Mencuci Tangan, Dulu dan Sekarang
Minggu, 23 Oktober 2016
6 Komentar
Sebagai
seorang ibu, saya ingin anak-anak terbiasa dengan kegiatan mencuci tangan. Nah,
saya ingin mengulas kegiatan ini di masa dahulu hingga kini. Ada yang berbeda
karena manusia ingin agar kebutuhannya terpenuhi.
Sekilas
masa anak-anak
Dulu,
untuk cuci tangan saya tidak pernah merasa repot. Ayo ngaku, kita di saat masih
anak-anak, sering mencuci tangan atau tidak? Repot amat sih, sebentar-sebentar
mesti cuci tangan!
Untuk
mencuci tangan ada beberapa cara ajaib. Mungkin ada diantara kita yang pernah
mengalami atau melihat seperti ini, dilap dengan baju. Ih, jijik!
Nah,
kalau cuci mulut merasa malas biasanya dilap saja dengan lengan baju. Sampai ada
yang lengan bajunya nempel noda makanan. Itu adalah lap paling efesien di muka
bumi.
Ini
cerita cuci tangan kok jadi cuci mulut sih. Tidak apa ya. Please! ini bukan
semacam pengakuan dosa, cuma untuk mengenang masa kecil saja. Apalagi masa
kanan-kanak saya dulu tidak ditemukan tissue yang melimpah seperti sekarang. Tissue
basah maupun cairan pencuci tangan masih belum ada.
Maka
berbahagialah anak-anak sekarang dengan berbagai kemudahan dalam mencuci
tangan. Berhagialah anak-anak yang telah menghabiskan banyak tissue demi memiliki
tangan yang bersih. Hiks..hiks...dan sebagai ibu, semoga tetap bisa mengajarkan
untuk mencuci tangan dengan yang bersih dan hemat.
Kembali
ke masalah cuci tangan jaman dulu. Mungkin juga ada yang dilap dengan roknya. Yang
cewek nih! Ada lagi, setelah makan gorengan, tangan kita pasti licin. Nah,
daripada mencari harus berdiri, jalan entah satu dua langkah demi mengambil
lap, mending menggosok-gosokkan kedua telapak tangan saja. beres. Tidak licin
banget, tapi lumayanlah. Selain digosokkan di tangan, ada yang menggosokkan di
kaki. Ih, jijik! Tapi itulah faktanya.
Cuci
Tangan Jaman Sekarang
Saya
senang ketika saya melihat anak-anak mencuci tangan tanpa dikomando. Saat
itulah saya merasa sukses mengajari anak untuk mencuci tangan setelah
beraktivitas. Terutama yang mengandung unsur kotor. Selain itu, mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan (jika makan menggunakan tangan).
Kesuksesan
ini ternyata tidak selamanya menyenangkan. Iya kalau anaknya sih
senang saja. Tapi
saya? Aduh, anak senang kok tidak ikut senang. Let’s me tell you!
Kegiatan
mencuci tangan itu kalau dilakukan di rumah entah itu di rumah sendiri, rumah
kerabat, teman maupun rumah makan, tidak masalah. Tapi kalau dalam perjalanan. Apalagi
jaraknya cukup jauh dan tidak memungkinkan untuk sesegera mungkin mencuci tangan.
Masak mau mencuci tangan saat dalam perjalanan sih! Sementara si anak sudah mulai
rewel....
Permasalahan
seperti bisa diatasi dengan membawa tissue basah, tissue kering dan cairan
untuk cuci tangan. Benarkah masalah akan selesai begitu saja?
Ehm...anak-anak
itu selalu memiliki tema buat bikin “drama”.
Setelah
mencomot satu kue, dia teriak, “Ibu, cuci tangan!” baru satu kue loh. Dan acara
makan-makan ini belum selesai.
Oke,
saya sodorkan tissue basah. Beres! Lalu gantian, kakaknya yang mencomot kue. Dia
cuci tangan dong! ambil tissue basah lagi. Berlanjut dengan kue-kue berikutnya.
Kalau begini caranya tissue bakal habis seketika. Masak ambil satu kue cuci
tangan, ambil lagi cuci tangan. Dua anak bergantian.
Saya
memang biasa menyediakan snack dalam mobil. Sederhana saja, agar anak-anak tinggal
ngemil kalau tiba-tiba lapar. Lumayan bukan, buat mengganjal perut selama dalam
perjalanan. Selain itu agar mereka senang saja karena snack itu adalah kesukaan
mereka.
Lalu
saya bilang agar mereka habiskan makannya baru cuci tangan saja. Eh, bukannya
setuju tapi malah mengubah wajah ceria mereka menjadi cemberut.
Drama
cuci tangan ini ternyata penyebabnya bermacam-macam. Kadang sudah diantisipasi
tapi tetap gagal. Contohnya ketika tiba-tiba si anak minta tissue basah karena
tangannya lengket. Saya lihat ke belakang (anak-anak duduk di bangku belakang),
kok tidak ada aktivitas makan. Lalu kenapa tangannya lengket? Aneh bin ajaib!
Kadang
memang tidak perlu lagi dipertanyakan alasan mereka. Hanya masalah sepele yang
menurut saya sih tidak perlu harus mencuci tangan. Apalagi sampai nangis. Tidak
ada efeknya. Tidak pula mengubah keadaan menjadi lebih baik. Tissue basah yang
saya berikan tidak mempan. “Minta air!” katanya kemudian.
Saya
menatap wajahnya. “Tanganku masih lengket,” balasnya.
Oh,
jadi tangan lengket itu harus dibersihkan dengan air. Memangnya kita sedang
dimana? Ini dalam perjalanan. Mau cuci tangan dimana? Mana mungkin ayahnya mau
berhenti gara-gara mau cuci tangan.
Untungnya
si anak masih mau menunggu hingga tiba di tujuan. Eh, tujuan kita sih lagi
wisata alam. Di parkiran langsung saja dia mengambil botol mineral, lalu
menuang ke tangannya. Beres. Tidak ada drama lagi.
Saya
hanya melongo memandanginya. Ya, bagaimana lagi, sudah terjadi. Lalu wajahnya
kembali cerita. Anggaplah ini sebagai keadaan darurat. Meski sebenarnya di
tempat ini ada air.
Pesan
moral
- Anak-anak sekarang lebih konsumtif. Berbagai macam produk saat ini dibuat sedekat mungkin dengan kita. Mau mencari apapun ada. Dekat. Coba saja, mencari tissue, mulai dari warung kecil hingga minimarket. Sambil jalan, anak-anak bisa teriak beli saja di ****mart, dsb.
- Orang tua tetap aktif menyukseskan gerakan mencuci tangan bersih dan hemat. Jangan bosan dan ragu. mungkin kelihatannya sepele, cuma mencuci tangan, tapi efeknya luar biasa. Dengan mencuci tangan, anak-anak belajar hidup bersih.
Sumber gambar: pixabay
Untuk pemakaian tisu saya termasuk agak ketat ke anak-anak. Saya tidak membiasakan menggunakan tisu. Di mobil saya selalu menyediakan serbet sebagai pengganti tisu. Tapi untuk urusan cuci tangan, anak-anak memang harus selalu diingatkan....
BalasHapusWah hebat idenya, pakai serbet ya.
HapusAku sejak kecil udah kebiasaan mencuci tangan dulu sih kalo masuk rumah, mau makan, abis pegang uang. Bapak orangnya disiplin banget, dan ini sekarang kulakukan pada anak-anak juga :)
BalasHapusHebat mba.
HapusKalau aku kadang-kadang khilaf...
karena kesehatan berawal dari tangan yang bersih ya
BalasHapusSetuju. Sebagai orang tua kudu rajin mengingatkan ya.
Hapus