Ke Yogyakarta, Jangan Lupa Mampir di Malioboro
Jumat, 23 Februari 2018
24 Komentar
Assalamualaikum
Entah
magnet seperti apa yang dimiliki Malioboro sehingga para wisatawan yang datang
ke Yogyakarta sepertinya “harus/wajib” meluangkan waktu untuk sekedar foto-foto
disini. Rasanya memang belum afdol jika berkunjung ke Yogyakarta tanpa mampir
ke Malioboro. Walaupun hanya sekedar jalan dan mengambil gambar, Malioboro
patut dipertimbangkan. Padahal Malioboro adalah kawasan padat (padat pedagang
dan wisatawan).
Awalnya
Malioboro bukan termasuk destinasi yang akan saya kunjungi. Tapi kemudian, saya
ingin mencari kaos yang ada tulisan Yogyakarta
buat oleh-oleh keponakan. Kalau bisa mau mencari yang murah saja. Tetap kudu
hemat. Lupakan yang bermerk dan berkualitas bagus. Waktu saya tak banyak buat
hunting seperti itu.
Saya
dan si sulung sore itu naik taksi online menuju Malioboro. Tepat ketika
liburan, tepat ketika Malioboro penuh sesak. Si sopir mengatakan tak sanggup
mengantarkan hingga Jl. Malioboro. Kalau mau ya diturunkan di jalan terdekat.
Saya setuju saja, lha bagaimana lagi, sudah terlanjur naik, kok.
Akhirnya
kami diturunkan di jalan kecil dekat Jl. Malioboro. Di jalan tersebut sudah
penuh sesak. Antara mobil, sepeda motor dan manusia, semuanya berebut jalan. Ya
Allah, beginikah suasana liburan! Semua orang sepertinya memiliki kesamaan
waktu, tempat dan keinginan untuk menikmati liburan.
Pak
sopir memberi petunjuk arah. Saya mengangguk saja. Langsung berjalan menuju
Malioboro. Kemudian galau... sebenarnya kesini mau mencari apa dan dimana? Oke,
kami mencari bangku untuk sekedar melepas penat. Tapi susah, karena sedang ramai!
Menunggu sebentar ketika ada orang yang mulai berdiri meninggalkan bangku.
Misi
selanjutnya adalah membeli kaos. Saya tak peduli apa merknya yang penting dari
Yogya atau ada tulisan yang mengandung unsur Yogya. Ingat dompet! Satu lagi,
waspada dengan harga yang ditawarkan pedagangnya.
Ternyata
kekhawatiran saya akan harga yang melambung tak terbukti. Saya bisa membeli
beberapa kaos dengan harga yang tertera di kertas yang dilaminating. Jadi para
pembeli bisa bertanya dulu atau mau sekedar membaca harganya biar tidak
pingsan. Boleh... boleh.
Kaos
lengan panjang saya beli dengan harga Rp 40.000 sedangkan lengan pendek Rp
35.000 untuk ukuran dewasa. Murah atau mahal? Saya tidak tahu. Saya tidak pandai menawar. Saya suka bingung dengan harga
pasar.
Tanpa
perlu berlama-lama akhirnya urusan baju selesai. Lagipula langit makin mendung.
Saya tidak memiliki waktu lama disini. Takut hujan juga. Takut tidak bisa
pulang. Aduh... pak sopir saya mesti mencarinya kemana kalau tidak ada yang mau
mengantar kami pulang.
Di
sepanjang jalan Malioboro banyak tukang becak yang menawarkan jasa. Apa naik
becak saja ya? Tapi tempat menginap kami jauh. Ops salah, hanya 5 km dari
Malioboro dan pak becak mau mengantarkan kami pulang.
Saya
percaya saja dengan omongan sopir taksi tadi. (Dia mengatakan kalau sedang
ramai seperti ini taksi online tidak akan mau mengambil penumpang di
Malioboro). Saya tidak memesan taksi online melainkan naik becak.
Wah,
naik becak ternyata asyik saja. Sambil memandang wajah Yogyakarta dan menikmati
angin sepoi-sepoi, becak melaju membelah jalanan yang ramai. Oh ya, saya
memilih becak yang dikayuh ya, biar lebih santai. Meski si bapak sudah agak
sepuh, namun berhasil meyakinkan kami bahwa dia sudah terbiasa mengantarkan
penumpang. Kalau ke tempat yang saya tuju masih tergolong ringan.
Keesokan
harinya, suami mengajak kami jalan-jalan ke Malioboro. Katanya mau foto-foto.
Maklum foto saya sore itu masih minim. Tidak lebih dari lima biji. Tujuan sebenarnya
bukan hunting foto, melainkan kaos.
Pagi
hari kami lebih leluasa untuk mengeksplore Malioboro. Bahkan bisa parkir
sembarangan di pinggir jalan. Awalnya memang agak takut. Kami belum bisa
membaca situasi disini. Tapi begitu melihat ada satu mobil yang dengan damainya
diparkir di pinggir jalan dekat perempatan, kami ikut saja.
Pagi
itu geliat para pedagang makanan mulai terlihat di Malioboro. Beberapa warung menyiapkan
menu makanan. Membawa belanjaan dan memasak di lokasi. Dan ya, orang-orang yang
mampir untuk urusan makan. Atau sekedar menyesap secangkir kopi.
Di
tepi jalan ada satu, dua becak yang ditunggu pemiliknya. Berharap pagi itu
disambut wisatawan yang ingin keliling Yogya.
Note:
Jika
ingin mengambil gambar di Malioboro sebaiknya pagi saja. Sekitar pukul 06.00,
kita bisa foto dengan latar 0 km.
Akhirnya
kami bisa mencari bangku kosong dengan leluasa. Foto-foto di Malioboro termasuk
tanpa gangguan orang yang hilir-mudik belanja maupun yang sekedar jalan-jalan. Sepi.
Melihat
bangku-bangku yang kosong di pedestrian rasanya ingin duduk dengan damai. Santai
banget pagi itu. Orang-orang yang bersepeda tinggal menaruh saja sepedanya lalu
cekrek. Sementara yang sedang jalan pagi menyempatkan diri untuk sekedar duduk.
Mau selonjoran bahkan tiduran di bangku, boleh banget.
Namun
foto dengan latar 0 km masih membutuhkan kesabaran. Seru saja ketika kami harus
mengantre. Beberapa kali anak saya diminta memotret orang-orang. Semua sudah
saling tahu, siapa yang datang dulu, urutan ke berapa. Semua orang sepertinya
waspada. Satu (rombongan) orang selesai foto-foto segera saja urutan berikutnya
maju. Jadi jangan berharap bisa menyerobot!
Foto
disini seperlunya saja. Tiga-lima jepretan sepertinya sudah cukup. Yang penting
tidak blur. Tidak enak kalau
berkali-kali dan ditunggu banyak orang. Sayang si bungsu tidak fokus. Dia
sedang terpana dengan pesawat! Pose natural ya, dek!
Lokasi
favorit buat pepotoan adalah di perempatan dengan background gedung BNI. Mumpung sepi dan suasana mendukung. Saya melihat
banyak orang juga suka dengan background
gedung BNI ini. Bangunan kuno seperti ini terlihat klasik dan begitu khas.
Sayang
saya lupa membawa snack dan minuman. Mungkin bagi orang dewasa ini bukan
masalah. Sedikit menahan lapar. Toh nanti masih bisa menikmati makan pagi. Tapi
tidak bagi anak-anak. Jalan bersama anak-anak seperti ini, orang tua mesti
sadar diri. Sebentar saja sudah haus, apalagi sejak keluar dari penginapan tadi
belum ngemil apapun. Telinga seperti dikorek terus-menerus dengan rengekan.
Untungnya
ada penjual kue (jajan pasar) keliling. Beli kue buat mengganjal perut. Kalau
warung-warung di pinggir jalan sudah ada beberapa buka. Minimarket juga ada. Setelah
urusan perut beres, saya agak santai menghadapi anak-anak.
Sebelum
mengakhiri jalan-jalan di Malioboro, saya melihat ada penjual gulali. Makanan yang
mengandalkan bahan utama gula ini terlihat masih tidak familiar bagi anak-anak
saya. Tapi melihat bentuknya yang cantik – bunga dan love – warnanya juga
menarik, akhirnya mereka tertarik membeli. Dua gulali. Masing-masing berbentuk
love dan bunga.
Rasa
manis disesap perlahan. Kadang tidak sabar jadi digigit dan dikunyah saja. Seperti
permen, namun gulali hanya menghadirkan rasa manis saja. Meski hidup tak
selamanya manis. Eh....
So,
kalau teman-teman lagi di Malioboro suka pepotoan dimana? Sharing dong!
Happy
traveling!
^_^
Aaahhh kangen Jogja.
BalasHapusBerkali2 ke Jogja tapi baru sekali mampir dan foto di Malioboro.
Duluuu banget pula hampir 9 taun lalu.
Keadaannya belum sebagus sekarang 😀
Yogya memang bikin kangen.
HapusJogja memang keren.
BalasHapusAda juga blogger yang berasal jadi Jogja, namanya Andi Nugraha kenal kah? Ha ha ha.
Keliatan banget Jogja-nya dari gambar di atas. Pengen kesana tapi belum bisa kesampaian.
Kenal di dunia maya. Dari saling komen di blog dan Ig.
HapusTerakhir saya solo traveling ke jogja makan di maloboro pecel ayam kaki lima. Masa di tembak 35K
BalasHapusItu sama aja makan dengan 2 porsi berdua kalo di Jakarta.
Menyebalkan
Nah, berita yang kayak gitu juga aku dengar dari sopir taksi online. Jadi pas ke Malioboro aku nggak beli makanan. Cuma beli lunpia dari bakul lewat. Nggak sampai ke warung.
Hapusngak mau mampir ahhhh....takut nyasar :)
BalasHapustpi jln Malioboro sangat terkenal sampai kedaerah saya di Sumatera..... jadi pnasaran juga. :)
Terkenal!
HapusJustru malioboro selalu kulewatkan kalo ke jogja. Ngga sanggup mba ruame pol
BalasHapusIya, ramai. Tapi kalau pagi sepi dan nggak tergoda buat belanja.
HapusJadi kangen Jogja aaa. Kusuka nongkrong di nol kilometernya kalo malem ngeliatin rame orang seru bgt
BalasHapusNggak sanggup ramainya.
HapusJadi kangen jogja aja mba :D
BalasHapusPernah ke jogja tapi belum mampir ke malioboro, belum pernah 5x, hehe
Memang Yogya selalu bikin kangen.
Hapussaya pernah ke Malioboro pas long weekend, ampun deh ramainyaaa..
BalasHapussaya cuma tahan 15 menit langsung cabut dari situ.
sepertinya klo mau sepi sih memang harus pagi2 yaa
Nggak kuat ditengah keramaian ya.
HapusKalau aku paling seneng pepotoan di depan kantor pos dan bank bni kak.. Hhh
BalasHapusEmg jogja tuh magnetnya kuat banget buat aku pribadi :)
Tempat yang kece deh.
HapusTerakhir ke Malioboro saat liburan semester kemarin.. saya kesana malam hari bersama keluarga dan bener aja mba ramainya pol.. butuh kesabaran kalau mau parkir di suatu tempat hehe..
BalasHapusKalau cuma mau foto mending pagi saja.
HapusItu...itu gulali yang jadi idola waktu jaman SD, masih ada ya di Jogja, di Jakarta udah nggak ada lagi loh mak
BalasHapusIni kayaknya kebetulan aja ada bakul gulali. Akupun sudah lama tak makan gulali langsung beli aja.
HapusAku malah belum pernah poto di malioboro...😀
BalasHapusHarga kaosnya standard mba..memang segitu. Yang bahan halus kan? Klo yang tipis murah lagi.. ada yang 15 ato 20 an ribu malahan..
Biasanya yang jadi mahal itu makanan mba..lesehan itu klo di malioboro
Makanya aku nggak beli makanannya mba. Banyak yang ngomong begitu ya.
Hapus