Belanja di Pasar Tradisional, Mengasah Rasa, Mencintai Produk Lokal
Selasa, 22 Agustus 2017
16 Komentar
“Jadi ikut ibu ke pasar?”
Si
bungsu mengangguk. Segera dia mengambil celana panjang dan memakainya dengan
tergesa.
“Nggak
beli-beli ya?”
Saya
masih berusaha memastikan tidak ada rengekan diantara sesi belanja. Tidak ada
mogok ketika harus menyusuri los pasar. Tidak ada amarah ketika permintaannya
tidak dituruti.
Membawa
anak kecil ke pasar tradisional bukan perkara mudah. Dulu, si anak sering
merengek minta mainan. Juga jajan yang akhirnya tidak disentuh. Setelah perjanjian,
saya berharap sesi belanja berjalan lancar.
Apa
yang terbayang ketika menyebut pasar tradisional? Tempatnya yang kumuh. Ramai.
Pedagang yang galak karena tak berhasil menawar dengan harga rendah. Atau...
Pada
suatu kesempatan ketika di Malang, saya mampir di sebuah pasar yang bersih,
rapi dan nyaman. Ada troli untuk memasukkan belanjaan kita. Saya berkeliling
bersama anak-anak mencari buah dan jajan pasar. Menyusuri los pasar, melihat
daging, ikan di tempat yang rapi. Anak-anak biasanya sudah menolak kalau harus
berhadapan dengan ikan.
Kemudian
saya berpikir, bagaimana ya jika ada pasar seperti itu minimal satu di kabupaten. Ah, mungkin saya terlalu
mengada-ada. Mau bikin pasar seperti itu tidak langsung bisa. Lha, pasar mau
dipindah saja pakai acara kebakaran. Sedih.
Sehari-hari
saya biasa belanja sayur di pasar tradisional dan tukang sayur langganan. Pernah
di supermarket tapi jarang. Itu karena saya membeli sayuran organik. Padahal di
pasar tradisional kadang-kadang juga ada. Kadang!
Nah,
ketika mengajak anak ke pasar tradisional ini butuh kesabaran juga. Anak-anak
biasanya penasaran. Banyak yang ditanyakan. Ketika melihat ikan, sayur bahkan
bisa-bisa si anak mendadak hilang.
Gawat,
kalau sampai si anak lari jauh dari kita. Sementara kita masih sibuk memilih
sayur. Atau ketemu dengan teman lalu asyik ngobrol. Baru sadar kalau si anak
sudah tidak disamping lagi. Aww...
Tips
mengajak anak ke pasar:
- Membuat kesepakatan. Seperti saya tadi agar tidak ada belanja diluar kebutuhan.
- Pasar aman buat anak-anak. Kalau pasarnya ramai sekali, sepertinya kasihan membawa anak kecil. Tempatnya juga diperhatikan. Kalau saya sih yang penting lantai tidak licin. Apalagi kalau ke pasar setelah hujan. Banyak genangan air.
- Pastikan si anak selalu dekat dengan kita. Untuk menghindari si anak kabur atau tertarik ke tempat lain.
- Mengenalkan produk lokal. Lebih banyak tentang makanan, misalnya sedang di bakul buah. Disana kita bisa bercerita tentang buah-buahan lokal.
- Akrab dengan para penjual. Karena saya sering ke pasar, jadi banyak yang kenal. Biasanya si anak juga diajak ngobrol bakulnya. Kadang anaknya senyum-senyum kadang juga mau menjawab. Aduh, dimaklumi saja ya.
Sekarang
ini pasar tempat saya belanja termasuk nyaman. Ya, kalau membandingkan tidak
perlu terlalu tinggi. Saya hidup di daerah kabupaten, berbeda dengan daerah
lain. Beberapa kali pasar ini direnovasi sehingga tidak terlihat jorok sekali. Lantai
juga sudah lebih baik. Dulunya sih tanah. Kalau hujan ada genangan air dan bau.
Ketika
saya ajak ke tempat ikan, anak saya girang. Dia bisa memegang ikan-ikan dan
bertanya macam-macam. Lebih banyak yang ikan yang dia ketahui. Saya sih membeli
ikan itu-itu saja. Tapi disini dia tahu ikan itu banyak macamnya.
Belanja
di pasar tradisional ini si anak akan melihat bahwa orang harus bekerja untuk
mendapatkan hasil. Ada bakul yang ramai namun ada juga yang sepi. Ada yang jualan di kios
dan ada juga yang di lantai.
Ada
binar-binar bahagia ketika bakul itu menerima uang dari kita. Lalu, masih
tegakah kita menawar dagangan dengan harga serendah-rendahnya?
Bagi
bakul yang berjualan di lantai pasar dan sudah sepuh, rasanya tak tega ya untuk
menawar. Harga yang dikatakan saja sudah murah. Contohnya ketika saya membeli
pisang kepok. Kondisinya bagus dan besar, rasanya juga enak karena matangnya
pas, harganya Rp 15.000. Saya sih merasa lebih murah dari bakul lainnya.
Sebelum
pulang, saya ajak membeli jajan. Silakan pilih sesuka hatinya. Tapi ada
syaratnya, harus dimakan.
^_^
pasarnya bagus dan bersih yaa mba. suka males ngajak anak ke pasar karena becek
BalasHapusAku juga, kalau becek jadi nggak nyaman.
Hapusbeberapa kali ajak anak ke PAsar alhamdulilah dia seneng dan tentunya banyak hal yang bisa diajarin y mb disini, salah satunya mengajarkan bersyukur karena di pasar banyak sekali fenomena yang membuat hati terenyuh :) so far aku selalu belanja ke pasar tradisional
BalasHapusIya, anak-anak jadi tahu banyak hal.
HapusKalo ke pasar tradisional untuk belanja sayur, dll (kecuali ikan) gak pernah nawar, mbak. Harganya udah cukup murah. Kasian pedagangnya.
BalasHapusKalau sudah murah nggak perlu ditawar.
HapusWaktu aku tinggal di Semarang, aku suka bawa Faiz kecil belanja, karena memang pasarnya enggak begitu kumuh dan kotor. Tapi pas di Tangerang sini, aku belum pernah mengajak Fira ke pasar tradisional yang ramai, paling di pasar komplek.
BalasHapusTetep ngajak ke pasar ya. Sama aja mba, pasar kompleknya.
HapusJadi inget waktu kecil nih mbak, saya dulu yang sering merengek ke ibu saat tidak dibelikan mainan. Saya dulu sedikit nakal juga ya. Hahaha
BalasHapusAku juga membelikan mainan buat anak setelah belanja selesai.
HapusLebih seru lagi punya kebun sayur sendiri di pekarangan hehe. Bisa ngajak anak2 berkebun bareng
BalasHapusBiar ada pengalaman berkebun ya.
HapusSaya biasa berbelanja keperluan harian di pasar tradisional, biasanya bawa anak juga mbak sambil mengenalkan hal-hal yg mungkin blm ia ketahui, biasaya ya anak-anak banyak tanya
BalasHapusMereka penasaran mba.
HapusPasar tradisionalnya ada troli ya, keren.
BalasHapusAk sampai sekarang masih temanin Ibu ak belanja, hehe
Wah, pasti ibu senang sekali.
Hapus