya pulang. Bersama teman-temannya. Masalah pengalaman atau tidak, saya yakin nanti seiring dengan jam terbangnya si anak pasti terbiasa bepergian sendiri. Hanya orang tua seperti saya yang meragukan dia. Padahal anaknya loh baik-baik saja. Begitu datang langsung meluncur kisah perjalanannya. Biasalah terjebak macet.

Pertama kali naik bus sendiri (dengan seorang teman) bahkan pernah salah jurusan. Belum pengalaman di terminal. Pasti si anak kelihatan culun sehingga menarik para calo mendekat dan merayunya. Untung mereka segera sadar kalau salah jurusan. Ganti bus lagi dong. Tiba di rumah dengan selamat.

Welcome home

Berkumpul dengan semua anggota keluarga adalah kebahagiaan yang tak terhingga. Alhamdulillah. Sederhana saja, kami ngobrol macam-macam. Jadi ada family time saat weekend kemarin. Sayangnya hari Senin, ayahnya tetap harus kerja. Satu datang, satu pergi.

Ketika sedang ngumpul begini, dan tidak ada rencana pergi, saya suka masak-masak ringan di dapur. Bikin camilan untuk dinikmati bareng. Apalagi keluarga adik saya juga pulang. Ramai deh. Anak-anak senang karena memang jarang bisa berkumpul lengkap seperti ini.

Biarpun capek di dapur tapi saya senang saja. “Kak, ibu punya resep baru.” Ya sudah, langsung saja praktik. Kalau di rumah saya sering mengolah seafood, dan ini membuatnya kangen masakan pesisir.

Moms yang anaknya sudah sekolah diluar kota juga beginikah?

Membuat menu yang jarang dinikmati anak disana? Sengaja belanja makanan untuk menikmati family time? Tidak perlu muluk-muluk yang penting bikin masakan yang berbeda saja.

Jadi ingat ketika saya menjadi anak kost. Selalu merindukan masakan ibu. Bagi seorang anak, masakan ibu adalah juara. Apapun masakannya. Jangan berpikir bahwa masakan ibu seperti seorang chef. Memakai bahan yang melimpah dan ditata rapi. Tidak! Tidak selamanya begitu. Masakan sederhana dari tangan seorang ibu tetaplah juara di hati anak-anaknya. Selamanya akan dikenang. Bahkan ketika ibu sudah tidak memasak lagi. Bahkan ketika ibu sudah tiada.


 "Bagi seorang anak, masakan ibu adalah juara!"


Seperti biasa, acara pulang kampung ala anak saya, sukses dengan beristirahat yang cukup. Anaknya sedang tidak sehat. Bulan lalu, saya berkunjung dia juga sakit. Tidak parah, batuk, pilek dan demam. Tapi cukup mengganggu kegiatan belajar. Kalau lagi parah ya sampai tidak masuk sekolah juga.

Nah, saat di rumah saya ajak periksa ke dokter. Saya sempat bertanya penyebabnya. Sakitnya meski tidak parah tapi lama. Tinggal di asrama/pondok pastinya berbeda dengan di rumah sendiri. Apalagi kalau sedang sakit. Siapa juga yang merawat. Bagaimana makannya? Ah, orang tua hanya bisa bertanya lewat guru kelasnya, berdoa dan kalau parah berkunjung kesana.

Ada 3 penyebab sakit:

  1. Sistem kekebalan tubuh menurun.
  2. Lingkungan tidak sehat.
  3. Banyak virus di sekitar.

Betapapun sehatnya si anak jika banyak virus yang menyebarkan penyakit di sekelilingnya, maka akan tumbang juga. Lalu, bagaimana solusinya? Wah, kalau seperti ini saya dan juga dokternya pasti ikut bingung. Saya tidak bisa dong meminta sekolah untuk menyediakan kamar sesuai dengan keinginan kami. Fasilitas pasti terbatas. Dalam arti tidak akan sama seperti rumah sendiri. Apalagi menyoal pelayanan. Ini sekolah, bukan hotel. Sejak awal sudah diharap untuk memakluminya. Orang tua ikhlas, anak ikhlas, semuanya ikhlas. Tapi kalau anak lagi sakit, orang tua tetap galau. 

Anak-anak juga tidak mungkin terhindar dari berbagai virus. Penyakit seperti batuk dan pilek itu mudah sekali menular. Bayangkan saja, kalau dalam satu ruangan (kamar) ada yang sakit, lalu sembuh, ganti temannya sakit. Bergilir terus hingga tiba giliran anak saya. Belum lagi di area sekolahnya.

Tapi...sejauh ini anak-anak menikmati kehidupan disana. Kalau ada yang sakit, temannya membantu memberi makanan. Itu sudah cukup untuk membuat anak bisa survive. Selain karena keinginan kuat untuk menggapai cita-citanya. Guru juga menjenguk dan memberi kabar kepada wali murid yang anaknya sakit. Menurut saya, orang tua yang harus aktif. Minimal di grup kelas. Sehingga bisa mengetahui kabar anaknya. Disini kita saling mendukung, menguatkan, dan mendoakan.

Seperti beberapa minggu lalu, ketika anak saya sakit lalu diajak makan-makan di kelasnya. Waktu itu dalam satu bulan, ada beberapa anak yang ulang tahun. Dia yang tidak sekolah, terpaksa datang ke sekolah juga untuk menikmati makan siang disana. (Asrama dan sekolah terpisah)

Nah, mumpung si anak sedang libur karena kakak kelasnya sedang UN, maka biarlah dia bersantai sejenak. Yang penting bisa santai, tidak mikir pelajaran sekolah. Karena kadang pulang juga membawa tugas dari sekolah. Selebihnya sih, masih sempat main ke rumah temannya. Ketika kedua adiknya sudah pulang sekolah ya bermain bareng. Lalu, mereka menikmati pertengkaran. Seru! Atau mumpung masih anak-anak ya, eh dia sudah remaja. Tapi kedua adiknya masih anak-anak. Jadi?  

Moms, sharing dong, family time bersama anak-anak yang lagi pulang kampung!   

^_^

Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

11 Komentar untuk "Welcome Home, My Son"

  1. Mbak Nur, aku punya anak kelas 6 yang sekarang lagi seneng2nya naik angkot kalo kelar tambahan belajar di sekolah. Biasanya pake jemputan sih. Awalnya takut kenapa2 sama dia tapi lama2 berproses juga.Tetep sih was2 krn hari gini angka kejahatan makin tinggi. Bismillah aja ya mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mba. Berdoa.Semoga anak-anak aman dalam perjalanan.

      Hapus
  2. aach beneran banget, anakku juga bilang gitu, kenapa kalau ummi yang masak selalu enak. Heheee. Waah anaknya sudah SMA. Dulu aku jaman SMP juga sekolah di luar kota, kalau pulang selaluu kangen masakan ibuku.

    BalasHapus
  3. Belum tahu rasanya punya anak udah besar dan sekolah jauh, jadi anteng aja baca cerita mbak. Pengalaman baru buat nanti kalau anak sudah besar. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau anaknya sudah mandiri, dan dapat dipercaya, berani deh melepaskannya.

      Hapus
  4. baru tahu kalo anak Mba Rochma udah ada yang SMA dan sudah mandiri pula :)

    BalasHapus
  5. Ya Allah buk, saya juga merasakan hal tersebut sebagai anak rantau terkadang merindukan masakan ibuk di rumah. Meskipun makanan rumahan sangat sederhana tapi terasa lebih nikmat ketimbang jajan di resto di kota rantau hehe

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel