Welcome Home, My Son
Selasa, 11 April 2017
11 Komentar
Sejak
bulan lalu, si sulung sudah ada rencana untuk pulang. Tapi, kami, orang tuanya
masih saja ragu. Pertama, beneran pulang atau sekedar wacana. Mengingat anak
suka berganti rencana. Kedua, bagaimana caranya. Orang tua suka tidak tega. Aduh,
nanti naik apa, sampai rumah jam berapa, kalau macet bagaimana, kalau tidak
kunjung dapat bus bagaimana, sudah makan atau belum, dst.
Moms,
saya mungkin berlebihan memikirkan si anak. Padahal anaknya sudah SMA. Sudah cukup
umur dan berani untuk bepergian baik sendiri maupun bersama dengan teman-temannya.
Sudah
beberapa kali anak saya pulang. Bersama teman-temannya. Masalah pengalaman atau
tidak, saya yakin nanti seiring dengan jam terbangnya si anak pasti terbiasa
bepergian sendiri. Hanya orang tua seperti saya yang meragukan dia. Padahal anaknya
loh baik-baik saja. Begitu datang langsung meluncur kisah perjalanannya. Biasalah
terjebak macet.
Pertama
kali naik bus sendiri (dengan seorang teman) bahkan pernah salah jurusan. Belum
pengalaman di terminal. Pasti si anak kelihatan culun sehingga menarik para
calo mendekat dan merayunya. Untung mereka segera sadar kalau salah jurusan. Ganti
bus lagi dong. Tiba di rumah dengan selamat.
Welcome
home
Berkumpul
dengan semua anggota keluarga adalah kebahagiaan yang tak terhingga. Alhamdulillah. Sederhana saja,
kami ngobrol macam-macam. Jadi ada family
time saat weekend kemarin. Sayangnya hari Senin, ayahnya tetap harus kerja.
Satu datang, satu pergi.
Ketika
sedang ngumpul begini, dan tidak ada rencana pergi, saya suka masak-masak
ringan di dapur. Bikin camilan untuk dinikmati bareng. Apalagi keluarga adik
saya juga pulang. Ramai deh. Anak-anak senang karena memang jarang bisa
berkumpul lengkap seperti ini.
Biarpun
capek di dapur tapi saya senang saja. “Kak, ibu punya resep baru.” Ya sudah,
langsung saja praktik. Kalau di rumah saya sering mengolah seafood, dan ini membuatnya kangen masakan pesisir.
Moms yang anaknya
sudah sekolah diluar kota juga beginikah?
Membuat
menu yang jarang dinikmati anak disana? Sengaja belanja makanan untuk menikmati
family time? Tidak perlu muluk-muluk yang penting bikin masakan yang berbeda
saja.
Jadi
ingat ketika saya menjadi anak kost. Selalu merindukan masakan ibu. Bagi seorang
anak, masakan ibu adalah juara. Apapun masakannya. Jangan berpikir bahwa
masakan ibu seperti seorang chef. Memakai bahan yang melimpah dan ditata rapi. Tidak! Tidak selamanya
begitu. Masakan sederhana dari tangan seorang ibu tetaplah juara di hati
anak-anaknya. Selamanya akan dikenang. Bahkan ketika ibu sudah tidak memasak
lagi. Bahkan ketika ibu sudah tiada.
"Bagi seorang anak, masakan ibu adalah juara!"
Seperti
biasa, acara pulang kampung ala anak saya, sukses dengan beristirahat yang
cukup. Anaknya sedang tidak sehat. Bulan lalu, saya berkunjung dia juga sakit. Tidak
parah, batuk, pilek dan demam. Tapi cukup mengganggu kegiatan belajar. Kalau lagi
parah ya sampai tidak masuk sekolah juga.
Nah, saat di rumah saya ajak periksa ke dokter. Saya sempat bertanya penyebabnya. Sakitnya meski tidak parah tapi lama. Tinggal di asrama/pondok
pastinya berbeda dengan di rumah sendiri. Apalagi kalau sedang sakit. Siapa juga
yang merawat. Bagaimana makannya? Ah, orang tua hanya bisa bertanya lewat guru
kelasnya, berdoa dan kalau parah berkunjung kesana.
Ada
3 penyebab sakit:
- Sistem kekebalan tubuh menurun.
- Lingkungan tidak sehat.
- Banyak virus di sekitar.
Betapapun
sehatnya si anak jika banyak virus yang menyebarkan penyakit di sekelilingnya,
maka akan tumbang juga. Lalu, bagaimana solusinya? Wah,
kalau seperti ini saya dan juga dokternya pasti ikut bingung. Saya tidak bisa
dong meminta sekolah untuk menyediakan kamar sesuai dengan keinginan kami. Fasilitas
pasti terbatas. Dalam arti tidak akan sama seperti rumah sendiri. Apalagi menyoal pelayanan. Ini sekolah, bukan hotel. Sejak awal sudah diharap untuk memakluminya. Orang tua ikhlas, anak ikhlas, semuanya ikhlas. Tapi kalau anak lagi sakit, orang tua tetap galau.
Anak-anak
juga tidak mungkin terhindar dari berbagai virus. Penyakit seperti batuk dan
pilek itu mudah sekali menular. Bayangkan saja, kalau dalam satu ruangan
(kamar) ada yang sakit, lalu sembuh, ganti temannya sakit. Bergilir terus hingga
tiba giliran anak saya. Belum lagi di area sekolahnya.
Tapi...sejauh
ini anak-anak menikmati kehidupan disana. Kalau ada yang sakit, temannya
membantu memberi makanan. Itu sudah cukup untuk membuat anak bisa survive. Selain karena keinginan kuat untuk menggapai
cita-citanya. Guru juga menjenguk dan memberi kabar kepada wali murid yang anaknya sakit. Menurut saya, orang tua yang harus aktif. Minimal di grup kelas. Sehingga bisa mengetahui kabar anaknya. Disini kita saling mendukung, menguatkan, dan mendoakan.
Seperti
beberapa minggu lalu, ketika anak saya sakit lalu diajak makan-makan di kelasnya. Waktu itu dalam satu bulan, ada
beberapa anak yang ulang tahun. Dia yang tidak sekolah, terpaksa datang ke
sekolah juga untuk menikmati makan siang disana. (Asrama dan sekolah terpisah)
Nah,
mumpung si anak sedang libur karena kakak kelasnya sedang UN, maka biarlah dia
bersantai sejenak. Yang penting
bisa santai, tidak mikir pelajaran sekolah. Karena kadang pulang juga membawa
tugas dari sekolah. Selebihnya sih, masih sempat main ke rumah temannya. Ketika kedua adiknya sudah pulang sekolah ya bermain bareng. Lalu, mereka
menikmati pertengkaran. Seru! Atau mumpung masih anak-anak ya, eh dia sudah remaja. Tapi kedua adiknya masih anak-anak. Jadi?
Moms, sharing dong, family time bersama anak-anak yang lagi pulang kampung!
^_^
Mbak Nur, aku punya anak kelas 6 yang sekarang lagi seneng2nya naik angkot kalo kelar tambahan belajar di sekolah. Biasanya pake jemputan sih. Awalnya takut kenapa2 sama dia tapi lama2 berproses juga.Tetep sih was2 krn hari gini angka kejahatan makin tinggi. Bismillah aja ya mbak.
BalasHapusBener mba. Berdoa.Semoga anak-anak aman dalam perjalanan.
Hapusaach beneran banget, anakku juga bilang gitu, kenapa kalau ummi yang masak selalu enak. Heheee. Waah anaknya sudah SMA. Dulu aku jaman SMP juga sekolah di luar kota, kalau pulang selaluu kangen masakan ibuku.
BalasHapusToss ah.
HapusBelum tahu rasanya punya anak udah besar dan sekolah jauh, jadi anteng aja baca cerita mbak. Pengalaman baru buat nanti kalau anak sudah besar. :)
BalasHapusKalau anaknya sudah mandiri, dan dapat dipercaya, berani deh melepaskannya.
HapusAku udah baca. Menarik.
BalasHapusThanks.
Hapusbaru tahu kalo anak Mba Rochma udah ada yang SMA dan sudah mandiri pula :)
BalasHapusIya, mba. Sudah nggak di rumah lagi.
HapusYa Allah buk, saya juga merasakan hal tersebut sebagai anak rantau terkadang merindukan masakan ibuk di rumah. Meskipun makanan rumahan sangat sederhana tapi terasa lebih nikmat ketimbang jajan di resto di kota rantau hehe
BalasHapus