Coban Prawan Tak Lagi Perawan





Membaca namanya, sempat terpikir mengapa harus menggunakan kata “prawan”. Bukankah di tempat wisata seperti ini tidak ada yang benar-benar belum terjamah manusia. Sayang, tak ada penjelasan.

Lokasinya di Ngantang, Malang tak jauh dari Coban Kethak. Satu jalur. Jadi saya dan keluarga bisa sekalian mampir saja. Ceritanya memang mendadak piknik.

“Kok ada ramai-ramai. Kayaknya ada tempat wisata baru. Mampir ya?” ajak suami.

Tanpa berpikir panjang, kita berhenti disini. Bisa dikatakan wisata ini semacam rest area. Karena lokasinya di pinggir jalan sehingga mudah bagi siapapun.

Tempat wisata ini masuk wilayah Perhutani dan tergolong masih baru.  Kami berkunjung di bulan Juli. Baru dibuka setelah lebaran itu. Mungkin saat ini tanaman sudah tumbuh lebih baik. Juga beberapa tempat yang dipakai untuk berfoto.

Area parkir cukup luas. Mas-mas yang menjaga adalah dari karang taruna setempat. Saya selalu salut terhadap upaya penyerapan tenaga kerja. Dengan adanya wisata ini, beberapa warga setempat menjadi bagian di dalamnya. Termasuk para pemilik warung.

Memasuki wisata Coban Prawan, terlihat sekali kalau proses pembangunan belum selesai. Di beberapa tempat masih ada tukang bangunan yang mengerjakan bangunan toilet.

Bolang Boyak Petualangan



Melihat papan yang berisi wahana petualangan ini, saya sempat berpikir, dimana tempatnya?

Maklumlah kalau baru sekali jadi masih clingak-clinguk mencari tempatnya. Seperti ketika ada tulisan tubing. Memang disini ya tempatnya. Petugasnya mana? Tapi arus sungainya kok kecil seperti ini. Kurang seru. Padahal saya belum pernah sekalipun mencoba.

Jalanan disini ternyata menghubungkan dengan desa. Pantas saja warga hilir mudik naik motor. Jalannya masih berupa tanah dan kerikil. Di kanan dan kiri jalan kita bisa melihat papan petunjuk wahananya. Seperti tubing, flying fox dan panahan.



Anak-anak mencoba panahan. Kelihatannya sih mudah. Tinggal tarik busur lalu lepaskan anak panah. Namun beberapa kali meleset juga. Si mas petugasnya dengan sabar mengajari.

Ah, anak-anak kalah dengan ayahnya. Keberhasilan mengumpulkan poin ini membuat si mas berbaik hati memberi beberapa gratisan anak panah.

Yee... memanah itu asyik. Satu tiket untuk memanah Rp 10.000, dapat 5 anak panah. Satu putaran habis, beli tiket lagi, dan lagi.

Saya bagian menonton bersama si bungsu.  Duduk di bawah pohon yang rindang sambil sorak-sorak bergembira. Ih, disini masih sepi, jadi puas berkeliling.


Coban Prawan





Jalan menuju air terjun ternyata dekat dan tak susah. Setelah melewati jembatan bambu, naik tangga dari tanah sebentar sudah terlihat air terjunnya. Anak-anak justru berlama-lama di jembatan ini. Penasaran dengan air sungai. Tapi tenang, sepertinya tidak dalam dan arusnya tidak deras.

Saat ini semakin banyak hutan yang dikembangkan menjadi tempat wisata. Babat alas. Seperti itu kira-kira yang saya lihat disini. Jadi area dekat air terjun itu diubah menjadi taman. Tidak ada hutan lagi.



Di beberapa tempat ada yang tetap mempertahankan hutan. Mempertahankan flora dan fauna disana. Meski tetap ya ada penambahan fasilitas umum. Namun perbandingannya tetap lebih banyak hutannya.

Hutan disini telah diubah menjadi sebuah taman yang menghadap ke air terjun. Tidak ada pohon besar kecuali di sekeliling lokasihutan lebat. Kesannya tampak gersang. Waktu itu proses penanaman masih berlangsung. Semoga saja sudah tumbuh subur dan taman sudah terbentuk rapi.

Karena tidak ada pohon besar jadinya panas juga. Entah mengapa tidak mempertahankan beberapa pohon di tengah-tengah lokasi Coban Prawan. Kalau di depan tadi banyak pohon. Kita bisa berteduh di bangku-bangku.



Coban Prawan ini tidaklah tinggi, debit air juga tidak besar. Di sampingnya ada air yang merembes melalui dinding tebing. Cukup buat mencuci tangan dan wajah.

Oh ya, tempat ini cukup aman buat anak-anak. Ada taman yang instagramable dan tempat bermain anak-anak seperti mandi bola di pasir dan istana kelinci.
Sambil momong anak, orang tua bisa duduk santai. Ada kursi, bangku buat melepas lelah sambil mengawasi anak-anak yang sedang bermain.



Setelah puas berkeliling Coban Prawan saya mampir di warung. Saya pilih yang menjual degan. Sepertinya enak. Jadi saya pesan 3 degan. Saya pikir bakal dikasih 3 gelas degan. Ternyata saya dikasih 3 degan utuh.

Kami berlima ngos-ngosan menghabiskannya. Mungkin kurang capek, kurang haus, jadi perut kami tidak mampu menampung 3 degan tadi. Sisanya saya minta si penjual memasukkan ke dalam plastik saja.

Di etalase itu saya melihat ada setumpuk wader. Ehm...karena saya baru piknik di Coban Kethak, baru makan-makan. Saya pilih dibungkus saja bersama lalapan dan sambalnya.

Wadernya gurih dan renyah. Selain wader ada udang kecil hingga sedang gurami, dsb. Untuk harga termasuk murah. Degan per bijinya Rp 5.000. Wader Rp 10.000.

Warung seperti ini bisa dijadikan jujugan. Maksudnya kalau kesini lagi, mampir ke warungnya. Harga merakyat. Kadang kalau di tempat wisata suka ada yang suka-suka mempermainkan harga.  

Untuk fasilitas umum, karena saya kesini masih proses pembangunan jadi ya belum lengkap.

Tiket masuk:

Rp 5.000 per orang.

Tapi si bungsu tidak membayar tiket. Entahlah, saya sering kok, dapat gratisan satu. Apa karena anak saya yang masih kelihatan mungil, ya. Petugasnya hanya menghitung kami berempat saja.

Happy traveling!

^_^
Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

13 Komentar untuk "Coban Prawan Tak Lagi Perawan"

  1. Kupikir tadine cm ada coban rondo aja mb nur, ternyata coban prawan pun ada ya...keren perbendaharaan destinasi aer terjun nsmbah lagi ini
    Byk tempat mkn murah pula lg
    Btw wader itu klo tempatku disebute lunjar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak mba Nita.
      Ternyata wader punya nama lain ya, hihi...

      Hapus
  2. Malang dan sekitarnya memang tak habis-habisnya bisa dieksplor ya Mbak..

    Selalu suka wisata air begini..bikin damai hati #eaa
    Sayangnya ya itu tadi, hutan alaminya rata-rata jadi hilan diganti taman buatan. Padahal sebenarnya bisa disiasati dengan tetap mempertahankan yaaa...:)
    Btw, suka infonya, kalo pas mudik bisa jadi referensi main ke sana...:)

    BalasHapus
  3. kayaknya kalu pembangunan sudah ajdi akan lebih bagus lagi ya, terliaht masih banyak yang kosong ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, taman-tamannya mungkin sudah lebih bagus lagi.

      Hapus
  4. Kalo dengar destinasi namanya 'coban' di Jawa Timur, berarti andalannya air terjun ya. Kalo kita di Jawa Barat namanya 'curug'.

    BalasHapus
  5. Mb, coban tuh artinya apa siy? Air terjun ya. Bahasa Jawa Timur kah? Soalnya ada juga kan Coban Rondo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Air terjun.

      Coban Rondo sudah mainstream mba. Aku sering kesitu tapi belum pernah nulis, hihi...

      Hapus
  6. Ada coban rondo, ada pula coban prawan ya mba. Hahaha.. Baru tau malah aku.. Btw, aku juga suka belajar memanah. Seruuuu.. Hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ternyata banyak coban disana. Belum semua aku kunjungi. Yang jarak tempuhnya jauh, belum.

      Hapus
  7. Tempatnya asri banget, saya menduga kalau pagi sepertinya enak berdiam diri di sini. Sembari mencari serangga yang bisa dijeprat-jepret.

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel