Cita-Cita Ibu
Selasa, 15 Agustus 2017
12 Komentar
Beberapa
kali saya mendapat pertanyaan dari anak-anak, “Apa cita-cita ibu?”
Ketika
mereka masih kecil, membayangkan sebuah cita-cita itu sesuatu yang absurd. Bagaimana mungkin mereka menginginkan
menjadi seorang dokter, sedangkan yang mereka ketahui tentang dokter sebatas
memeriksa pasien, memberi resep, menyuntik, memberi nasihat terkait penyakit.
Tapi kata “menjadi dokter” itu sesuatu yang lumrah alias sering sekali
dikatakan anak-anak.
Bagi
anak-anak, cita-cita adalah pekerjaan yang diinginkan ketika dewasa nanti. Katakanlah
menjadi dokter, pilot, guru, tentara, polisi, astronot, arsitek dan presiden.
Atau ada yang ingin menambahkan?
Dulu,
ketika si tengah masih belum sekolah, dia bercita-cita menjadi seorang sopir
truk. Lucu ya. Alasannya sederhana. Waktu itu si anak sering melihat truk yang
mengangkut pasir. Lalu baknya bisa terbuka perlahan. Dia senang sekali. Baginya
itu sesuatu yang luar biasa.
Seiring
dengan berjalannya waktu, cita-cita anak berubah. Ketika dia melihat sesuatu
itu menarik, saat itulah cita-citanya berubah. Ada yang lebih keren lagi. Begitulah
seterusnya. Bahkan ada yang berubah karena terpengaruh teman.
Si
bungsu beda lagi. Dia suka menggambar dan bercita-cita menjadi seorang arsitek.
Ya, cita-cita berkaitan erat dengan suatu kegemaran!
Lalu
bagaimana dengan cita-cita ibu? Apakah
ibu yang sudah tidak muda ini masih boleh memendam cita-cita? Apakah ibu yang
sehari-hari di rumah ini masih pantas untuk bercita-cita seperti anak-anak?
Apakah ibu yang sudah tidak bersekolah formal ini masih bisa bercita-cita?
Ah,
saya ragu. Entah bagaimana menjelaskan kepada mereka. Tentang pekerjaan saya,
anak-anak pasti tahu. Namun tentang cita-cita...
Saya
mulai bercerita saja. Ketika kecil saya juga memiliki cita-cita. Sama seperti
anak-anak lainnya. Cita-cita saya berubah. Total!
Hanya
saja cita-cita orang tua tidak sama seperti cita-cita anak-anak pada umumnya.
Cita-cita saya berubah, seiring dengan berubahnya waktu, seiring dengan
bertambahnya pengalaman hidup dan harapan.
Hidup
itu dinamis. Segala yang berhubungan dengan cita-cita juga demikian. Saya tidak
mau pasrah, menerima begitu saja, apapun kehidupan ini. Menjadi ibu rumah tangga, di rumah saja atau
bermasyarakat, saya tetap bercita-cita.
Anak-anak
harus tahu. Ibu tidak diam di rumah. Ibu bergerak, berusaha menggapai
cita-cita. Ibu bisa belajar dari mana saja. Tidak terbatas dengan sesuatu yang
formal.
Jadi, apa
cita-cita ibu?
Cita-cita
ibu sederhana. Ingin menjadi manusia yang bermanfaat. Menjadi istri sholihah,
ibu yang baik dan apapun itu adalah untuk kebaikan. Usia bertambah, segala yang menyertainya
berubah. Untuk poin-poin yang ingin saya raih dalam sisa usia ini biarlah saya
simpan.
Mungkin
kita biasa menyebutnya sebagai target. Ada target harian hingga tahunan. Tapi
sudahlah, kadang pencapaian terget itupun menguap. Kemudian saya galau...
Berapapun usia kita, bercita-citalah. Berusahalah menggapainya.
Di
mata anak-anak, cita-cita saya masih absurd.
Sulit dicerna pemikiran mereka. Sesuatu yang tidak ada dalam kamus cita-cita
mereka.
Mereka
akhirnya membantah, “Harusnya cita-cita ibu jadi dokter. Atau jadi....”
Kemudian
saya jawab, “Ibu sudah pernah sekolah. Sudah pernah kuliah, tapi ibu tidak
kuliah kedokteran. Jadi ibu tidak bisa jadi dokter. Ibu jadi dokternya adik
aja, ya. Kalau adik sakit, ibu yang memberi obat, memijit, mengoles minyak.”
Tapi
si anak menggeleng.
“Ya,
sudah jadi perawat aja.”
Menggeleng
juga.
Kadang
saya merasa lucu. Ketika si anak tetap memaksa saya untuk menyatakan cita-cita
seperti kemauan mereka. Ada yang aneh? Tidak. Saya orang tua, sedangkan dia
anak-anak.
Menjadi
orang tua membuat cita-cita saya semakin luas. Cita-cita tentang anak,
kehidupan berumah tangga, dan kehidupan selanjutnya. Banyak yang saya
diskusikan dengan anak-anak.
Intinya
saya ingin anak-anak bisa menerima saya seperti ini. Saya adalah ibu rumah
tangga yang bercita-cita memiliki anak-anak yang sholih, yang ilmunya bisa
bermanfaat buat agama, dan masyarakat.
Diskusi
tentang cita-cita dengan anak-anak itu seru. Semangat dan harapan mereka
meluap. Orang tua seakan diajak berlari menemani mereka, mencari cita-cita dan
menggapainya. Doa ibu selalu menyertai langkah-langkah kalian!
Untuk apa sih kita memiliki usia yang panjang, harta melimpah, tenaga yang kuat dan ilmu yang tinggi. Untuk diri sendiri? Ataukan untuk menunjukkan betapa kita adalah manusia yang tangguh diterpa ujian.
Harapan
semua orang pasti untuk memudahkan menggapai cita-cita.
Semoga!
^_^
Setelah menjadi ibu punya cita-cita jadi "ibu&istri yang baik" utk anak-anak&suami, ini udah jadi impian beaar setiap pr ya mba, cukup rasanya :)
BalasHapusIya, mba.
HapusCita-cita yang sederhana tetapi butuh perjuangan.
BalasHapusItulah cita2 seorang ibu. Sebuah cita-cita yang sangat mulia untuk keluarga.
TOP....👍👍👍👍👍
Perjuangan tanpa lelah, perjuangan yang ikhlas...
Hapuswalaupun kalau kita sudah mencapai cita2 kalau tidak ada cita2 yang lebih lagi.. rasanya hampa..
BalasHapusCita-cita itu dinamis, berubah sepanjang pengalaman hidup dan harapan hidup seseorang.
Hapusiya.. kenapa ya orang tua kalo ditanyain cita cita suka bingung
BalasHapusdija aja gak bingung jawabnya
langsung aja bilang, cita citaku dokter
tapi trus ganti ... sekarang pingin jadi pembuat roti dan kue
hahahhaa
Karena pemahaman orang tua dan anak berbeda.
Hapusamin. semoga terwujud y mbk. walaupun sederhana, tp merealosasikannya g mudah. semangat mbk! :)
BalasHapuscita citaku jg sring berubah ubah hehe
Aamiin.
HapusBetul cita-cita bisa berubah seiring berjalannya waktu dan tak kenal usia berapapun kita tetap harus punya cita-cita
BalasHapusMakasih mba Maya.
Hapus