Yakin Bisa Breastfeeding?
Jumat, 19 Agustus 2016
4 Komentar
Saya
adalah ibu yang gagal. Sejak melahirkan anak pertama, saya merasa bersalah
karena tidak mampu memberikan ASI layaknya ibu-ibu lainnya.
Kegagalan
memberikan ASI tersebut seolah merongrong kepercayaan diri saya sebagai seorang
ibu yang sempurna. Siapapun pasti menginginkannya. Entah bagaimana caranya. Jujur,
saya ingin sekali bisa mendekap erat si bayi sambil menyusuinya. Pihak rumah
sakit di tempat saya tidak memberikan edukasi seperti yang saya inginkan. Pada
waktu itu, setiap bayi lahir selalu diarahkan untuk membeli susu. Tepat sekali,
sebagai serang ibu, saya adalah calon konsumen yang bisa diandalkan.
Jelas
saja, saya tidak bisa menyusui, maka mau tak mau saya mesti membelikan susu
formula. Demi anak saya berusaha memberikan yang terbaik untuknya.
Mengapa
saya tidak bisa breastfeeding?
Sebagai
pasangan yang baru menikah, lalu hamil dan melahirkan, saya minim informasi
masalah ini. Saya sendiri masih merasa tabu dan malu untuk bertanya kepada orang tua dan
orang-orang disekitar. Jadi, masalah berlarut-larut tanpa bisa saya atasi.
Sementara itu saya tinggal bersama orang tua, sedangkan suami bekerja diluar kota. Sepertinya lengkap sudah masalah yang saya hadapi. Sendirian, meraba-raba solusi masalah ini. Benarlah kata pepatah, "Malu bertanya sesat di jalan".
Saya sendiri tidak mengerti mengapa saya memiliki abnormal breasts. Akibatnya saya kesulitan menyusui. Sementara orang-orang disekitar hanya menyalahkan saja. Saya diam dan merenungi keadaan ini.
Sementara itu saya tinggal bersama orang tua, sedangkan suami bekerja diluar kota. Sepertinya lengkap sudah masalah yang saya hadapi. Sendirian, meraba-raba solusi masalah ini. Benarlah kata pepatah, "Malu bertanya sesat di jalan".
Saya sendiri tidak mengerti mengapa saya memiliki abnormal breasts. Akibatnya saya kesulitan menyusui. Sementara orang-orang disekitar hanya menyalahkan saja. Saya diam dan merenungi keadaan ini.
Memupuk
keyakinan
Setelah
kegagalan breastfeeding ini, saya berjanji dalam hati untuk bisa memberikan ASI
kepada anak kedua.Saya sudah bertekad untuk tidak mengulangi ketidaktahuan itu. Saya yakin ada jalan keluarnya.
Suami
sangat mendukung. Apalagi waktu itu saya sudah tinggal bersamanya. Jadi
perasaan lebih tenang karena ada suami siaga. Terlebih, ini mampu memupuk rasa
percaya diri saya.
Selanjutnya
setiap periksa kehamilan saya usahakan untuk berkonsultasi ke dokter atau
bidan. Semuanya mendukung saya. Memberikan pengarahan untuk melatih agar ASI
bisa keluar saat bayi lahir. Seperti pemijatan di area payudara sehingga
memudahkan aliran ASI. Saya lakukan secara rutin dan terus menerus hingga
menjelang kelahiran.
Hari-hari kehamilan saya pergunakan untuk memperbanyak bacaan tentang itu. Berkumpul dengan ibu-ibu muda yang baru memiliki anak. Wah seru, sepertinya setiap hari selalu saja ada kejadian yang perlu untuk dibahas. Apalagi kalau bukan seputar kehamilan dan parenting. Tidak ada habisnya!
Hari-hari kehamilan saya pergunakan untuk memperbanyak bacaan tentang itu. Berkumpul dengan ibu-ibu muda yang baru memiliki anak. Wah seru, sepertinya setiap hari selalu saja ada kejadian yang perlu untuk dibahas. Apalagi kalau bukan seputar kehamilan dan parenting. Tidak ada habisnya!
Anak
kedua lahir. Harapan saya untuk bisa breastfeeding masih menggunung. Ternyata tidak
mudah. Saya merasa hampir gagal. Usaha saya selama ini...ah sudahlah! Saya
mendengarkan penjelasan dari bidan, bahwa bayi baru lahir sanggup bertahan
tanpa ASI ataupun susu. Tapi sampai kapan? Lalu keadaan saya, apakah seperti
ini terus?
Saya
benar-benar galau. Bayangan tiga tahun silam muncul kembali. Menghantui usaha
saya selama ini. Tidak! Saya tidak ingin dijajah oleh perasaan bersalah ini. Saya
tidak bisa memberikan ASI. Huh! Apakah saya harus menyerah pada keadaan lagi?
Atau saya menyalahkan tubuh ini? Lalu membenci diri sendiri? Ibu macam apa
saya?
Seorang
perawat mengerti kegalauan saya. Dengan senang hati membantu saya. Meletakkan
bayi sedekat mungkin dengan saya sehingga mau menghisap ASI. Sayangnya, usaha
ini tetap sia-sia. Perawat ini dengan sabar mengajari saya dan memaksa saya. Mengajak
saya untuk tetap tenang dan mengeluarkan segala daya upaya.
Aduh,
mau menyusui saja kok susah bin repot! Berbagai posisi dicoba untuk menyesuaikan dengan abnormal breast saya. Perlahan ASI mulai
keluar. Saya senang bukan kepalang! Sayang sekali, kegembiraan itu harus segera
usai. Saya masih kesulitan menyusui bayi. Sebenarnya si mulut mungil si bayi
sudah mencari-cari tempat menyusunya. Sayang sekali ada sedikit masalah dengan
tubuh saya sehingga akhirnya bayi menangis terus. Lalu menolak. Mungkin dia
lelah untuk mencari- cari.
Keyakinan
itu masih ada. Saya yakin bisa! Bisa! Bisa!
Percayalah
dengan keyakinan. Karena keyakinan itu menuntun saya ke jalan yang akan saya
lalui berikutnya, yang saya cita-citakan. Demikian besar keyakinan tersebut
hingga semua penghalang terasa seperti kerikil saja.
Alhamdulillah
Allah memberikan kesempatan yang indah. Saya benar-benar bisa menyusui. Saya
terharu sekali. Tak terasa semua gundah dan beban berat hilang sudah. Saya
merasakan kenikmatan dan kebahagiaan menjadi seorang ibu.
Saya
tidak sendiri
Beberapa
waktu lalu saya bertemu dengan seorang ibu yang hebat. Yeah, bisa saya katakan
demikian karena kisahnya jauh lebih berat daripada saya.
Ketika
kita dilahirkan di dunia ini tentu semua berharap memiliki tubuh yang ideal dan
normal. Sehingga tak perlu kerja keras untuk membentuknya menjadi seperti yang
kita inginkan. Tapi, kalau ternyata ada bagian kecil dari tubuh yang tak
seperti kita inginkan, apa hendak dikata, hendak dilakukan?
Saya
paham, pastinya teman saya sungguh risau ketika mendapati dirinya tak bisa
langsung menyusui. Namun dia bisa berbangga hati karena keluarga, teman,
dokter, dan perawat sangat mendukung keinginannya untuk menyusui si bayi.
Selama hampir tiga hari teman saya berusaha keras agar ASI bisa keluar. Selain
mengkonsumsi obat dari dokter, dia juga minum jamu untuk melancarkan ASI.
ASI
berhasil keluar tapi jumlahnya sangat sedikit. Tidak masalah baginya. Keyakinan
tetap dipupuk. Sambil tetap melakukan usaha kerasnya, hingga beberapa hari
berikutnya ASI mulai lancar. Selamat, ya bu!
Sebagai
ibu muda, seringkali saya dihadapkan pada banyak tradisi dan mitos. Nah, kalau
menyangkut hal-hal seperti ini di satu sisi saya tidak ingin menyakiti hati
orang tua, sedangkan disisi lain saya ingin merdeka. Tentu saja merdeka dalam
artian berdiri sendiri. Bukan dengan merasa benar sendiri. Tapi tetap dengan
menghargai pendapat orang tua yang notabene sudah makan asam garam pengalaman
memiliki dan mengasuh bayi.
Kesimpulan
Dengan
pengalaman saya selama mengupayakan ASI, saya berharap setiap ibu yang hamil
tetap optimis bisa memberikan ASI. Jangan lupa untuk berikhtiar dan berdoa. Pegang teguh keyakinan
tersebut.
Satu
lagi, usahakan untuk mencari lingkungan yang mendukung kita. Misalnya, mencari
rumah sakit yang mendukung program ASI. Terutama sekali dukungan keluarga.
Karena keluarga adalah orang terdekat yang akan bersiap untuk menyambut
kedatangan bayi dengan segala kerepotannya.
Jangan lupa untuk tetap belajar. Meski sudah pernah melahirkan, tapi bagi saya masih perlu untuk menambah wawasan. Tak ada salahnya untuk membuka lagi buku-buku tentang kehamilan dan parenting. Sambil bersantai ria browsing tema ini. Hingga akhirnya yakin akan menjalani masa-masa yang menyenangkan sebagai seorang ibu.
Dalam rangka merayakan Pekan ASI Dunia (pada tanggal 1-7 Agustus), mari kita dukung para ibu untuk tetap semangat memberikan ASI kepada anaknya.
Jangan lupa untuk tetap belajar. Meski sudah pernah melahirkan, tapi bagi saya masih perlu untuk menambah wawasan. Tak ada salahnya untuk membuka lagi buku-buku tentang kehamilan dan parenting. Sambil bersantai ria browsing tema ini. Hingga akhirnya yakin akan menjalani masa-masa yang menyenangkan sebagai seorang ibu.
Dalam rangka merayakan Pekan ASI Dunia (pada tanggal 1-7 Agustus), mari kita dukung para ibu untuk tetap semangat memberikan ASI kepada anaknya.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Give Away ASI dan Segala Cerita Tentangnya.
Semoga menang ya ...
BalasHapusMakasih, mba. Aamiin.
Hapussetuju, jangan pernah menyerah utk memberikan yg terbaik utk bayi kita, berupa pemberian ASI :)
BalasHapusIya, mba. Semoga saja rumah sakit-rumah sakit semakin terbuka untuk program ASI.
Hapus