Efek Libur Panjang




Sudah seminggu ini, anak-anak memulai rutinitas sekolahnya. Bangun pagi, sholat shubuh, siap-siap berangkat sekolah. Tapi masih saja ada rasa enggan. Apa sebabnya?

Pagi adalah saat dimulainya rutinitas. Memulai rutinitas pagi dengan suka cita. Termasuk berangkat ke sekolah dengan gembira. Tapi lain lagi buat anak-anak. Bangun pagi rasanya masih malas. Tubuh sudah menggeliat, namun mata sulit membuka.

Pernah dalam suatu pagi si sulung membangunkan adiknya hingga empat kali. Bangun tidur, bangun lagi dan tidur lagi. Begitu terus hingga hampir setengah tujuh. Bagi saya yang penting sudah sholat. Itu dulu, deh.


Eh, bagaimana dengan urusan sekolahnya? Kegiatan di sekolah memang belum kenceng alias masih santai. Jadi belum banyak PR, tugas, ujian, dsb. Makanya mereka masih berleha-leha.

Saya tak ingin ini menjadi kebiasaan. Cukup melelahkan jika harus membangunkan anak-anak berkali-kali. Urusan di dapur bisa terbengkalai. Belum lagi kalau mereka terburu-buru, maka saya mesti ekstra siap membantu mengurus keperluan sekolah. Mengingatkan perlengkapan sekolah yang mungkin terlupa akibat libur panjang.

Masak liburan disalahkan sih. Bukankah anak-anak sangat menikmatinya! Yup, benar! Tak ada yang salah dengan masa-masa liburan. Yang ada hanya mengubah kebiasaan santai dan bermalas-malasan. Itulah kebiasaan umum di masa liburan.

Kegundahan saya di minggu awal ini akhirnya saya ceritakan pada guru-gurunyanya anak-anak. Mereka tertawa, seolah cerita saya ini sudah berulang kali ada, bertahun-tahun yang lalu. Ternyata... bukan hanya anak saya yang mengalami kemalasan. Hore!! Rasanya ingin bersorak. Teman-temannya juga demikian. Eh, banyak lho, anak-anak yang seperti ini. Datang ke sekolah terlambat.

Kalau saya meminta segera bersiap ke sekolah biar tidak terlambat, eh anak-anak bukannya buru-buru. “Lha, temanku itu (si A) datang terlambat.” Wah, si kecil tidak mau disalahkan nih.
“Jadi maksudnya apa ya, dek?”

Kalau sudah terbiasa terlambat, maka anak tidak lagi merasa malu. Sebaliknya bisa saja anak akan mengulanginya. Bagi anak TK tidak ada punishment, tidak ada yang perlu ditakutkan. Enjoy menikmati kata “terlambat”. Tapi bukan demikian maksudnya! Sejak kecil anak-anak perlu dibiasakan untuk mengerti waktu, disiplin terhadap jadwal sekolah. Saya yakin kebiasaan baik di TK akan berpengaruh di jenjang berikutnya.

Bahkan guru-gurunya perlu memompa semangat untuk mendisiplinkan diri. Wah, mereka kan menjadi contoh buat anak-anak di sekolah. Guru harus semangat agar anak-anak tumbuh semangat.

Ada anggapan libur adalah libur belajar.

“Aku kan libur, masak disuruh belajar sih?” kata anak saya.

Okey, kalau benar-benar harus buka buku pelajaran di sekolah, wah...pasti tidak mau. Tapi kalau mengaji... tak ada libur ya! Setuju! Aih, senangnya saya.
Maka ketika kebahagiaan di masa liburan usai, anak-anak tidak serta merta kembali pada rutinitas. Selama seminggu kemarin itu waktu luang tetap saja diisi penuh main-main. Sholat, mengaji tetap jalan!

Saya tak bisa memaksa mereka menghadapi tumpukan buku-buku sekolah. Bukankah mereka memilih untuk bermain. Ada masanya ketika mereka akan menghadapi buku-buku itu.

Biarlah mereka bermain dengan gembira. Pada saatnya nanti mereka akan paham. Tak selamanya anak-anak tersihir dengan efek libur panjang. Libur telah usai, tapi belajar tak pernah usai. Sampai kapanpun belajar mempunyai arti yang penting. Karena belajar bukan saja pada buku-buku teks pelajaran di sekolah. Semua tempat di bumi adalah tempat untuk belajar. Apapun bisa menjadi pelajaran yang berharga. 



Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

Belum ada Komentar untuk "Efek Libur Panjang"

Posting Komentar

Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel