Gadget: Musuh atau Teman Anak-Anak





Saya sering mendengar keluhan ibu-ibu ketika anak-anak menggunakan gadget berlebihan. Sayapun merasa demikian. Bisa dikatakan gadget ini bisa menjadi musuh dalam selimut. Musuh yang selalu mengikuti kemanapun kita melangkah. Tak peduli ketika di dalam rumah maupun sedang di luar.


Tulisan apik dari mak Yervi Hesna dalam #KEBloggingCollab dengan judul Mencegah Anak Kecanduan Gadget dengan Disiplin Positif ini sangat peduli terhadap anak-anak. Siapapun kita, pasti ingin melihat anak-anak tumbuh dan berkembang dengan bahagia. Jangan sampai dirusak oleh benda bernama gadget.

Seperti kita ketahui pengaruh gadget terhadap anak sungguh luar biasa. Waktu selama di rumah bukan digunakan untuk ngobrol santai hingga curhat tapi untuk menatap layar gadget. Konsentrasi penuh sehingga dipanggilpun tidak menyahut. Apalagi diajak ngobrol... Hampa!

Saya tidak bisa melarang, mengisolasi anak-anak dari gadget. Bisa jadi ketika si anak dilarang main dengan gadget, tapi di tempat lain seolah diumbar. Contohnya saja ketika sedang bertamu di rumah kerabat. Mau tak mau saya mengijinkan anak-anak ketika diajak bermain gadget.

Kadang saya merasa bahwa gadget ini bisa menjadi teman yang lebih akrab dari siapapun. Ketika orang tua sedang sibuk, gadget menjadi sebuah solusi. “Dikasih gadget saja biar diam.”

Sayang sekali kalau kita mengira bahwa gadget adalah solusi paling ampuh. Di satu sisi, anak-anak membutuhkan teman dan kegiatan untuk mengisi waktu di rumah. Apa daya ketika orang tua tak memiliki cukup waktu bersamanya, gadget menjadi pilihan.

Bagaimana menyiasati penggunaan gadget untuk anak-anak?

Saya pernah mengikuti seminar parenting tentang kecanduan gadget. Sudah beberapa tahun lalu, agak lupa sebenarnya. Ada yang menarik, ketika orang tua sebenarnya berpartisipasi terhadap masalah ini. Bagaimana kita memfasilitasi anak (baca: membelikan anak gadget) untuk menunjang gaya hidup mereka. Apakah kita sudah paham resikonya? Ataukah sekedar untuk menuruti permintaan anak?

Bagaimana ketika si anak kesayangan kita ternyata kecanduan gadget? Butuh terapi seperti apa. Bahkan ketika si anak telah masuk ke dalam dunianya (game). Akibatnya kurang konsentrasi, emosional, lelah mata hingga tubuh. Masih banyak akibat buruk lainnya....

Banyak pertimbangan saya sebelum memutuskan si anak berhak membawa gadget. Namun selama masih SD, saya tidak membelikan gadget.

Pada anak pertama, saya membelikan gadget ketika kelas 3 SMP. Sedangkan anak kedua (sekarang kelas 1 SMP) saya tidak membelikan, namun memakai gadget kakaknya. Karena anak pertama tinggal di asrama dan ada larangan membawa gadget.

Sementara di sekolah anak kedua saya, dianjurkan menggunakan gadget untuk waktu-waktu tertentu. Namun setahu saya, untuk tugas, pengumuman, dsb, saat ini lebih banyak dishare via handphone. Jadi tidak mungkin saya melarang sedemikian rupa. Yang ada, saya berusaha membuat batasan dan komunikasi dengan gurunya.



Contoh penggunaan handphone di sekolah anak kedua ini adalah sebagai remote robot. Pada pelajaran robotik memanfaatkan handphone untuk menggerakkan si robot sederhana. Kalau untuk tujuan seperti ini pasti bermanfaat ya. (Gambar milik temannya, semoga kalau di kelas robotik ibu dikirimi fotonya.)

Namun, karena sekolah berbasis teknologi, akhirnya anak-anak banyak menggunakan waktunya untuk bermain dengan gadget. Ini  menjadi semacam bumerang juga. Meski pihak sekolah mengatakan bahwa anak-anak harus diberikan imunitas agar bisa menggunakan teknologi dengan baik.

Masalahnya karena masih anak-anak (masa pra remaja masih disebut anak-anak bukan ya), rasa penasaran terhadap banyak hal begitu besar. Seperti ketika sedang googling, berusaha mencari tutorial untuk tugas, pastinya menghabiskan banyak waktu bersama gadgetnya. Bagaimana dia memilih konten yang cocok tanpa tertarik untuk membuka situs-situs lain.

Pendidikan bukan saja urusan dengan sekolah. Tapi sikap, perilaku dan mental harus diajari sejak dini. Anak-anak harus mengerti mana yang boleh dan tidak, mana yang baik dan buruk.

Berbeda dengan anak bungsu saya yang masih duduk di bangku SD. Saya membuat batasan kapan boleh menggunakan gadget untuk bermain game dan kapan tidak. Tetap dengan pendampingan ya.

Pada hari-hari sekolah, saya sengaja melarangnya. Saya lebih suka melihatnya bermain bersama teman-teman sebaya, atau membaca buku-buku di rumah. Atau kalau tidak ada teman, dia suka bermain pasir di halaman belakang. Memang saya sediakan pasir, truk, sekop, dsb untuk bermain.

Masalahnya, ketika si bungsu melihat si kakak yang asyik dengan gadget, diapun ingin. “Ibu, kakak main game!” teriaknya.

Bisa jadi si kakak dengan membaca pesan singkat tentang tugas sekolah atau sedang googling. Kadang mengerjakan tugas sampai malam hingga saya bertanya-tanya, "Memang tugasnya apa sampai lembur begini?" Sedangkan si adik merasa setiap bersama gadget adalah untuk bermain game.

Bagi kami, untuk melarang sama sekali penggunaan gadget tidak bisa. Derasnya arus teknologi tidak bisa serta merta dibendung. Tapi bagaimana kita bisa memanfaatkan untuk kepentingan sendiri, kepentingan umum.

Apa yang bisa saya lakukan agar anak-anak tidak kecanduan gadget?

Kadang saya berpikir, seberapa penting sih urusan gadget itu buat anak-anak. Orang tua zaman old mungkin tidak mengerti perasaan anak-anak terhadap gadget. Tapi... kembali lagi, seberapa penting urusan mereka dengan gadget?

Penting karena ada urusan sekolah. Tapi menjadi tak kunjung selesai bermain gadget karena chat dengan teman-temannya. Sambung menyambung menjadi tak berkesudahan.

Bagi orang tua chat anak-anak ini tidak penting. Tapi bagi mereka say hello, kirim gambar adalah sesuatu yang menyenangkan. Padahal setiap hari sudah bertemu dan berkomunikasi di sekolah. Tapi ya masih kurang. Makanya disambung lagi di WA.

Nah, berikut ini 3 hal yang saya lakukan agar anak-anak tidak berlebihan menggunakan gadget.

  1. Membatasi, mungkin seperti itulah yang saya pilih. Batasannya adalah waktu. Jadi kita membuat kesepakatan bersama, kapan boleh menggunakan gadget. Karena dengan batasan ini saya dan keluarga memiliki waktu tanpa gadget.Orang tua tetap memberi contoh. Kalau anaknya dibatasi waktu bermain dengan gadget, orang tua juga demikian.
  2. Selain pembatasan waktu, saya berusaha mengontrol chat anak-anak. Handphone tidak boleh digembok. Sehingga orang tua bisa mengetahui percakapan anak-anak. Seperti apa isi WA anak? Ada hoax, tulisan copas, humor dan gambar. Dalam WAG, tetap ada peran guru.
  3. Memberi ruang untuk kreativitas anak-anak. Anak-anak membutuhkan kesempatan untuk menyalurkan hobinya. Apapun itu saya berusaha memberikan kesempatan dan waktu. Saya percaya dengan kegiatan yang lebih nyata membuat mereka tetap bisa menikmati masa-masa anak-anak gembira.

Sebagai orang tua, saya menjalin komunikasi dengan guru anak-anak tentang penggunaan gadget ini. Setidaknya wali kelasnya juga mengetahui kegiatan anak selama di rumah. Apakah lebih banyak dengan gadget sampai tidak bisa diganggu atau tetap bisa menikmati kebersamaan dengan keluarga.

Selain itu saya sering sharing dengan orang tua anak-anak. Jadi kita paham kondisi anak-anak zaman now. Bagaimana mama-mama ini saling support memberikan masukan dan curhat dalam mencari solusi.

Setiap keluarga mungkin memiliki cara yang berbeda dalam penggunaan gadget. Orang tualah yang tahu kondisi anak-anak. Maka dengan memahami mereka, kita bisa mencari solusi terhadap penggunaan gadget. Kapan waktu yang diperbolehkan hingga apa saja yang bisa dimanfaatkan dari gadget. Saya yakin, orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Tulisan ini merupakan #KEBloggingCollab grup Khofifah Indar Parawansa.

^_^


Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

28 Komentar untuk "Gadget: Musuh atau Teman Anak-Anak"

  1. Menurutku memag penting banget mba untuk mengajarkan anak pentingnya menggunakan handphone ya mbaApa yang sudah mba lakukan seperti kontrol chat itu memang penting banget

    BalasHapus
  2. Awalnya aku tidak begitu ketat mengawasi anakku dalam penggunaan gadget, setelah aku perhatikan anak sangat cepat menguasai dunia internet yg awalnya cuma sebatas game sdh mulai merambah ke dunia medsos, melihat perkembangan yg sangat cepat ini oke aku mulai ekstra keras sementara gadget di ganti dulu sebatas SMS dan telpon anggota keluarga saja no medsos dan aku gunakan handphone barengan sama ummi ya sayang ini untuk memudahkan kontrolku. Penggunaan komputer Wifi hanya boleh pada hari libur dan saat ummi ada di rumah. Dg pendekatan ala ummi sangat sayang pdmu loh alhamdulillah tdk ada komplaine

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anak-anak zaman now memang cepat menyerap teknologi ya mba Maya. Makasih sharingnya.

      Hapus
  3. kakak saya punya tips manjur untuk membatasi anaknya main gadget: dia membelikan ponakan saya itu hewan peliharaan. Meskipun umur ponakanku baru 4 tahun, tapi dia 'dipaksa' untuk membantu merawat hewan peliharaannya itu dan entah kenapa dia jadi lebih seneng mainan sama guguk kesayangannya ketimbang nonton youtube. Dia juga jadi lebih bertanggung jawab, misal tiap akhir pekan dia bawa anjingnya jalan jalan dan sudah belajar membersihkan kotoran anjingnya & memberikan makan sendiri meski masih diawasi suster. Mungkin karena lebih interaktif kali ya jadi anak-anak lebih senang?

    BalasHapus
  4. Gadget kayak pisau bermata dua ya, mak. Satu sisi bisa menguntungkan. Sisi lain, bisa jadi musuh. Aku sering worit banget soal gadget ini. Dari mulai si sulung sampe si bungsu, pemakaian gadget, selalu aku pantau dengan ketat. Takut deh. Apalagi, iklan yang tiba2 muncul suka ngagetin. Dari pornografi, kekerasan, bullying, dll. Sering main bareng anak, Terutama ke luar rumah, lumayan bisa mengalihkan keinginan anak bermain gadget.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak iklannya. Kadang bukan iklan, tapi klik apa munculnya kok lain. Serem.

      Hapus
  5. Saat ini yang bisa saya lakukan adalah membatasi penggunaan gadget, mb. habis magrib udah gak ada boleh yang pegang gadget. Kadang berhasil, kadang juga gak hihihiii

    BalasHapus
  6. Kalo aku tarik ulur, mb. Kayak Kakak kan emang jadwalnya udah padet banget. Berangkat jam 6 pulang jam 6. Belum lagi kadang ada PR. Tiap hari siy dia klo pulang masih aku bolehin main game. Tapi aku tau apa gamenya. Mainnya pun online dengan kawan di sekolah, pas udah di rumah. Tapi sholat sama belajar plud pekerjaan rumah dia gak boleh kelewat

    Hape pun juga sering dipakai buat bikin video tugas sekolah. Ada grup Line juga di kelasnya. Dan aku liat isi grupnya positif. Nanya PR, nanya tugas plus obrolan ala anak remaja

    Kalau Papanya agak lebih membatasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Disesuaikan dengan kebutuhan anak ya. Makasih sharingnya.

      Hapus
  7. Iya mbak. Kerjasama dg pihak sekolah atau guru cara yg efektif utk mencegah kecanduan gadget krn banyak hal anak terkadang lebih 'mendengar' apa kata guru

    BalasHapus
    Balasan
    1. Guru lebih didengarkan anak-anak. Makanya saya suka nitip pesan sama gurunya.

      Hapus
  8. Anakku sudah berkali2 minta dibeliin hp mb yang kelas 5 SD..dan jawaban saya msh sama. Nggak. Lha wong statusnya pinjam/ pke punya ortu saja kadang mbikin telinga ilang. .

    Beneran kayak mata pisau mba. Klo di bebaskan..jadinya susah di kendalikan, soalnya nyandu bngt. Ntar giliran bljr, sholat..ogah2an.

    Tp ngaku juga, sering kebantu hp/googling. Kadang PR di buku ndak ada jwbnnya..saya sndiri dah lupa. Mbah google yang nolongin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anakku yang nomor dua juga merengek minta hape baru. Sudah, yang ada aja. Toh, masih bisa dipakai macam2. Kalau sudah libur, kayaknya pengen bebas pakai hape. Ibu jadi pusing.

      Hapus
  9. Sekarang ini saya berusaha keras buat nggak buka gadget dari jam 6 sore sampai anak tidur, karena kalau anak saya lihat saya main gadget dia juga pingin. Jadinya bukan anak saya saja yang dibatasi, tapi saya dan suami sebisa mungkin ikut nggak megang gadget kalau sudah pukul 6 sore.

    BalasHapus
  10. saya punya keponakan umur 3th di kasih gadget gitu pas dimintain balik nangisnya ga mau diam, marah ga jelas ngamuk2 gitu mba,terus Ibunya marahin sy, Ibunya bilang dy malah sembunyi2 kalau megang hp depan si anak, sy kan ga tau ya mb, menurut sy kalau digunakan utk yg bermanfaat sih ga masalah,atas waktu mainnya dibatasi, tp Ibunya bilang ini yg jd kendalanya, kalau sdh main gadgetn gitu kdg anak lupa segalanya, Ibunya dilupain, tantenya apalagi, bahaya jg buat mata kan, masih anak2 ngeri..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau sudah terlanjur mainan gadget susah ya diajak main lainnya, hihi... Kudu sabar deh sama anak kecil.

      Hapus
  11. Anakku masih belum kecanduannya HP sih mba masih bisa dibatasi krn memang masih kecil juga dia masih suka dengan bermain khayalan beda dengan sepupunya yang sedari kecil sudah pegang tablet dan skrg kelas 2 SD sudah boros kuota internet 2 minggu bisa 200ribu hehehe klo aku ra sanggup :p makanya betul banget untuk selalu membatasi n mengawasi y mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh banyak banget itu. Semoga sepupunya baik-baik saja ya.

      Hapus
  12. Iya mbak sudah harusnya sedini mungkin orang tua patut mengawasi anaknya dalam bermain gadget, karena kalau anak2 sudah kecanduan gadget atau nggak bisa lepas dari gadget ini yanh bahaya... bisa2 si anak tidak peka degan keaadaan lingkungan sekitarnya... eh imtapi jangankan anak2 orang dewasa juga banyak yang kecanduan gadget ya mbak..* heh nited juga bagi saya😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan hanya anak, orang dewasa juga. Bahkan orang dewasa yang memberi contoh penggunaan gadget berlebihan.

      Hapus
  13. iya mba.. gak perlu melarang anak bermain gadget ya, tapi yg penting bisa membatasi anak2 dlm bermain, terutama si ngegames. biasanya anak2 gak bisa berhenti kalo udah ngegames.

    BalasHapus
  14. Kuncinya memang ada di ortu ya mba. Aku juga, pada akhirnya, mengakui klo bnyk juga hal2 positif yg didapat.

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel