Ibu dan Penyakit Kanker
Kamis, 11 Januari 2018
7 Komentar
Sangat
berat bagi saya ketika menulis kisah ibu dengan perjuangan melawan penyakit kanker payudara. Ada banyak
kisah yang sejatinya hanya ingin saya simpan erat-erat. Menimbunnya dalam diam dan mengenang hanya kebaikannya saja. Mengingat masa itu saya seperti sedang
memasuki pintu ajaib Doraemon dan menemukan kembali kepingan-kepingan kisah bersama
ibu, lima tahun lalu. Ketika kami berpacu dengan waktu. Berpacu dengan harapan dan ikhtiar.
Aroma rumah sakit seperti menjadi teman bagi keluarga saya. Begitu akrab. Seperti menemukan keluarga baru, kami berkenalan dengan keluarga-keluarga pasien, saling membantu menampung resah dan memberikan semangat.
Bagi saya moment berkesan saat ibu sakit adalah saat mendampinginya. Meski emosi saya waktu itu seperti roller coaster yang melaju dan melaju. Ya, Allah maafkan saya! Hmmm...sebagai anak, saya merasa apa yang bisa saya lakukan buat ibu tidaklah cukup. Tidak akan pernah!
Bagi saya moment berkesan saat ibu sakit adalah saat mendampinginya. Meski emosi saya waktu itu seperti roller coaster yang melaju dan melaju. Ya, Allah maafkan saya! Hmmm...sebagai anak, saya merasa apa yang bisa saya lakukan buat ibu tidaklah cukup. Tidak akan pernah!
Tulisan mak Harie Khairiah mengajak kita untuk mengenal seperti apa sih penyakit kanker itu. Sehingga kita lebih aware dalam menyikapinya. Yang belum membaca bisa mampir ya. Mengenal Lebih Dekat Kanker, Yuk!
Waktu itu saya dan keluarga besar fokus untuk melakukan berbagai pengobatan buat ibu. Masalah pengobatan apa yang hendak dipilih tidaklah mudah. Karena semua keputusan ada di tangan ibu. Ibu yang sakit. Ibu yang membutuhkan pengobatan intensif. Namun semua harus dengan kelapangan hati ibu juga.
Mengantarkan berobat kesana-kemari dengan ikhlas? Mencarikan rumah sakit untuk berobat? Atau berobat alternatif? Semua menjadi begitu samar. Meski tetap saja ada doa yang melangit. Ada usaha untuk memulihkan kesehatan ibu.
Mengantarkan berobat kesana-kemari dengan ikhlas? Mencarikan rumah sakit untuk berobat? Atau berobat alternatif? Semua menjadi begitu samar. Meski tetap saja ada doa yang melangit. Ada usaha untuk memulihkan kesehatan ibu.
Atau
mungkin memilih menjadi tempat curhat yang asyik? Ah, apalah saya yang seringkali
merasa tak berdaya menghibur ibu. Ya, ibu lebih memilih untuk memendam
segala resah di hadapan anak-anaknya. Menutup luka yang menganga. Menyembunyikan
di balik senyum tipis itu.
Saya berusaha mengembalikan selera makan ibu. Tapi sungguh ini pekerjaan yang berat. Selera makan ibu
menurun sangat drastis sejak penyakit kanker semakin menyebar ke anggota tubuh terdekatnya. Sejak awal kemoterapi. Melihat makanan saja rasanya sudah eneg. Bagaimana mungkin
meminta ibu untuk makan?
Sebagai
solusi saya memilih untuk menuruti keinginan ibu. Kadang ingin makan sesuatu
kemudian saya segera membelikannya. Atau memasak dalam jumlah yang sangat
sedikit. Itupun tidak membuat selera makan pulih.
Sejujurnya
saya kesulitan untuk mengatur menu. Konsultasi ke dokter rasanya seperti sedang
membaca buku. Harus patuh pada nasihat dokter tidak akan menurangi konflik tentang
makanan. Kemudian kembali lagi kepada ibu sebagai pasien. Apa yang diinginkan
ibu saya turuti saja. Itu lebih baik daripada saya memperpanjang konflik dengan
melarang menu-menu yang diinginkan. Sementara menu dari rumah sakit begitu
membosankan.
Pilih pengobatan alternatif atau medis?
Note:
Saya menulis dari pengalaman. Bisa jadi pengalaman setiap pasien berbeda. Feel free, ya!
Sebelum
memutuskan berobat secara medis, banyak dijumpai pasien kanker yang mencari
pengobatan alternatif. Ini juga terjadi pada ibu dan orang-orang disekitar
saya. Juga banyak orang yang menyarankan untuk melakukan pengobatan di
tempat-tempat tertentu.
Pengobatan
alternatif ini bermacam-macam. Ada yang memang dari dokter yang kemudian
mempelajari herbal. Ada juga yang dari “katanya”. Yang terakhir ini sungguh
berbahaya. Karena tidak ada dosis maupun cara penggunaan yang standar. Apalagi jika membicarakan tolok ukur keberhasilannya. Masih abu-abu.
Biasanya
begitu mendengar ada orang sakit, banyak orang disekitar yang memberikan
nasihat. Mulai dari tempat berobat hingga biaya. Mulai dari yang medis hingga
alternatif. Dari yang menggunakan herbal hingga terapi psikis. Nah, yang
alternatif ini biasanya dicari karena lebih hemat. Benarkan demikian?
Tidak
juga. Biaya pengobatan alternatif tidak ditanggung BPJS atau asuransi kesehatan
bukan? Biaya alternatif mulai yang seikhlasnya hingga bertarif sudah pernah
dijalani ibu. Hasilnya? Ibu kembali ke pengobatan secara medis.
Wallahu a'lam.
Sebagai manusia, kita hanya bisa berdoa dan berusaha menurut tuntunan agama. Selebihnya
kita pasrahkan saja kepada Allah. Dialah yang memberikan kesehatan dan
kenikmatan dalam hidup ini. Dialah yang menetapkan batas usia kita. Semoga kelak kita dikumpulkan di jannahNya. (Jadi rindu ibu)
Tips mendampingi orang sakit:
Sedikit
tips berikut bisa kita lakukan dalam mendampingi orang yang sedang sakit. Dalam
kasus saya adalah orang tua. Semoga berkenan ya!
- Berbaik sangka kepada Allah. Apapun yang terjadi, yang menjadi ujian kita adalah karena Allah. Maka berbaik sangkalah kepadaNya. Lebih baik menata hati untuk sabar dan ikhlas.
- Belajar memahami emosi penderita. Di saat emosi sedang tak stabil, orang-orang di dekat penderita sebaiknya mampu memberikan semangat dan dukungan untuk ketenangan batin.
- Membantu secara materi. Ada waktu, tenaga dan tentu materi yang tercurah untuk kebaikan orang tua.
Tulisan
ini merupakan tanggapan untuk #KEBloggingCollab dari grup Khofifah Indar
Parawansa.
^_^
salam turut prihatin mba - teriiring do'a smg sentiasa turun pertolongan dan mukjizat Allah..- tetap semangat ya mba ..
BalasHapussaya pun pernah merasakan merawat Tante yg sakit gagal ginjal, menyesal krn rasanya blm bisa memberikan yg terbaik, hingga Tante berpulang.. - saling medo'akan ya mba .. Barokallah
sehat,sakit.. datangnya dr ALLah, tawakal.. serahin semua ke yg maha kuasa,
BalasHapusBuat Ibunda mba Nur, semoga bs pulih dan sehat lagi.. aamiin ya rabb
Penyakit kanker sekarang penyakit yang sering kita jumpai di Indonesia, keluarga syaapun ada juga yang terkena, dan saya juga tahu apa yang Mbak rasakan saya juga sudah tinggal Almarhum bapak karena gagal ginjal. Mungkin sedikit tips buat teman2 semua, hindari masakkan instan, bumbu2 instan, kalau bisa masaka sendiri bawa bekal untuk menghindari kanker. Soalnya kanker masih sulit jika harus didektisi sedini mungkin.
BalasHapusPenyakit kanker masih menjadi momok terutama bagi kaum wanita yg lebih rentan terkena dr pada kaum adam
BalasHapusTrimakasih tips mendampingi orang sakitnya mbak, sangat bermanfaat :)) almarhumah umiku jg dulu sakit kanker. Semangat selalu buat kita. Salam, muthihauradotcom
BalasHapusKanker. Sering banget denger penyakit kanker terutama diderita wanita. Ya Rabb semoga kita semua dapat terhindar dari hal itu.
BalasHapusSaya ketika hospital visit bersama relawan pernah ketemu pasien yg akhirnya kembali ke medis. Dia cerita habis biaya utk pengobatan herbal sekitar 7 juta sebulan.
BalasHapus