Jika Anak Terlibat Pertengkaran di Sekolah
Jumat, 18 Desember 2015
Tulis Komentar
Bukan
hanya orang dewasa saja yang memiliki masalah. Anak-anak? Ada deh! Curhat yuk,
masalah anak-anak di sekolah dasar!
Dunia
anak-anak memang tak lepas dengan main-main. Sehari-hari mereka bersosialisasi dengan
teman-temannya. Kadang-kadang bersinggungan hingga menimbulkan konflik. Baik
disengaja maupun tidak.
Kemarin
saya memberanikan diri menemui guru kelas anak saya. Ada sedikit uneg-uneg yang
saya sampaikan. Ini entah untuk kesekian kalinya saya berhadapan dengan guru
SD.
Awal
Pertengkaran
Bercanda
menurut anak-anak adalah bermain, bersenang-senang, bercerita. Ditambah saling
sengol sana sini. Lalu terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan. Buat orang tua
yang memiliki anak laki-laki wajib waspada ya. Bercandanya anak laki-laki
seringkali mengarah ke adu kekuatan alias fisik.
Anak-anak
tidak pernah sedikitpun menginginkan perkelahian. Seperti biasa, anak-anak
berkumpul lalu bercanda, tertawa. Eh, ujung-ujungnya terlibat dalam petengkaran
secara fisik.
Setelah
adu mulut tak menghasilkan apapun dilanjutkan dengan kekuatan fisik. Entah
siapa yang memulai. Baik anak saya maupun temannya ketika saya tanya, saling
menyalahkan.
Sayapun
bertemu ustadz, guru kelas. Saya ceritakan keadaan anak saya yang masih sakit
dan tidak berangkat sekolah. Si ustadz menyimak. Ternyata ustadz juga sudah
mengetahui masalah ini. Ini tentu
memudahkan saya bercerita dan menyelesaikan masalah.
Siangnya
si ustadz datang menemui kami. Wah, surprise banget! Kami bercerita banyak
tentang keadaan anak-anak selama di sekolah. Beberapa anak yang cukup aktif
sehingga membutuhkan perhatian lebih. Dari tahun ke tahun selalu ada masalah,
dan alhamdulillah semua bisa diselesaikan dengan baik-baik. Bukankah anak-anak
masih tumbuh dan berkembang. Berekspresi sesuai jiwa mereka dengan bimbingan
guru-guru di sekolah.
Nah,
berikut adalah tips jika anak Anda terlibat suatu pertengkaran dengan
temannya di sekolah.
Pertama,
menjadi pendengar yang baik. Silakan si anak
bercerita dengan sudut pandangnya sendiri. Menumpahkan semua keresahan,
kejengkelan, kekalahan, dsb. Tunda semua komentar hingga ia benar-benar selesai
bicara.
Setelah
menceritakan masalahnya biasanya dia agak lega. Kadang disertai tangisan. Saya
selalu berusaha ada di dekatnya, dan menjadi tempat curhat yang menyenangkan.
Jangan sampai anak-anak takut mencereritakan masalahnya karena takut dimarahi.
Peluk
anak, katakan kita selalu menyanyanginya. Wah, bener deh! Anak-anak senang
kalau kita benar-benar dekat dengannya, dengan sentuhan fisik.
Kedua,
beri tanggapan atas masalahnya. Jangan
mudah terpancing emosi. Jadilah seorang penengah, bukan pembela. Mungkin ketika
si anak bercerita seolah-olah dia menjadi korban temannya. Kita tidak tahu
kejadian yang sebenarnya, kita tidak melihatnya secara langsung. Maka sebaiknya
tidak perlu menyalahkan dahulu. Terutama menyalahkan temannya. Ataupun memarahi
anak.
Pada
kasus-kasus tertentu, mungkin masalah anak cukup rumit, berat dan melibatkan
banyak orang. Tapi yakinlah, semua masalah pasti bisa diselesaikan dengan baik.
Ketiga,
jalin komunikasi dan kerjasama yang baik dengan pihak sekolah.
Karena TKP di sekolah, maka sebaiknya tetap melibatkan pihak sekolah. Dalam hal
ini adalah guru kelas. Guru kelas adalah orang pertama yang bertanggung jawab
terhadap murid-muridnya.
Ada
pengalaman buruk ketika saya tidak langsung melibatkan sekolah. Saat itu saya
merasa bahwa saya akrab dengan orang tua si A (teman anak saya). Dengan penuh
percaya diri, saya menelponnya dan mengabarkan keadaan anak saya yang takut
dengan anaknya hingga tak berani sekolah. Mungkin dia kaget atau bagaimana,
mendapat keluhan saya. Mungkin juga tidak percaya dengan semua omongan saya.
Saya
pikir dengan menyelesaikan dengan orang tua si A, lebih mudah. Nyatanya tidak.
Orang tua tidak pernah benar-benar tahu tingkah laku anaknya di sekolah. Apakah
anak kita baik, mudah tersulut emosi, suka mengganggu temannya, dsb.
Anak
yang kecil atau lemah biasanya sering menjadi bulan-bulanan teman-temannya.
Dibully, begitu ya. Saya yakin setiap anak mempunyai cara untuk menyelesaikan
masalah dengan temannya. Atau setidaknya menghindari konflik. Mereka memiliki
banyak pilihan. Namun ada kalanya mereka tak berhasil menemukan cara yang
tepat. Saat itulah peran orang tua dibutuhkan.
Saya
dan mama si A diundang kepala sekolah untuk menyelesaikan masalah ini. Beberapa
guru ikut hadir dan menyaksikan kami. Kami bermaafan.
Sejak
saat itu setiap anak saya ada masalah dengan teman-temannya, saya komunikasikan dengan sekolah. Hasilnya cukup
efektif. Anak akan patuh dengan perintah, nasihat, kata-kata dari gurunya.
Seperti
kemarin, teman anak saya tidak merasa bersalah atau apapun. Wajahnya biasa saja
ketika berbicara dengan saya. Saya sama sekali tidak menuduhnya. Saya hanya
ingin mendengar cerita dari sudut pandangnya. Mungkin ini hal yang lumrah bagi
anak-anak.
Saya
ingat ketika beberapa tahun yang lalu saya pernah mengadukan tingkah teman anak
saya. Apa jawaban gurunya? Belum tentu anak saya yang benar. Masak dia akan
menceritakan ketidaksholihannya selama di sekolah. Dan ternyata pada kasus itu,
anak saya yang memulai. Temannya membalas sehingga dia terjatuh dan terluka.
Kalau
sudah begini, pasti saya yang malu. Nah, daripada saya menghakimi anak orang,
lebih baik saya bersikap netral. Bukankah di TKP ada saksi. Meski saksinya
anak-anak, insyaAllah mereka jujur. Atau bisa juga guru yang melihat
kejadiannya. Kalaupun benar-benar tidak ada saksi, saya percaya masalah tetap
bisa diselesaikan.
Keempat,
ijinkan pihak sekolah membantu menyelesaikan masalah anak kita.
Guru-guru di sekolah tentu hafal karakter murid-muridnya. Saya percaya
beliau-beliau ini sanggup membantu menyelesaikan masalah anak-anak. Meredakan
konflik dan mengakrabkan kembali. Pada kasus-kasus yang ringan, masalah selesai
saat itu juga.
Apa
jadinya jika semua masalah anak melibatkan orang tua, dan orang tua tidak bisa
menerima dengan lapang dada. Orang tua bisa salah paham dan parahnya terlibat
pertengkaran dan menyimpan perasaan tak
nyaman. Padahal, setelah kejadian itu biasanya anak-anak sudah akur lagi,
bermain seperti sedia kala. Tak ada dendam yang disimpan. Semua lepas dalam
permainan.
Bagaimana
dengan orang tua?
Kelima,
kenali teman-teman anak. Tak ada salahnya
jika orang tua mengenal teman-temannya. Saya sering ngobrol bersama anak-anak.
Mereka juga asyik diajak bercanda. Setidaknya saya tahu siapa teman akrabnya,
bagaimana pergaulannya di sekolah.
Dengan
mengenal mereka, orang tua menjadi akrab. Mereka bisa bicara macam-macam pada
kita. Bahkan yang sedang menjadi trending topic di sekolah. Nah, asyik kan.
Ujung-ujungnya kita bisa memberi nasihat cuma-cuma.
Belum ada Komentar untuk "Jika Anak Terlibat Pertengkaran di Sekolah"
Posting Komentar
Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!