#saveocean Mulai dari Kita

sealife


Pernahkah teman-teman kecewa ketika berkunjung ke sebuah pantai? Ketika keadaan pantai jauh dari ekspektasi kita. Laut bening, pasir putih dan langit yang biru. Tak perlu membayangkan kecantikan pantai seperti foto-foto dalam lukisan atau Instagram. Cukup datang dan lihat suasana pantai secara nyata. Ketika pantai membuat mood traveling kita ngungsep to the max. Ketika datang ke pantai lalu pengen cepat-cepat pulang.

Argh... saya pernah, beberapa kali. Dalam hati... aduh kok begini banget. Datang ke pantai mendadak bete. Padahal kalau lihat foto-foto yang beredar di dunia maya kok cakep. Apakah si fotografer mengedit foto sedemikian rupa sehingga enak dipandang mata. Atau ada faktor lainnya?

Well, ada banyak pantai yang secara nyata jauh dari kesan menyenangkan. Ketika sampah menjadi pemandangan yang biasa. Baiklah, saya ingin cerita tentang menumpuknya sampah di pantai. Masalah sampah ini benar-benar membuat mood traveling saya ngungsep. Tidak terpikir bakal mengijinkan anak-anak main pasir di pantainya. Saya tidak tega jari anak-anak bermain dengan sampah.

Mungkin terlihat sepele, ah sampah cuma segitu. Hei, segitu saja! Eh begitu didekati lumayan juga. Lalu yang disana, disana dan disana. Masih sepanjang mata memandang loh. Kalau dikumpulkan jadi gunungan sampah juga. Bagaimana mata ini memandang pantai yang berubah menjadi gunungan sampah. Oh, no!



Menurut Wikipedia, sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Bisa juga dikatakan bahwa sampah merupakan material sisa baik dari hewan, manusia maupun tumbuhan yang tidak terpakai lagi dan dilepaskan ke alam dalam bentuk padat, cair dan gas. Sebenarnya kalau dilihat dari jenisnya, sampah ini macam-macam. Namun saya menulis secara umum saja.

Tidak perlu jauh-jauh mencari contoh sampah yang membuat rusuh pantai. Di Tuban yang merupakan kota pesisir, saya gampang menemukan aneka macam sampah di pantai. Cukup melangkahkan kaki ke pantai di kota Tuban, pasti bisa menemukan sampah. Apalagi di pantai yang berbatasan dengan perkampungan nelayan. Sampai speechless, melihat rupa-rupa sampah. Pokoknya sembarang sampah, baik dari rumah tangga , pabrik maupun sampah dari manusia, hewan dan tumbuhan.

Waktu itu saya dan suami lagi pengen di pantai, berburu sunrise. Mencari pantai yang dekat saja biar mudah untuk pulang. Ini sudah beberapa kali main di pantai yang tidak terawat. Karena sudah terlanjur ya sudah kami tetap berburu foto. Tapi dengan menyembunyikan sampah. Ya, kalau mau diupload di media sosial lalu ada sampah yang menggunung rasanya kok “tidak” banget. 

Ada juga sampah-sampah yang dilempar ke pantai oleh pedagang kaki lima. Begitu ada gelombang laut, sampah-sampah ini ikut terbawa. Tapi tidak hilang. Sampah yang tak terurai tetaplah sampah hingga tiba di tempat lain.

Pernah melihat batok kelapa (biasanya dibuat es degan) hingga pecahan gelas atau botol teronggok dengan damai? Seperti itulah sampah yang sering saya jumpai di tepi pantai.

Sementara kalau saya melihat foto pantai di media sosial yang tampak bagus-bagus. Tapi kali ini saya mau membahas tentang sampah. Mau tak mau saya juga harus upload foto sampah. Nanti dianggap hoax dong kalau tidak ada fakta di lapangan.

sampah di pantai


Mungkin jika pantai tersebut dibuat tempat wisata ada petugas kebersihan. Namun kembali lagi, masalah sampah ini kompleks sekali. Meski ada petugas dan sosialisasi kepada warga, tetap saja ada tumpukan sampah yang terdampar di pantai.

Contohnya di Pantai Kelapa ketika air laut sedang pasang. Sampah yang entah dari negeri antah berantah tiba dengan selamat di tepi pantai. Saya sempat ngobrol dengan salah seorang petugasnya. Awalnya saya sudah apatis saja. Tempat wisata kok ada sampahnya. Bagaimana anggapan pengunjung. Ini kan aset, jadi perlu dirawat dengan baik.

Saya pikir orang-orang setempat yang suka membuang sampah sembarangan. Orang awam mungkin dengan mudah setuju dengan saya. Tapi... tunggu dulu. Si petugas ini menjelaskan bahwa setiap hari lokasi pantai selalu dibersihkan. Warga sekitar dan para pedagang sudah dianjurkan untuk tidak membuang sampah di pantai. Namun sampah tetap saja ada. Sampah ini adalah kiriman dari laut. Menumpuk meski sudah dibersihkan. Bisa jadi sosialisasi warga setempat sudah berhasil, namun tidak dengan warga pesisir di tempat lain. Akibatnya ada sampah kiriman.

Sebenarnya bukan saya saja yang mengeluhkan masalah sampah. Ada beberapa teman ketika berkunjung ke pantai ini dan kecewa begitu melihat tumpukan sampah. Tapi sebagian besar tidak ada yang speak up. Ada sampah dan tidak, ya sudah, main aja. Menerima atau mengeluh itu tidak mengubah keadaan.



Menurut greenpeace setiap tahunnya, sampah di laut itu sekitar 12 juta ton. Coba deh kita banyangkan seberapa banyak sampahnya? Mungkin tidak langsung bermuara ke laut. Namun cepat atau lambat, sampah-sampah itu akan berjalan hingga ke laut juga. Laut jadi semacam tempat pembuangan akhir.

Namun kita, selalu menginginkan laut yang sehat. Bagaimana mungkin kalau setiap hari adalah penyumbang sampah secara besar-besaran. Mungkin kita tidak pernah berpikir bahwa apa yang kita konsumsi kemudian menjadi materi sisa tersebut tidak bisa terurai oleh alam.

Laut yang sehat adalah:

Sistem pendukung kehidupan untuk planet kita, menyediakan 97 persen habitat layak huni di bumi dan rumah bagi lebih dari 700.000 spesies. Lautan juga penting bagi kesehatan manusia, menyediakan pekerjaan, kesenangan dan makanan bagi miliaran orang. Setengah dari oksigen yang kita hirup.
 
Beberapa waktu lalu saya jalan-jalan ke banyuwangi, mampir ke Pantai Boom. Ternyata tidak berbeda jauh dengan pantai di daerah saya, dan mungkin di daerah lain. Banyak sampah di sekitar pantai. Sayang banget, jika pantai sudah digunakan sebagai tempat wisata, pengunjung bisa malas balik lagi.

Berbeda dengan Pantai Boom Banyuwangi, Pantai Teluk Hijau dan Pantai Pulau Merah berusaha keras untuk merawat pantai. Caranya dengan mempekerjakan petugas kebersihan. Kemudian membuat pengumuman kepada para pengunjung dan penjual makanan untuk menjaga kebersihan. Sounding pengumuman itu berulang-ulang melalui pengeras suara.

Sore itu sebelum pantai tutup, para pedagang dianjurkan untuk ikut membersihkan sampah. Saya dengan jelas melihat si mas yang menyewakan tempat duduk dengan payung teduhnya memungut sampah-sampah yang berceceran di pasir pantai. Ini sih ulah pengunjung. Lha, disekitarnya ada tempat sampah. Kenapa tidak dibuang di tempatnya. Iya kan?

Tempat sampah mudah ditemukan karena di setiap tempat duduk di Pantai Pulau Merah disediakan tempat sampah atau kardus sebagai wadah sampah dari pengunjung yang makan-makan di pantai. Semudah itu untuk membuang sampah, namun masih saja ada sampah yang terserak di atas pasir putih.

Demikian juga di Pantai Teluk Hijau, para petugas sebelum pulang akan memunguti sampah-sampah yang berceceran. Di sela-sela memantau para pengunjung, jika ada sampah, langsung dipungut dan dimasukkan ke tempat sampah. Dengan begitu pantai menjadi bersih.

Saya sih percaya ketika sebuah pantai dibuat sebagai tempat wisata, ada petugas kebersihannya. Masalah sampah ini bukan saja tanggung jawab si petugas kebersihan yang digaji untuk bersih-bersih area pantai. Bukan pula mutlak tanggung jawab pengelola hingga pemerintah. Ini tanggung jawab kita bersama. Karena kita adalah penduduk bumi yang menyumbang sampah.

Daripada membandingkan satu pantai dengan pantai lainnya, mengapa tidak memulai #saveocean dari kita? Ya, dari kita, dari rumah kita, dari keluarga kita dan dari lingkungan terdekat kita. Just action!

Kalau bukan kita yang memulai untuk gerakan #saveocean, lalu siapa? Sejujurnya, mudah saja untuk menulis dan mengatakan untuk membuang sampah pada tempatnya. Apakah itu saja sudah cukup?

Percayalah, dengan memulai dari hal yang sederhana, yaitu membuang sampah pada tempatnya, memilah sampah dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan positif lain, kita pasti bisa menyelamatkan keanekaragaman hayati di laut. Saya maupun teman-teman pasti senang jika melihat daerah pantai yang bersih. Air laut yang jernih dengan aneka makluk hidupnya. Bukan saja sekarang namun hingga anak cucu kita kelak.



Apa saja yang bisa kita lakukan untuk #saveocean?

  • Menjaga kebersihan pantai dengan tidak membuang sampah sembarangan. Perlu sosialisasi yang berkelanjutan untuk penduduk sekitar pantai atau siapapun yang datang ke pantai. Juga sanksi yang tegas terhadap pelanggaran.
  • Mengurangi sampah plastik. Menggunakan barang reusable plastic product. Misalnya dengan menggunakan botol minuman yang bisa dipakai berkali-kali daripada mengkonsumsi air minum kemasan.
  • Smart traveler. Ya, menjadi traveler yang cerdas dong. Jangan cuma foto-foto keindahan pantai. Namun dengan penuh tanggung jawab ikut andil dalam melestarikan lingungan. Misalnya dengan tidak merusak terumbu karang, tidak membuang sampah di laut, dsb.
  • Penanaman mangrove. Ikut melestarikan alam dengan mengikuti program penanaman mangrove di pantai.
  • Speak up. Contohnya saya, sebagai seorang blogger, saya menulis dan menyebarkan tentang healthy ocean. Saya ingin mengajak masyarakat secara luas untuk mengenal healthy ocean dan mendukung kegiatan-kegiatan untuk melestarikannya.

Ada banyak tindakan kecil yang bisa kita lakukan, yang akan membuat perubahan besar bagi lautan. Ada ide lainnya untuk #saveocean? Yuk, sharing dan jangan lupa take action!

Sumber bacaan:

https://www.nationalgeographic.com/environment/oceans/take-action/10-things-you-can-do-to-save-the-ocean/
https://oceana.org/living-blue/10-things-you-can-do
https://www.greenpeace.org/usa/oceans/
https://www.worldwildlife.org/stories/7-ways-you-can-help-save-the-ocean
https://dosenbiologi.com/lingkungan/cara-melestarikan-laut

^_^

Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

12 Komentar untuk "#saveocean Mulai dari Kita"

  1. Semua balik pada pola pikir masyarakat dan kesadaran akan merawat lingkungan, karena tidak mungkin anak cucu mereka lepas dari kehidupan nenek moyangnya, sebagian kecil mungkin akan bercerita tentang kehidupan masa silam. Perlu ditanamkan dilaut sudah banyak spesies yg hampir punah dan perlu dilindungi, mereka hampir punah karena faktor alam dan material sampah yang sulit terurai. Sejak ini maka perlu ditanamkan tagline "selamatkan laut untuk anak cucu kita"

    BalasHapus
  2. miris ya, aku pernah naik perahu nyebrang ke pulau ayer dan tiba2 kapal berhenti ternyata ada sampah nyangkut di baling2 mesin kapal, katanya sih gini itu sering

    BalasHapus
  3. Lagi lagi tentang sampah, memang gak ada habisnya ya Mba kalau kita bahas sampah, seperti postingan blogku yg bahas tentang sanitasi. Saat kita terjun dan melihat langsung ke lapangan rasanya semakin membuat darah ini mendidih ketika lingkungan atau bahkan laut penuh dengan sampah. Pernah ke laut di daerah Tangerang, sampai mikir dan ngomong sendiri "yakin ini tempat wisata?" Masalahnya lautnya hitam banget kaya air got plus segala jenis kotoran ada di sana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aduh kalau kayak gitu,pengunjung bisa balik pulang aja. Gak jadi mampir.

      Hapus
  4. Sangat miris. Gak di pantai, gak di gunung, di mana-mana pasti ada sampah. Saya baca di blog lain, isi postinganna pun sama, ada sampah di tempat-tempat seperti ini...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Miris ya. Masyarakat kudu bersama-sama bertanggung jawab dalam melestarikan alam.

      Hapus
  5. Suka sedih ih emang kalo liat sampah di pantai, apalagi keinget dampak buruknya buat biota laut. T_T

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener deh, nyesek ya lihatnya. Lalu pengen cepet-cepet pulang.

      Hapus
  6. Kalau saya lagi mood kepingin ke pantai, saya liat-liat waktu juga. Saya lebih suka dateng ke pantai pagi-pagi ketika belum banyak pengunjung. Karena makin sepi, berarti makin dikit sampahnya.

    Pantai yang dijadikan tempat wisata, rentan banget kena sampah. Makin murah harga tiket masuk pantainya, makin banyak sampahnya.

    Pernah saya mampir ke sebuah pantai di pinggir kabupaten Karangasem, Bali, yang kebetulan tidak jadi tempat wisata. Hanya ada nelayan mancing ikan di sana. Itu pantainya bersih sekali.

    Saya malah lebih suka mampir ke pantai yang sudah dikuasai swasta. Yang kalau mau masuk ke sana harus bayar tinggi. Biasanya pantai begini malah bersih dan cocok buat foto-fotoan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pantai yang biasanya dikuasai para nelayan justru buruk sekali. Ini kalau di daerah saya. Sungguh menyedihkan karena daerah saya berbatasan dengan laut. Sehari-hari saya melihat sampah yang terserak.

      Hapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel