Hijrah Emosi Untuk Pasangan Suami Istri, Memang Bisa?
Assalamualaikum,
Kok, hijrah sih? Ini ikut-ikutan artis hijrah atau karena ada udang dibalik batu? Tenang teman-teman, hijrah memiliki makna luas. Hijrah merupakan perubahan diri dan jiwa dari yang kurang baik menjadi lebih baik menuju Allah.
Meski pemakaian kata “hijrah” saat ini semakin marak, saya rasa masih wajar. Saya berharap memang benar-benar hijrah dengan ikhlas. Berubah menjadi lebih baik. Seperti hijrah emosi yang saya tulis dalam judul diatas. Siapa sih yang tidak ingin menjadi lebih baik? Saya, suami saya? Semua, dong.
Mengapa Suami dan Istri Harus Hijrah Emosi?
Beberapa waktu lalu saya menonton channel youtube Cinta Quran dengan nara sumber dr. Aisyah Dahlan. Beliau ini sering memberikan tausiah dengan tema keluarga. Saya suka cerita dan sharing ilmu yang real dan apa adanya seperti kasus-kasus dalam rumah tangga. Biasanya diselingi humor biar ceramahnya tidak flat.
Hijrah emosi yang diceitakan dr. Aisyah Dahlan ini agak menggelitik. Kalau biasanya saya kerap mendengar artis hijrah, hijrah dari pekerjaan yang haram atau subhat ke halal, hijrah dalam berbusana, sekarang ini hijrahnya dalam bentuk yang tak kasat mata. Namun efeknya bakal terasa. Damai!
Hijrah emosi memang tak terlihat nyata, namun jika kita atau siapapun yang bisa melakukannya bakal merasakan ada perubahannya. Baik dalam hal perilaku, sikap maupun kondisi kejiwaan yang bersangkutan dan orang-orang disekitarnya.
Nah, jika yang hijrah adalah suami dan istri bagaimana? Watak suami dan istri itu berbeda. Coba deh, sekarang kita bandingkan watak diri sendiri dengan pasangan. Ada yang berbeda? Jelas. Saya merasakan banyak yang bertolak belakang dengan suami. Saya termasuk orang yang suka perencanaan dan detail. Sementara suami saya termasuk orang yang spontan. Pada saat suami pengen pergi, main ke rumah orang tua ya pengennya langsung berangkat saja. Sementara saya berpikir dulu, bawa makanan apa, pakai baju apa, berapa lama, dsb. Kadang hal sepele menjadi masalah besar.
Saya memiliki keinginan agar suami berubah seperti kemauan saya. Biasanya sebelum menikah itu kita memiliki ekspektasi pasangan kita seperti apa. Kemudian ketika sudah menikah bahkan yang sudah bertahun-tahun, kita menerima kenyataan bahwa watak pasangan jauh dari ekspektasi. Ada penyesalan, jengkel hingga marah. Semakin lama kita memelihara perasaan buruk akan berakibat pada lelahnya tubuh hingga sakit.
Berubah itu sesuatu yang ya...tidak mungkin. Ya, kita tidak bisa mengubah seseorang sama persis seperti kemauan kita. Sama seperti orang lain tak bisa mengubah kita seperti kemauannya.
Contohnya, ada istri yang memiliki hasrat damai, sementara suaminya hasrat mengatur. Ada juga istri yang spontan namun suaminya pemikir. Ini watak yang bertolak belakang. Sangat sulit untuk tiba-tiba pasangan tersebut berubah seperti kemauan pasangannya. Yang sering terjadi adalah ribut dan merasa benar sendiri.
Justru dengan perbedaan tersebut, pasangan suami istri menjadi soulmate dan berjodoh.
Jadi, mengapa kita harus hijrah emosi?
Agar dalam perjalanan pernikahan yang panjang ini, pasangan suami istri bisa saling mengisi, support sehingga memiliki watak yang di tengah. Berubah seluruhnya... tidak. Namun tetap ada perubahan. Jika sebelumnya, si istri memiliki watak yang ekstrem, perlahan berubah menjadi lebih tenang.
Emosi ini kalau diteliti berjenis-jenis. Emosi berada di otak, seperti tangga nada. Semakin ke atas semakin positif, sebaliknya semakin ke bawah semakin negatif bahkan putus asa. Dengan hijrah emosi, pasangan suami istri bisa saling mengisi sehingga bisa hidup dengan perbedaan-perbedaan itu.
Kecerdasan emosi kadang lebih berpengaruh daripada IQ. Ada orang berpendidikan tinggi tapi tidak bisa mengelola emosi. Ada pula orang dengan IQ biasa saja namun pandai mengelola emosi dan hidupnya lebih sukses, lebih bahagia. Tentunya kita ingin bisa mengelola emosi dengan baik dan meraih kesuksesan dunia dan akhirat.
Kapan Suami dan Istri Hijrah Emosi?
Hijrah emosi ini bisa kapan saja dilakukan. Tiap menit juga bisa. Contohnya ketika kita marah, ilmu kita bisa hilang, tidak fokus lagi. Ini sangat merugikan, ya. Maka penting banget untuk belajar menjaga emosi.
Cara menjaga emosi:
Sabar dan sholat
Sabar bukan berarti kita diam saja. Karena diam tanpa mencari solusi bisa ja membuat diri ini sakit, psikosomatis. Sabar bisa dilakukan dengan menahan diri, melafadzkan dzikir. (Al Baqoroh 155-156)
Misalnya kalimat innalillahi wa inna ilaihi rojiuun - tidak hanya diucapkan ketika ada kematian, musibah besar, namun juga saat rumah tangga kita mengalami riak-riak kecil.
Istighfar – untuk menenangkan jiwa.
Sabar – mencari tahu, ilmu dan terus belajar
Sholat – ketika sedih, kita sholat. Emosi kita naik ke level mutmainah. Setelah sholat masuk ke level damai, seperti telah mendapatkan pencerahan.
Masalah perbedaan suami istri merupakan masalah internal. Kalau untuk wanita, ada waktu tertentu yang membuat hormon wanita berkurang. Sehingga terjadi mudah marah, galau, baper dan tersinggung.
Hijrah emosi bisa dimulai dari diri sendiri dan kapan saja. Tidak terikat oleh waktu. Karena ini berlaku sepanjang masa, sepanjang hidup kita. Karena emosi itu naik turun. Sama dengan keimanan seseorang. Ada emosi di otak. Maka, kita diminta untuk mengelolanya.
Keluarga itu bagaikan permainan puzzle yang sangat besar, yang bentuknya berbeda-beda. Agar rumah tangga kita aman, tentram dan damai kita harus bisa merangkainya dengan baik. Mencari kepingan-kepingan puzzle untuk dipasang dan dirangkai di tempat yang cocok. Untuk itu kita butuh petunjuk (Al Qur’an, hadits, ijtihat, jumhur para ulama hingga riset-riset ilmuwan).
Terima
kasih semua nasihatnya dr. Aisyah Dahlan. Jadi, sudah siap hijrah emosi? Semoga kita dimudahkan ya....
^_^
Tentunya ga mudah ya buat hijrah emosi, karna ngelola emosi memang susahnya setengah mati, tp bener2 harus dilakukan biar jd pribadi yg lebih baik
BalasHapusjuga perlu banyak-banyak membaca
BalasHapuskarena membaca itu melahirkan ketenangan
bagian dari hijrah emosi
Yaa bicara soal Hijrah Emosi mungkin benar sekali apa yang dikatakan oleh Dr. Dahlan Satriadi Saputra Manggala...Eehh salah Maaf Dokter Aiisyah Dahlan.😁😁🤣 GR amat Gw yee..🤣 🤣
BalasHapusMungkin kalau pendapat saya seperti ini Hijrah Emosi akan lebih bagus juga diterapkan pada calon pasangan yang akan atau baru mau menikah. Karena mereka bisa lebih dalam mempelajarinya ditambah sekaligus memahami isi hati masing2 terlebih kekurangan serta kelebihannya. Karena kesempatan itu masih terbuka lebar.
Lalu apakah pasangan yang sudah menikah lama tidak bisa lebih baik dalam menjalani hijrah emosi tidak juga. Justru harus lebih bisa dan terarah. Namun terkadang kedewasaan dalam berumah tangga tidak selalu harus diukur dengan tua atau mudanya umur. Yang lebih tua katanya berpengalaman. Tidak juga, Karena umur hanya nominal angka.😊😊
Nah singkatnya Inti dari Hijrah Emosi yang terpenting kedua belah pasangan harus saling mengokohkan keimanannya masing2. Sambil terus saling memahami keinginan atau pendapat yang saling berbeda secara positif. Dalam artian ada prateknya dengan seiring waktu yang terus berjalan.
Jadi apapun Hijrah Emosi kalau tanpa adanya keimanan yang kuat dalam berumah tangga yaa sama saja hanya teori. Begitupun sebaliknya. Saling memberi dan menerima kekurangan masing2, Itu yang selalu terus kita asah agar bisa mengoptimalkan yang namanya Hijrah Emosi tanpa beban. Karena yang namanya pasangan hidup kita sudah barang tentu punya kadar kesabaran yang tidak sama dengan kita.😊
Ok thanks atas artikel menariknya..😊 👍👍
makasih sharingnya. duh butuh usaha ya apalagi aku dan paksu kadang banayk bertolak belakangnya, tp ya hrs bisa saling menyesuaikan
BalasHapus