Demi Memenuhi Undangan
Senin, 26 September 2016
4 Komentar
Hari
Sabtu lalu saya mendapatkan tiga undangan pernikahan sekaligus. Satu di kota
saya dan dua lainnya di Surabaya. Bisa dibayangkan betapa padatnya hari itu.
Bulan
September ini bertepatan dengan bulan Dzulhijah yang sering dipilih untuk hari
pernikahan. Sepanjang perjalanan, saya melihat ada tenda-tenda untuk walimah di
pinggir jalan. Ayo ngaku, adakah teman-teman juga mendapatkan banyak undangan
pernikahan di bulan ini?
Bagi
saya dan suami, jika tidak ada halangan insyaAllah kami datang untuk memenuhi undangan.
Bagaimanapun juga sebagai sesama muslim wajib untuk memelihara tali silaturahmi
dan memenuhi haknya. Salah satunya dengan menghadiri undangan walimah.
Yang
menjadi masalah adalah jarak undangan pertama dengan kedua dan ketiga. Undangan
pertama siang hari dan hanya berlangsung selama satu jam (sesuai dengan jadwal
di undangannya). Undangan kedua dan ketiga berasal dari teman kerja suami yang waktunya
bersamaan. Dengan pertimbangan yang matang, suami memutuskan untuk menghadiri
undangan pernikahan di Perak kemudian dilanjutkan di Masjid Al Akbar. Sekali
jalan, bukan.
Hari
Sabtu pagi dimulai dengan mengantar dan menemani si bungsu yang mengikuti
ekstrakurikuler renang. Sementara kakaknya sedang mabit ketika saya pergi. Saya
sudah berpesan kepada si mbak agar dia di rumah saja setelah pulang mabit. Nanti
akan saya ajak menghadiri undangan-undangan tersebut.
Tiba
di rumah, ternyata anak saya tidak ada. Kata si mbak bermain bersama teman
sekelasnya. Pergi dengan naik sepeda. Aduh, kalau bicara sepeda ini rasanya
saya galau sekali. Bagaimana tidak, anak saya ini bisa pergi jauh tanpa pamit
kepada saya.
Saya
telepon teman anak saya. Tidak ada jawaban. Saya datangi rumahnya, ternyata
tidak ada satu orangpun disana. Saya tidak akan menyerah! Saya telepon, sms, wa
beberapa wali murid yang anaknya sekelas dengan anak saya. Juga wali kelasnya.
Sayangnya tak ada satupun yang menjawab panggilan saya. Oke, saya akan terus
mencarinya. Saya woro-woro di grup WA kelasnya.
Lama
saya menunggu jawaban. Satu orang membalas disusul dengan jawaban kecemasan
saya. Akhirnya ada seorang wali murid yang menghubungi orang tua teman anak
saya. Urusan anak saya beres. Tak lama kemudian, dia sudah datang bersama
tamannya.
It’s
time to travel! Meski travelingnya demi
memenuhi undangan, tetap saja kami pergi. Jalan-jalan loh! Anggap saja begitu! Anak-anakpun
bersorak menyambutnya.
Undangan
Pertama
Berikutnya
adalah memenuhi undangan walimah dari tetangga. Sayangnya lokasi resepsi ini terlalu
jauh bagi kami. Ada beberapa tetangga yang mengajak datang ke rumahnya saja,
sore hari. Tapi saya tak bisa karena
sudah ada rencana keluar kota.
Ternyata
mencari lokasinya tidak mudah. Suami yang sudah yakin mengetahui tempatnya,
akhirnya ragu-ragu. Mengapa tidak ada papan penunjuk di pinggir jalan. Bukankah
dahulu ada di kanan jalan. Mobil tetap melaju kencang, sementara saya
menunggunya hingga menyadari kesalahan ini.
Semakin
lama semakin menjauh dari kota kami. Bukankah kami sedang menuju ke Jenu, tapi
tidak kunjung tiba. Saya bertanya kepada seorang penduduk setempat dan ternyata
tempat yang harusnya saya datangi sudah terlewat jauh. Lho?
Jadi,
demi efektifitas, saya menggunakan GPS. Tadinya memang tidak terpikirkan untuk
menggunakannya. Yeah, kota ini kecil, pasti mudah mencarinya. Ternyata dugaan
itu salah. Saya yang lahir dan besar disini masih belum paham seluk beluknya. Jadi
inilah waktunya untuk mengenal daerahku!
Resepsi
pernikahan berada di Willis Hill Resort, jauh dari pemukiman. Ada perumahan
disekitarnya, tapi sepi. Lha, di tengah sawah dan ladang. Apalagi masih masuk
gang (jalannya sudah halus diaspal). Tidak ada papan nama Willis di jalan raya.
Tadi,
kami menghabiskan waktu lebih dari setengah jam hanya untuk kembali ke jalan
yang benar setelah tersesat. Kami datang ketika jatah waktu untuk tamu undangan
sudah berakhir. Si pembawa acara sendiri yang mengumumkan. Oh, rasanya seperti sedang
diusir saja. Tapi kami tetap menikmati sajian makanan dan minuman. Di rumah saya
sengaja tidak memasak agar bisa makan disini. Eh, mumpung!
Selanjutnya
adalah persiapan ke Surabaya. Rencananya setelah sholat ashar kami berangkat.
Faktanya, setengah lima baru berangkat. Apa yang terjadi? Suami melarikan mobil
dengan kencang. Meskipun demikian tetap saja ada kemacetan di jalan. Untungnya
tidak lama.
Undangan
Kedua
Rasanya
baru kemarin saya meninggalkan Perak, Surabaya. Sekarang saya sudah berada
disini lagi. Sebelumnya suami saya pernah dinas beberapa tahun disini.
Saya
datang tepat ketika kedua mempelai baru turun dari mobil alphard hitam. Dengan
penuh rasa penasaran saya melihat ada sekitar 5 sampai 7 tukang foto yang
sangat lincah mengabadikan momen bersejarah ini. Bukannya memandang wajah mempelai yang bagaikan
raja dan ratu itu tapi memandang kagum terhadap gerak gerik para juru foto. Ada
yang berdiri, jongkok, duduk, jalan sambil memotret dengan gesit. Jeprat-jepret
di setiap langkah mereka.
Saya
masih berdiri di depan penerima tamu. Melihat tingkah para juru foto yang lihai
itu saya merasa seperti berasal dari planet lain yang tersesat di bumi. Suami menegur
saya yang sedang mlongo. Maafkan aku! Seolah dari semua angle pasti
ada bidikan juru foto. Ada pula dua wanita yang memberi komando kepada
teman-temannya dan kedua pengantin. Semua kru yang berpakaian hitam dan rapi
bergerak dengan cepat. Diiringi musik saxophone tunggal, kedua mempelai
berjalan pelan menuju singgahsana. Di depannya dua anak perempuan sebagai
pengiring menaburkan sobekan mawar putih ke karpet.
Di
dalam ruangan yang terasa indah itu saya melihat seorang juru foto dengan dua
kamera. What? Apa nggak kurang? Apa nggak berat di leher? Apa saya yang ndeso
ya? Ada photo booth yang ramai oleh pengunjung. Di depannya ada tangga
kecil, kayaknya buat duduk si tukang fotonya. Sementara disampingnya ada mesin
pencetak foto yang dijaga dua orang.
Ada
beberapa properti untuk mendukung “gaya” dalam foto. Tapi setahu saya tidak ada
yang memakainya. Konsepnya boleh juga, meski saya tetap heran. “Buat apa sih, acara
walimah kok ramai tukang foto.” Ternyata setiap undangan mendapatkan kartu yang
bisa ditukar dengan berfoto disana. Hasilnya langsung diberikan kepada kita.
Dengan
dua undangan di waktu yang bersamaan rasanya cukup wajar jika saya berusaha
menyediakan sedikit ruang di perut. Demi makanan! Andai bisa dibungkus...ah dibawa
pulang saja. Dimakan nanti kalau sedang lapar.
Undangan
Ketiga
Jadwal
dalam undangan hingga pukul 21.00. meski perjalanan lancar tetap saja kami
datang hampir pukul sembilan malam. Maksud hati mau mencari makanan ringan saja
karena perut masih terasa kenyang. Tapi tidak ada satupun makanan kecil dan
ringan disana. Yang masih tersisa adalah nasi dan teman-temannya.
Daripada
langsung pulang saya ikut mencicip es campur saja. Sayangnya tenggorokan saya
kurang bersahabat. Ditambah si bungsu yang sudah merengek sejak di dalam mobil.
Mengantuk berat!
Waktunya
pulang! Saya bertanya apakah suami masih kuat menyetir mobil sampai di rumah.
Sekitar dua hingga dua jam setengah lagi. Katanya masih sanggup. Tapi anak-anak
sudah sangat mengantuk. Kami membawa baju ganti dalam koper buat jaga-jaga jika
memang tidak jadi pulang. Demi anak-anak, kami mencari penginapan saja di dekat
masjid.
Dalam
keadaan lelah seperti ini cuma satu yang diinginkan. Tidur! Mencari tempat
menginap terdekat setidaknya butuh waktu 15 hingga 30 menit dengan bantuan GPS.
Sambil jalan saja barangkali ada atau terlihat di jalan. Beberapa tempat memang
terlewat karena di waktu malam mata kurang bisa fokus karena remang-remang atau
gelap.
Kami
berhenti di homestay Zio syariah, di Gayung Kebonsari. Saya, suami dan anak-anak
tidak perlu berdiskusi panjang tentang fasilitas dan harga homestay ini. Yang
namanya homestay pasti berbeda dengan hotel. Standar banget. Karena kami
sengaja mencari sesuai dengan kebutuhan dan budget. Kami sudah capek dan
mengantuk, tak ada alasan lain.
Sebelumnya,
kami melihat kamar. Mau mencari di tempat lain? Tidak! Lalu suami membayar
biaya penginapan. Beres! Yang kami butuhkan adalah tempat untuk tidur bersama
kedua anak dengan nyenyak.
Benar
saja, setelah masuk kamar saya ajak anak-anak untuk menggosok gigi. Setelah itu
mereka langsung tidur pulas. Saya lihat wajah bening mereka, “Terima kasih
sudah menemani ayah dan ibu di hari yang melelahkan ini”.
Minggu pagi adalah saat yang ditunggu anak-anak. Saya ajak mereka ke Masjid al Akbar lagi. Bermain bulu tangkis bersama ayahnya, dilanjutkan jalan-jalan dan memenuhi janji kami untuk membeli es krim kesukaan mereka.
Minggu pagi adalah saat yang ditunggu anak-anak. Saya ajak mereka ke Masjid al Akbar lagi. Bermain bulu tangkis bersama ayahnya, dilanjutkan jalan-jalan dan memenuhi janji kami untuk membeli es krim kesukaan mereka.
^_^
Pokoknya kalau saya ada 2-3 undangan walimah, gak mau makan banyak. Dikit aja. Karena sedikit ditambah sedikit jadinya banyak juga. Beberapa bulan lalu juga kami ada undangan yg menyediakan photo booth, di masa kini untuk yang berkesanggupan itu udah standar ada. Saya juga baru ngalamin.
BalasHapusHahaha..maklum mba, daku ndeso nih....
HapusSaya kalau ada undangan walimahan ga pernah nyentuh menu utama. Pasti yang saya cari makanan yang aneh2 gitu, macem es atau sate atau kadang soto. *kemudian ngebayangin makanan*
BalasHapusMakanan yang aneg gimana mba? Aku nyari yang jarang kumakan seperti pempek (didaerahku pempek rasanya beda, kebab,dsb.
Hapus