Kapan Anak Belajar di Rumah?





Bagi anak-anak yang sekolah di sekolah umum atau swasta, apakah sudah cukup belajar di sekolah saja?

Ada banyak ibu yang mengeluh bahwa anaknya susah belajar di rumah. Sayapun demikian. Wajar? Tidak semua anak itu dengan mudah memiliki kesadaran untuk belajar. Meski hanya sekedar mengulang pelajaran dari sekolah. Itu membosankan buat mereka. Lebih asyik bermain dan bermain.

Ada pula anak yang mood belajarnya timbul tenggelam begitu saja. Ada yang justru rajin. Tapi jujur ya, saya akan senang jika anak-anak saya termasuk anak yang rajin belajar. Iya kan?

Ada tiga hal yang membuat anak-anak harus belajar:


  1. Tugas sekolah
  2. Menjelang ujian
  3. Menjelang lomba


Nah, andaikan masalah belajar ini bisa rutin, orang tua tidak perlu susah payah mengingatkan. “Nak, ayo belajar!” Diulangi berkali-kali, seperti sebuah rekaman lagu saja.

Saya termasuk ibu yang tidak mewajibkan belajar. Dalam arti mengulang pelajaran dari sekolah. Lha? Bagi saya sederhana saja, jika si anak sudah menguasai materi, biasanya dia tidak mau mengulang. Alasannya bosan, malas, dsb. Bahkan kadang mengada-ada seperti pusing, sakit perut, segala macam sakitnya anak-anak tiba-tiba muncul deh.

Ya, sudah dicek sebentar. Lihat bukunya, apakah dia mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik atau tidak.

Saat ini urusan sekolah anak-anak dipermudah dengan adanya grup-grup WA kelas. Kalau ada pengumuman, orang tua langsung tahu. Atau memang kita ingin mengetahui perkembangan anak, langsung japri gurunya. Orang tua juga mengetahui tugas-tugas dari sekolah.

Berhubung si bungsu sudah SD, saya biasakan untuk menanyakan kegiatan di sekolahnya. Kalau mood si anak sudah baik, saya tanya pasti dijawab. Bahkan dia juga senang bercerita kejadian-kejadian “penting” di sekolah.

Dengan begitu saya berusaha merangsang si anak untuk aktif bercerita. Karena saya senang mendengarkan ceritanya. Apapun ceritanya, bagi anak adalah menarik.

Nah, kalau urusan sekolah baik-baik saja, artinya dia tidak perlu belajar. Yes! Tidak ada tugas dari sekolah. Namun kalau ada, si anak langsung cerita, kok. Lalu menunjukkan bukunya. Kalau orang tua yang ragu, benar tidak tugasnya, japri langsung kepada gurunya.

Selanjutnya saya memberikan pilihan, kapan dikerjakan. Saya tidak bisa memaksanya untuk segera mengerjakan tugas. Anak butuh jeda. Anak butuh bermain. Anak butuh istirahat.

Membuat kesepakatan dengan Anak



Belajar itu sebenarnya bisa kapan saja dan dimana saja. Tidak melulu di depan meja belajar dengan semua pelajaran sekolah. Ketika sedang membaca buku cerita itupun sesungguhnya adalah belajar.

Belajar tidak terbatas pada pelajaran di sekolah. Ada beberapa buku di rak (koleksi pribadi) yang bisa dipakai sebagai bahan belajar. Atau kadang saya dan anak googling saja. Banyak yang bisa dieksplore dari kegiatan membaca ini. Misalnya ketika membaca buku tentang gunung dan masih penasaran, langsung ngecek di internet. Oh, ternyata ada ya gunung pelangi itu. Letaknya di China. Anak puas.

Nah, kalau ada pengumuman dari sekolah tentang ujian, bagaimana dengan persiapan anak? Mengandalkan kepercayaan dari anak saja tak cukup. Orang tua sekarang ini lebih care masalah belajarnya anak-anak. Sebentar-sebentar pasti ada saja bertanya tentang materi sekolah.

Ada keuntungannya juga, karena saya tidak ketinggalan info. Kadang anak tidak menyampaikan info dari sekolah secara lengkap.

Orang tua tak perlu membandingkan dengan jaman kita sekolah dahulu. Seperti ini, dulu, saya mau ujian atau tidak, orang tua tidak terlalu peduli. Tapi saya yakin orang tua pasti berdoa yang terbaik untuk anak-anaknya. Hanya saja, ada sedikit celah yang membuat orang tua sering tak mengerti urusan sekolah anak-anak, selain membayar SPP.

Mulai kelas 1 SD anak diajarkan untuk mengenal ujian itu seperti apa dan bagaimana. Karena masih masa peralihan dari TK ke SD, ada saja keluhan anak-anak. Yang pasti mereka sangat menikmati masa bermain.

Anak saya pernah lupa belajar menjelang ujian harian. Pernah pula tidak belajar ketika ulangan susulan. Tiba-tiba ustadzah bilang, “Ananda sudah nyusul ulangan, Ma.” Ya, sudah, tetap semangat di sekolah.

Agar nyaman ketika belajar, saya dan anak biasa membuat kesepakatan tentang waktu belajar, seperti ini:


  • Setelah bermain.
  • Setelah tidur siang.
  • Setelah sholat.
  • Setelah makan.


Mengapa tidak rutin? Mengapa tidak setiap sore atau malam saja? Bagi anak saya, waktu yang dipilih itu adalah waktu yang tepat menurut dia. Haha... dia merasa siap dengan waktu tersebut. Sehingga dia bisa belajar dengan nyaman, tanpa tekanan dan tidak dalam keadaan mengantuk. Itupun tidak lama. Anak saya tidak betah belajar lebih dari setengah jam di rumah. Harus ada jeda atau selesai saja.

Kalau teman-teman bagaimana? Kapan anak-anak belajar di rumah?

^_^
Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

4 Komentar untuk "Kapan Anak Belajar di Rumah?"

  1. Kebiasannku kalau malam belajar rencana materi pelajaran keesokan harinya mba :)

    BalasHapus
  2. klo aku abis magrib mb atau biar tenang abis isya baru belajar hehehe krn aku kerja jd mau tak mau waktu itu yg aku manfaatin anakku baru tk lg senengnya belajar pdhl cmn coret2 doang atau nyulang hafalan doa hehehe

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel