Candu Itu Bernama Buku



Beberapa koleksi buku

Baca buku itu mirip candu! Bikin ketagihan. Apalagi kalau ada serialnya. Bikin penasaran. Terus, pengen segera baca sampai habis. Tidak percaya?

Ada semacam kesenangan dan kenikmatan ketika perlahan melahap rangkaian kata-kata dalam sebuah buku. Bagi seorang book lover, buku adalah cinta sejatinya. Setiap jengkal pengalaman, pengetahuan, pesan, dan segala “rasa” yang tertuang menyimpan keindahan yang tak kan lekang oleh waktu.

Saya mengenal perpustakaan sejak SD. Saya mulai mengenal macam-macam buku bacaan. Pada jam istirahat, saya datang dan mulai membaca. Saya ingat ada sebuah buku dengan gambar seorang anak, di kepalanya tumbuh tanaman. Saya belum selesai membaca. Saya menebak-nebak isinya. Hingga terbawa dalam mimpi. Sebuah ketakutan menghampiri. Saya sering tanpa sengaja menelan biji buah-buahan. Saya bayangkan jika biji itu tumbuh di atas kepala saya pasti sangat mengerikan.

Mulai remaja, bapak mengijinkan saya membeli majalah. Ada majalah Anita, Hai, Gadis dan Hello yang menjadi koleksi. Tidak rutin membelinya. Kadang-kadang juga pinjam punya teman. Pas di sekolah suka membaca bergiliran. Lalu kita bahas topik-topiknya. Seru!

Saat kuliah itulah saya bertemu para pecandu buku. Beruntung tinggal di rumah kost dekat perpustakaan wilayah. Saya bersama teman-teman sering menghabiskan waktu untuk sekedar membaca. Ya, membaca apa saja. Koleksinya cukup banyak dan membuat anak desa seperti saya terkagum-kagum. Maklum baru kali itu merantau ke kota besar.

Well, kebiasaan baik harus ditularkan. Kepada siapa? Yang pasti kepada orang terdekat dahulu. Anak-anak saya. Pada merekalah tumpuan masa depan saya.  
Lalu kepada teman-teman dekat dan tetangga. Sayangnya ada beberapa buku saya yang tak kembali setelah dipinjam. Ada pula yang sengaja meminta buku. Ya, sudah dikasih saja. Saya yakin, buku itu pasti dibaca.

Bagi saya buku secara fisik lebih menguntungkan. Anak-anak yang mulai belajar membaca, mudah mengeja kata-kata. Buku bisa dibaca perlahan, santai, mengulanginya lagi, menyentuh kertas, membolak-balik halaman dan merasakan sensasi tulisan. Mata juga tak dipaksa bekerja keras.

Ada kalanya ebook menjadi pilihan. Sesuai dengan kebutuhan, efisiensi dan selera orang. Yang penting masih dalam koridor membaca dan mendapatkan manfaatnya.

Untuk mengunjungi toko buku saya harus membuat perjanjian dengan anak-anak. Biasalah, urusan isi dompet kadang sedikit membuat otak harus berpikir kreatif. Setiap anak berhak memilih buku dengan budget yang telah disepakati.

Sekarang ini perpustakaan ada dimana-mana. Banyak koleksi buku di sekolah anak-anak. Mulai TK sudah diajarkan untuk meminjam buku. Nah, mau tidak mau, orang tua harus membacakan buku pada anaknya. Salut buat para guru ya. Di setiap kota ada perpustakaan umum dan perpustakaan keliling. Tempatnya juga nyaman. Tunggu apa lagi! Yuk datang dan baca koleksi bukunya.

Ada lagi perpustakaan digital. Tidak perlu keluar rumah, cukup duduk manis dan mulai cari-cari buku yang kita inginkan. Semua kemudahan itu semakin mendekatkan kita untuk giat membaca.

Semoga saja semua kemudahan ini berbanding lurus dengan peningkatan minat baca masyarakat Indonesia hingga pelosok nusantara. Pemerintah, swasta dan LSM hendaknya bergandengan tangan mengedukasi sekolah-sekolah. Mengoptimalkan fungsi perpustakaan di daerah-daerah dengan berbagai reward, lomba, seminar, kegiatan lain untuk para pelajar. Mendekatkan buku-buku dan memberi kemudahan mengakses internet.

Book lovers, jika ingin memperbanyak koleksi buku, gampang kok. Silakan mampir ke Stiletto Book. Penting lho belanja buku! Karena otak kita juga butuh asupan gizi dari membaca. Buku-buku dari Penerbit Buku Perempuan bisa  menjadi pilihan bijak.

Buat ibu-ibu, mbak-mbak, mas-mas, atau siapa saja yang sibuk, berikut tips agar tetap dekat dengan buku.

  1.  Niat yang kuat. Segala sesuatu harus dimulai dengan niat yang kuat. Buat apa kita membaca? 
  2. Bacalah walaupun sedikit. Lama kelamaan akan menjadi kebiasaan baik.
  3. Baca, baca dan baca. Setiap ada waktu luangkan untuk membaca. 
  4. Buku buat dibaca bukan buat bantal. Ini nih yang menjadi alasan baca buku tidak kunjung selesai. Karena bacanya menjelang tidur, lalu ketiduran deh.
  5. Bawa buku ketika bepergian. Masukkan ke dalam tas. Sebaiknya bukan buku yang tebal ya. Daripada bete menunggu, mengantri, alangkah baiknya dipakai untuk membaca.
  6. Bergabung dalam komunitas. Tempat yang tepat untuk diskusi seluk beluk buku. Apalagi kalau bisa saling pinjam buku dan bertemu penulis. Wuih, senangnya!
Nah, kalau sedang berselancar di dunia maya, jangan lupa baca, dan baca. Banyak iklan buku bersliweran disana. Scroll up and down, ada Stiletto Book gak ya? Bukan hanya sibuk bersosmed ria. Tahu-tahu sudah menghabiskan banyak waktu hanya melihat timeline yang tak ada habisnya.

Selamat menikmati sajian istimewa dari buku. 

***

Nama  : Nur Rochmaningrum
Fb       : nur rochmaningrum
Twitter: @NRochmaningrum
email  :  nurrochma@gmail.com

Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

2 Komentar untuk "Candu Itu Bernama Buku"

  1. Envy banget mbak pernah ngekost di dekat perpustakaan wilayah huhuhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. He..he..iya, mbak. Seringnya disana ketemu teman2 sesama perantauan.

      Hapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel