Percakapan di Meja Makan



Apa kabar teman-teman?

Semoga selalu dilimpahkan kesehatan, reseki, kebaikan dan kebahagiaan.  
Ada banyak hal menarik yang terjadi ketika saya, suami dan anak-anak duduk bersama menikmati makan pagi, siang dan malam. Tapi seringnya kalau hari libur. Makan tidak diburu-buru dengan jam masuk sekolah, pelajaran ekstra, atau jadwal lainnya.


Jika makan pagi seringkali tidak bisa tenang karena sesekali bahkan berkali-kali saya mengintip jam dinding. Saya sudah mirip alarm yang diputar berulang kali. Tapi kalau dibiarkan si anak bungsu tidak tahu waktu. Asyik mengaduk-aduk makanan.

Nah, ketika hari libur sekolah, dan kerja, kami bisa makan diselingi dengan cerita-cerita. Kadang ada cerita seru, lucu, sedih bahkan miris. Kadang ada benar-benar mendengarkan, kadang juga tidak. Fokus dengan film atau mainan di hadapannya.

Begitulah, keinginan kami memang seringkali berbeda. Si bungsu bisa saja makan sambil bermain lego atau pasir mainan, namun lama. Si tengah sambil menonton film tapi tetap melihat jam. Kemudian suami dan saya yang selalu ingin lebih banyak waktu untuk ngobrol apa saja.

Sebagai orang tua saya ingin setiap saat ada waktu untuk bicara. Tapi begitulah, anak-anak suka tidak fokus. Apalagi kalau hari libur, saya memberikan kesempatan untuk bermain termain bermain gadget.

Dari rumah ini, saya ingin anak-anak bisa diajak berkomunikasi. Dengan tatapan, gesture dan fokus pada pembicaraan. Saya tidak mau diduakan dengan gadget. Coba kalau itu menimpa mereka. Pasti sama–sama tidak suka.

Ngomong yuk!

Percakapan di meja makan dimulai dari hal-hal yang ringan. Kadang suka tidak nyambung. Pokoknya suka-suka saja ngomongnya. Tapi tetap ada nilai kesopanan. Mengingat waktu seperti ini bersama anak-anak, saya lebih suka bicara tentang anak-anak. Misalnya ada kejadian apa di sekolah. Info terbaru dari gurunya. Sambil menggali informasi sebanyak-banyaknya dari mereka.

Suatu hari, suami bertanya menu makan di rumah. Saya katakan kalau tadi memasak sayur asam.

“Tadi siang di kantor juga makan sayur asam,” kata suami.

“Memangnya aku janjian sama kantor buat masak sayur asam?” kata saya yang kemudian hening.

Minggu lalu saya mencoba bikin nasi kebuli, suami meminta nasi sedikit saja. Padahal ya tidak banyak. Separo piring putih itu. Saya katakan, “Coba dimakan aja. Nanti kalau nggak habis, aku yang habisin.”

Tapi dia tetap protes, “Kebanyakan. Nanti nggak habis. Aku paroan sama adik. Ini buat kamu aja...”

Hasilnya, nasi ludes lebih cepat daripada perkiraan saya.

Sementara anak-anak kadang menolak sayur tertentu dengan alasan dia tidak suka. Pernah juga karena berebut makanan. Biasanya karena mendapat makanan kotak dari tetangga dan kerabat. Padahal di rumah sudah ada makanan. Kalau makanan kotak ini terbatas jadinya lebih enak dan menarik daripada masakan di rumah.

Yang menarik itu ketika si kakak makan lebih cepat daripada adiknya. Kemudian berangkat sekolah. Aih... disitu si adik merasa terkalahkan. Padahal tidak ada maksud untuk balapan makan. Kemudian si adik mogok makan. Terbayang deh jika saya ingin perpanjangan pagi buat merayu anaknya.

Belum lagi kalau ada makanan tercecer di lantai. Entah karena buru-buru mengambil makanan atau karena tak sengaja. Misalnya ketika sedang mengambil makanan dan kena tangan adiknya. Jatuh juga makanannya. Berhamburan. Kalau yang jatuh cuma nasi, gampang buat memungutnya. Kalau nasi, kuah plus lauk. Aduh ini bukan tercecar lagi. Mesti membersihkan lantai dengan mengepelnya. Kalau posisi ceceran makanan dekat piring si anak, saya langsung menebak itu ulahnya. Tapi kadang agak jauh juga dan tidak ada yang mengakui. Ya sudah, ibu yang turun tangan.

Pernah ditanya anak, “Ibu kenapa hari ini masak nasi kebuli? Kalau tidak bikin nasi kebuli, ibu mau memasak apa? Kenapa harus nasi kebuli?”

Saya cuma ingin masak saja. niatnya biar bisa masak macam-macam. Biar tidak membosankan. Kalau menunya ganti-ganti artinya saya mesti berjuang mencari resep baru, mengolah berbagai bahan makanan agar cocok di lidah kami.

Kadang-kadang obrolan ketika makan ini seputar sekolah. Seperti baru-baru ini ketika si bungsu diganggu temannya. Saya bisa percaya kepadanya. Tapi hati hati terlanjut jengkel. “Kok bisa sih? Kenapa adik diam saja. kenapa adik mau diperlakukan seperti itu.”

Masalahnya ada anak yang memang senang bercerita tentang segala yang dialaminya. Ada juga yang perlu dipancing agar mau bicara. Saya jadi rajin bertanya. Sementara anak-anak hanya perlu berkata jujur dan berani mengungkapkan perasaannya. Nah, ketiga anak saya seperti ini.

Kadang karena malas makan, mendadak anak-anak mempunyai banyak alasan. Mulai dari sakit perut, pusing, capek, nanti dulu, nggak mau makan ini itu... Lama kelamaan saya hafal juga. Mana yang benar dan mana yang cuma alasan saja. 

Contohnya ini:

“Ibu, mengapa timunnya pahit?”

“Masak sih. Ibu kok makan-makan aja.”

“Tapi timunku pahit, ibu. Aku nggak mau makan.”

“Memangnya kalau kamu beli sendiri, tahu nggak mana yang pahit dan tidak?”

Timun sukses tidak dimakan. Aduh...

Jadi percakapan di meja makan itu bagi saya penting juga. Manfaatnya antara lain:

  • Family time, bonding antara anggota keluarga
  • Meningkatkan, memperbaiki komunikasi keluarga
  • Mengajak anak-anak mengungkapkan perasaannya
 

Well, sejatinya percakapan di meja makan adalah satu cara untuk berkomunikasi secara efektif bersama keluarga.

^_^



Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

2 Komentar untuk "Percakapan di Meja Makan"

  1. Seru banget ya, kalau adik dan kakak udah pada ngerti :D

    Aaahhh merindukan masa seperti ini lagi, dulu kami seperti ini, bisa makan malam atau sarapan bareng, sebelum si bayi lahir.

    Sekarang susaaahhh, yang ada saya dan suami gantian makan, sambil mendengarkan celoteh si sulung yang gaaaaakkk ada ujungnya, sampai-sampai saya dan suami gak punya waktu ngobrol hanya melalui WA saja hiks..

    Seru memang ya bisa ngobrol di meja makan, macem-macem yang bisa diobrolin, jadi ingat masa kecil saya, gak pernah makan sendiri-sendiri, makannya harus barengan, tapi gak boleh ngobrol kecuali diperbolehkan oleh bapak hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak seru. Nggak enak kalau makan sendirian, mba.

      Hapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel