Air Terjun, Bongok, Tuban
Jumat, 28 Oktober 2016
8 Komentar
Akhir-akhir
ini saya sering menulis traveling di air terjun karena suka dengan keindahannya. Ada suara
gemericik air yang membuat suasana menjadi ramai tapi natural. Selain itu saya
senang memperhatikan momen ketika air itu turun.
Mengunjungi
lokasi air terjun seperti ini merupakan salah satu traveling hemat. Pertama
karena belum dikelola secara baik, jadi harga tiket masuk murah atau bahkan
tidak ada. Kedua, tidak ada penjual apapun disini, jadi uang kita masih utuh.
Hmmm...
Rute:
Perjalanan
menuju lokasi wisata ini ternyata cukup mudah. Catat, asal tahu rutenya saja. Maklum
air terjun Bongok kurang populer. Termasuk bagi warga Tuban sendiri.
Jarak
tempuh dari Tuban sekitar 24 km ke arah Montong. Tidak ada petunjuk arah dari
jalan raya. Lalu bagaimana mencarinya? Gampang, manfaatkan saja google map.
Atau bisa dengan bertanya dengan warga sekitar. Pasti ketemu, kok.
Masih
bingung juga? Sama, awalnya saya tersesat. Lha, cuma seputar Tuban saja sampai
tidak tahu arah! Tapi tenang, tidak sampai berputar-putar kok. Lagipula, pasti
bisa pulang kok. Jadi, jika travelers sudah tiba di Montong, perhatikan
pertigaan Layuti. Setelah itu masuk desa Talun. Kelihatan banyak pohon asam
yang besar dan rindang dari kanan kiri jalan. Itu artinya perjalanan menuju air terjun sudah dekat. Disampingnya adalah sawah-sawah
warga. Huh, sejuk sekali melihat pemandangan seperti ini.
Dari
Talun, ambil arah timur hingga tiba di hutan. Setelah itu belok ke kanan.
Disini mulai ada petunjuk arah ke air terjun Bongok. Tempatnya di desa Kerokan,
Jetak, Montong.
Jalannya
sudah bagus, beraspal. Meski sempit tapi cukuplah jika mengendarai mobil. Dari
sini kita melihat pemandangan alam di bawahnya. Antara sawah, ladang, hutan,
tanah kosong, batu-batu karang yang gedhe-gedhe.
Air
terjun Bongok
Air
terjun ini masuk wilayah Perhutani yang berbatasan dengan ladang warga desa. Lokasi
wisata ini terbuka, tidak ada pembatas apapun dengan tanah-tanah milik warga. Banyak
warga desa yang melewati jalur ini untuk keperluan sehari-hari, mengurus
ladang. Ada bekas roda sepeda motor hingga mendekati air terjun. Wow, ternyata
perjuangan warga disini luar biasa. Medan yang licin, bebatuan, sempit, naik
turun bukan halangan lagi. Selama masih bisa dijangkau, pasti mudah saja bagi
yang terbiasa.
Dari
tempat saya memarkir kendaraan hingga air terjun tidak jauh. Jalan menurun tapi
tidak terlalu curam. Hanya saja perlu waspada, karena jalanan disini belum
bagus. Bahkan jika mendekati air terjun masih berupa tanah. Pasti licin kalau
ada sedikit saja genangan air.
Di
beberapa tempat banyak sampah berserakan. Tumpukan sampah itu sepertinya sudah
lama dan tak ada yang mengurus. Saran saya sih, kalau mau datang kesini membawa
masker saja. Baunya lumayan mengganggu.
Air
terjun Bongok ini tidak terlalu tinggi, kurang dari 15 m (CMIIW). Tapi lumayan lebar.
Mulai dari air yang turun dengan volume kecil hingga besar ada disini. Di dasar
sungai sepertinya ada lumut ya. Akibatnya kita memandang sungai yang berwarna
kehijauan. Padahal ya bening. Kalaupun kotor ya karena ulah manusia juga.
Di
pinggir air terjun itu banyak batu-batu besar. Bisa banget buat duduk-duduk
cantik sambil memandangi air terjun. Tapi, please, jangan melamun! Saya betah berada disini. Cuma duduk saja
dan melupakan sejenak urusan domestik seorang ibu.
Kalau
ingin berfoto ria, tetap perhatikan tempat yang kita pijak ya. Cari saja tempat
yang kering dan tidak licin. Di beberapa tempat yang dekat dengan air terjun
memang licin.
Dekat
dengan alam membuat pikiran kita tenang dan senang. Ditambah udara pagi tanpa
polusi. Yeah, ini di desa. Kendaraan tidak sebanyak di kota.
Suhu
udara Tuban pada pada dasarnya panas, eh...daerah pesisir seperti itu kan. Tiba
disini jangan berharap sejuk seperti di pegunungan. Tapi...lumayanlah daripada
di dekat pantai.
Saya
adalah pengunjung pertama disini. Masih sepi sekali. Tidak ada penjaganya. Tadi
bertemu dengan seorang warga desa yang hendak pergi mengambil rumput di sekitar sungai. Kami ngobrol sebentar, karena ragu dengan lokasi ini.
Dengan
keadaan seperti ini saya puas melihat dan mendengarkan gemericik air terjun. Memandang
alam sekitar. Lalu saya penasaran dengan sungai yang mengalir diatas air
terjun. Cuma penasaran saja. Lalu simpan dalam hati.
Sayangnya suasana sepi tak berlangsung lama. Enam anak abege (dua perempuan dan empat laki-laki) dengan tingkah polah yang “aduhai” benar-benar mengacaukan pemandangan pagi ini.
Keempat
anak laki-laki itu dengan lincahnya memanjat tebing yang dialiri air terjun.
Tebing ini paling rendah dan mudah dinaiki. Tentu sambil berfoto ria. Pikir
saya, pastinya sungai diatas itu tidak terlalu besar dan berbahaya.
Berikutnya
datang dua abege, laki-laki. Mereka ini sibuk banget mengambil pose-pose candid
ala-ala gitu. Ya, sudahlah, masa-masa remaja! Yang tua mesti maklum dan segera
mengambil sikap!
Anak-anak
saya sepertinya tidak pernah merasa puas bermain air. Di bagian yang dangkal mereka ubek-ubek. Saya ingin segera pulang saja. Lalu memanggil anak-anak. Sekali dipanggil, masih
main-main. Begitulah sampai berkali-kali. Lalu, kami memutuskan untuk meninggalkan mereka. Barulah mereka angkat kaki.
Sungai
diatas Air Terjun
Begitu
keluar dari air terjun ini, eh...mendadak suami ikut penasaran dengan sungai
diatasnya. Wah, sama dong! Pikirnya, pasti tidak jauh. Dicoba saja. sebagai
pengikut, kami setuju saja. Padahal celana anak-anak sudah basah.
Gambar diatas adalah jalan menuju sungai. Benar-benar masih berupa tanah. Meski demikian, seperti saya
ceritakan tadi, ada banyak bekas sepeda motor. Maka, dengan hati-hati, kami melewati
jalan tanah yang sedikit licin. Maklum, kami belum terbiasa dengan medan
seperti ini.
Anak-anak
sih tetap sorak-sorak bergembira. Sambil membawa celana masing-masing mereka
berjalan pelan. Melihat ke kanan dan kiri. Mereka menemukan binatang-binatang
kecil yang jarang ditemukan di sekitar rumahnya.
Ternyata
dekat, teman-teman. Huh, senangnya! Sekali lagi saya merasa beruntung! Disini
sepi. Norak deh kalau sepi! Ambil pose buat foto-foto. Tepat sekali buat bermain lagi. Sayapun bersenang-senang dengan air sungai. Mumpung ada kesempatan.
Nah, ini sungainya, kecil dan biasa saja. Arusnya tenang dan tidak menghanyutkan. Namun akan menjadi istimewa jika yang motret fotografer. Hahaha...
Anak-anak yang awalnya takut dengan kedalaman air, ikut nyemplung juga. Tadinya cuma main lempar batu dan bambu, eh sekarang malah berendam. Main lempar air kepada saudaranya. Basah! Tapi tenang, saya sudah menyiapkan baju ganti di mobil.
Nah, ini sungainya, kecil dan biasa saja. Arusnya tenang dan tidak menghanyutkan. Namun akan menjadi istimewa jika yang motret fotografer. Hahaha...
Anak-anak yang awalnya takut dengan kedalaman air, ikut nyemplung juga. Tadinya cuma main lempar batu dan bambu, eh sekarang malah berendam. Main lempar air kepada saudaranya. Basah! Tapi tenang, saya sudah menyiapkan baju ganti di mobil.
Suami
yang memaksa mereka masuk ke dalam sungai ini. Buat apa lagi kalau bukan untuk
melatih keberanian mereka. Eh..malah ketagihan! Seru saja, satu anak melempar
air, saudaranya membalas. Lalu basah dan berendam saja sekalian.
Sebenarnya
airnya jernih. Tidak masalah kalau cuma main air. Toh, begitu tiba di rumah
langsung mandi. Karena pengaruh lumut itu jadi berwarna hijau. Sama seperti air
yang jatuh di bawahnya.
Dari
sini terlihat ada pohon besar yang tumbang. Pohon itulah yang sampai saya
datang masih terlihat diantara air terjun. Pohonnya besar! Pastinya sulit
dipindahkan. Jadi mudah diketahui, kalau ada pohon nyungsep di air terjun, ya
itulah air terjun bongok. Seperti ada ciri khasnya.
Karena
air sungai ini dangkal, warga disini cukup berjalan saja melintasinya. Sambil
mengangkut karung-karung berisi rumput. Saat mereka mengambil rumput, dengan
tenang melewati sungai kecil ini. Setelah itu si warga ini mandi. Jadi jangan
heran kalau ada yang berendam ataupun mandi disini ya.
Sayapun
baru tahu kalau sungai ini dimanfaatkan warga. Padahal dari tadi main air sama
anak-anak. Tapi saya tidak mau berbasah-basah. Cukup anak-anak saja. Sementara
suami kebagian bertugas mengurus mereka.
Ternyata
kami tidak lagi sendiri, ada rombangan cewek abege, yang mencari pose sedekat
mungkin dengan air terjun. Wow, hati-hati deh! Aduh, pikiran emak-emak manapun
seperti inikah? Suka deg-degan kalau lihat anak ditempat berbahaya. Jangan sampai
ikut nyemplung seperti air terjun.
Well,
matahari mulai menyengat, rasanya sudah cukup traveling hemat kali ini. Semoga
ada kesempatan di lain waktu.
Fasilitas
umum
Ada
toilet. Tapi sepertinya kurang terjaga kebersihannya.
Parkir
Biaya
parkir mobil Rp 5.000. Sedangkan sepeda motor Rp 2.000.
Tidak
ada tiket masuk, alias gratis. (Kalau baca ini, ingat tanggal dan tahunnya ya.
Siapa tahu bulan depan atau tahun depan sudah disuruh bayar tiket masuk.)
Note:
Kalau
ingin menikmati suasana sepi, ya datang pagi-pagi. Asli, senang banget, serasa
tempat ini milik kami. *Eh, maaf ya...milik kita warga Tuban.
Happy
traveling dan jangan nyampah!
^_^
Aku paling suka wisata air terjun krn kebanyakan kan air terjub di tempat tinggi yaa. Dan sejuk pastinya :D. Secara aku ga kuat kena panas mbak. Biasanya tiap lg wisata k daerah2 indonesia, yg aku incer duluan itu air terjunnya.. 2013 lalu kliling jawa, aku puas ngeliatin banyak air terjun :D. Tp kita memang ga singgah di tuban sih. Jd air terjun bongok ini blm aku liat .. catet dulu deh..
BalasHapusMba, jangan lupa kalau jadi kesini kabari aku ya. Thanks.
HapusBtw semoga pas kesini, fasilitasnya sudah lebih baik lagi.
wiiih tuban ternyata ada air erjun sebagus ini :o
BalasHapusbtw aku suka sekali dengan foto yg kedua dari atas ^^
Iya, silakan mampir, masih alami.
HapusWah keren banget hunting ke atasnya eh ada sungai pula.
BalasHapusAir terjunnya nggak tinggi, mba.
HapusWaaa... seru banget Mba..
BalasHapusaku juga lebih suka wisata alam, sekalian olah raga, dan tentunya.. ehm! lebih murah. wkwkwk
Murah banget, cuma bayar parkir aja. Nggak tahu kalau nanti sudah dikelola, pastinya pengunjung disuruh bayar ya.
Hapus