Jejak Belanda di Benteng Van Den Bosch, Ngawi
Jumat, 21 Juli 2017
11 Komentar
Assalamualaikum,
Ada
yang mengenal benteng van den Bosch? Dari buku-buku sejarah. Atau bahkan sudah
pernah berkunjung ke benteng ini?
Sejarah.
Kadang saya merasa ragu, apakah sejarah yang diajarkan selama di sekolah tidak
membekas, atau menjadi bias ketika arus informasi sudah tak terbendung seperti
ini. Seolah berdiri di batas benar dan salah. Sejarah, tonggak bisu perjalanan
umat manusia, suka atau tidak kita pasti mengenalnya.
Sejarah Benteng Van den
Bosch
Saya
sarikan dari wikipedia sebagai berikut:
Pada
abad 19 Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur
dan dijadikan pusat pertahanan Belanda di wilayah Madiun dan sekitarnya dalam
Perang Diponegoro (1825-1830). Perlawanan melawan Belanda yang berkobar
didaerah dipimpin oleh kepala daerah setempat seperti di Madiun dipimpin oleh
Bupati Kerto Dirjo dan di Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden
Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama
Wirotani. Pada tahun 1825, Ngawi berhasil direbut dan diduduki oleh Belanda.
Untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur
perdagangan, Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah benteng yang selesai
pada tahun 1845 yaitu Benteng Van Den Bosch. Benteng ini dihuni tentara Belanda
250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api dan 60 orang kavaleri dipimpin oleh
Johannes van den Bosch.
Lokasi:
Benteng
van den Bosch terletak di kompleks Angicipi Batalyon Armed 12, pertemuan diantara Jl
Diponegoro dan Jl. Untung Suropati, Kelurahan Pelem, Ngawi. Lokasinya cukup
mudah dijangkau. Dari kantor pemerintahan Ngawi sekitar 1 km.
Mengapa disebut
benteng pendem?
Benteng
Van Den Bosch disebut juga benteng pendem karena benteng ini dibuat lebih
rendah dari tanah sekitar dan dikelilingi oleh tanggul yang tinggi sehingga seolah-olah
tampak seperti terpendam (bahasa Jawa: pendem).
Kita
masih bisa melihat bekas tanggul yang mengelilingi benteng. Kalau kita berjalan
mulai dari pintu masuk benteng lurus saja, kita akan melihat gundukan tanah
yang cukup tinggi. Ada bendera merah putih berkibar disini. Sementara di
sekitarnya adalah pohon-pohon jati. Di bawah tanggul itulah parit-paritnya.
Melihat
bangunan benteng ini saya yakin Belanda cukup cerdas memikirkan keamanan
dirinya.
Lokasi
benteng ini menempati lahan sekitar 1 ha, dengan luas bangunannya 165 m x 80 m.
Dikelilingi parit sepanjang 15 m dengan kedalaman sekitar 2 m. Benteng ini
dibuat bertingkat. Terdiri dari pintu gerbang utama dengan keamanan tingkat
tinggi pada masanya, ratusan kamar untuk para tentara, ruang untuk kolonel dan
ruang komando dan kandang kuda.
Benteng
ini sangat strategis karena berbatasan dengan sungai Bengawan Solo dan sungai
Madiun. Pada abad ke-19, Ngawi menjadi pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa
Timur. Selain itu juga sebagai pusat pertahanan di wilayah Madiun dan
sekitarnya dalam Perang Diponegoro.
Di
area benteng ini saya menemukan dua poster besar gubernur Van Der Bosch.
Pertama di pintu masuk. Yang kedua, di bangunan bagian kiri yang tinggal
dindingnya, setelah pintu masuk.
Selain
bernilai sejarah, benteng ini bernilai seni tinggi. Bentuk bangunannya khas
kolonial, berupa lengkungan-lengkungan pada pintu dan jendela. Buat penggemar
fotografi, hunting foto disini sangat
menyenangkan. Dengan menggunakan aplikasi untuk mengedit, foto-foto disini bisa tampak jadul banget.
Didukung oleh langit yang cerah, koleksi foto saya disini cukup banyak. Tapi memang belum puas. Hampir semua bagian sudah saya jelajahi. Kecuali tempat-tempat yang cukup membuat hidung ini perlu ditutup rapat-rapat.
Didukung oleh langit yang cerah, koleksi foto saya disini cukup banyak. Tapi memang belum puas. Hampir semua bagian sudah saya jelajahi. Kecuali tempat-tempat yang cukup membuat hidung ini perlu ditutup rapat-rapat.
Sayangnya
ketika berkunjung kesini tidak ada papan info atau keterangan apapun yang
menjelaskan tentang keberadaan Benteng Van Den Bosch. Tidak ada guide pula. Namun saya sempat ngobrol
dengan penjual makanan yang bercerita banyak tentang benteng ini. Sayang info
tersebut bertabrakan dengan yang pernah saya baca. Seperti yang dikatakan bahwa
disini ada makam KH. Muhammad Nursalim, yang merupakan pemimpin para petani
untuk merebut benteng. Namun saya mencari referensinya belum ketemu. Yang ada
adalah beliau adalah pengikut Pangeran Diponegoro yang ditangkap Belanda dan
dikubur hidup-hidup.
Makam
KH. M. Nursalim ada di dalam lokasi benteng. Namun dipagari. Kita masih bisa
melihatnya dari depan pagar. Kalau dari pintu masuk, belok ke kiri. Disana ada
petunjuknya.
Kondisi benteng Van
Den Bosch
Dari gambar dibawah ini (screenshot dari youtube) kita bisa membayangkan kondisi Benteng Van Den Bosch saat ini. Beberapa bagian memang sudah rusak parah. Atap yang hilang, dinding dan jendela berlubang. Dan masih banyak lagi.
Dari gambar dibawah ini (screenshot dari youtube) kita bisa membayangkan kondisi Benteng Van Den Bosch saat ini. Beberapa bagian memang sudah rusak parah. Atap yang hilang, dinding dan jendela berlubang. Dan masih banyak lagi.
Sebelum
masuk ke lokasi benteng, kita harus melapor di pintu gerbang yang dijaga oleh
petugas. Di pos ini kita membayar tiket masuk. Di dekat pos ini berderet mobil militer yang kondisinya sudah rusak.
Pada
pintu gerbang pertama, terdapat bekas pondasi jembatan angkat sebagai akses
penghubung untuk menuju pintu gerbang depan pertama dan masih terdapat bekas
gerigi katrol pengangkat jembatan.
Pintu Gerbang Utama (Masuk)
Setelah melewati pintu gerbang depan, kemudian dilanjutkan memasuki pintu
gerbang utama menuju dalam komplek benteng yang terdapat tulisan tahun
1839-1845 diatas pintu. Tahun tersebut menunjukan sebagai periode tahun
pembuatan benteng Van Den Bosch. Arsitekturnya memiliki ciri bergaya Castle
Eropa berpadu corak Indische.
Kantor Utama
Bangunan dengan arsitektur bergaya Roman-Indische ini dahulunya
digunakan sebagai gedung utama perkantoran bagi tentara Hindia Belanda
berpangkat tinggi atau setingkat Perwira dan Letnan. Pilar penopangnya
begitu kokoh yang dipadu dengan pintu dan jendela besar yang sekilas seperti
bangunan Romawi. Pada bagian interiornya masih terdapat lantai asli bercorak
papan catur dengan aksen warna putih dan kuning. Kondisi bangunan ini sudah
tidak beratap lagi dengan dinding sudah terkelupas.
Kantor Umum
Berada di depan bangunan kantor utama, adalah kantor umum. Kondisi bangunan
masih berdiri namun sudah tanpa atap, hanya sebagian saja yang tersisa dan
dimanfaatkan sebagai tempat (sarang) burung walet.
Sumur
Tepat disebelah selatan dari bangunan kantor umum, terdapat dua buah sumur
yang dahulunya digunakan oleh Belanda untuk membuang jenazah korban penangkapan
(tahanan) dan para pekerja rodi sehingga menjadi sebuah kuburan masal.
Ruang Penjara
Pada setiap tangga yang menuju ke lantai 2 pada bangunan yang dahulu
digunakan sebagai asrama/ barak tentara ini, dibawah tangga tersebut
dimanfaatkan sebagai penjara yang diperuntkan bagi tahanan yang melawan/
menentang penjajahan Kolonial Belanda waktu itu. Terdapat tiga buah ruang
penjara (setiap di bawah tangga), mulai dari yang berukuran besar. Sedang dan
kecil (sangat sempit) mengikuti bentuk (tinggi) tangga tersebut yang ditujukan
mengikuti kesalahan dari tahanan dari ringan, sedang sampai berat.
Gudang Amunisi
Gudang amunisi terletak bersebelahan dengan tangga (penjara) dan dekat
dengan bastion.
Barak (Asrama) Tentara
Bangunan yang sebenarnya berlantai tiga ini adalah asrama/ barak yang
diperuntukan bagi serdadu Belanda. Posisinya mengelilingi kantor Utama, kantor
umum dan lapangan. Pada setiap gedung dilantai dua, dihubungkan dengan jembatan
(penyeberangan).
Pintu Gerbang Belakang
Berada di bagian timur dan menghadap langsung pada pertemuan dua sungai besar (Bengawan Solo dan Madiun). Pada gerbang ini terdapat jeruji pintu besi. Jika keluar kompleks benteng terdapat gundukan tanah dan parit.
Pintu Gerbang Belakang
Berada di bagian timur dan menghadap langsung pada pertemuan dua sungai besar (Bengawan Solo dan Madiun). Pada gerbang ini terdapat jeruji pintu besi. Jika keluar kompleks benteng terdapat gundukan tanah dan parit.
Bangunan
benteng ini masih berdiri kokoh. Di beberapa bagian, tinggal tiang-tiang
penyangganya akibat dibom Jepang dalam perang Dunia kedua. Tangga, jendela
masih ada. Lalu, kayu-kayu yang lapuk dimakan usia. Seolah sedang berkalana ke
tempo dulu. Jejak-jejak kekuatan Belanda yang mencengkeram pribumi, memeras
hasil bumi dan keringat rakyat berkelindan dalam kepala. Mencoba mengingat
pelajaran sejarah yang diajarkan ketika duduk di bangku SD.
Berkeliling
bangunan bersejarah ini, kita bakal menemukan sisa-sisa kejayaan Belanda yang
tidak dirawat dengan baik. Bisa dilihat mulai dari pintu masuk. Semak-belukar
hingga pepohonan seolah ingin bertempat disini. Lalu coret-coretan entah dari
pengunjung atau lainnya menghiasi dinding. Tidak semuanya, tapi tetap tidak ada
penjagaan maupun kesadaran untuk memelihara bangunan.
Sepanjang
bangunan kita bertemu dengan burung-burung yang tinggal disini. Dan aroma “rumah”
burung dan kelelawar sangat menyengat. Seolah memang bangunan kuno ini layak
dijadikan tempat flora dan fauna.
Bangunan
ini masih asli hingga saat ini. Yang membuat masih kokoh adalah bahan bangunan
yang digunakan berasal dari Belanda. Juga dinding-dindingnya diperkuat oleh
besi menyerupai jangkar atau kail. Tampak seperti foto dibawah ini.
Sebenarnya
di dekat pintu masuk itu ada denah renovasi benteng. Namun entah mengapa denah
itu hanya pajangan. Beberapa portal online juga memuat berita renovasi yang
entah kapan. Semoga bisa terlaksana dengan tanpa mengubah bentuk asli bangunan.
Saya
berharap bangunan bersejarah seperti benteng ini bukan hanya sekedar
peninggalan Belanda di Indonesia. Namun sebagai jejak sejarah, yang mestinya
dirawat dengan baik. Sebagai bukti perlawanan, perjuangan rakyat untuk
Indonesia.
Jadi
meskipun bentuk bangunannya memang klasik, tapi kesannya nyaman untuk dikunjungi.
Bukan sebaliknya terlihat serem, horor, mistis. Ah sama saja ya!
Jika
mengunjungi benteng ini, jangan lupa untuk menikmati seluruh bangunan dari atas
tanggul. Mata akan melihat benteng Van Den Bosch begitu megah, kokoh dan
klasik. Dari sini kita bisa melihat sungai Bengawan Solo.
Lokasi
ini sangat istimewa. Ya, wisata di sini memang sudah mainstream. Lokasi mudah dikenali dan dijangkau pengunjung. Cukup bagus
buat koleksi foto. Contohnya ketika saya datang ada sesi pemotretan untuk pre wedding. Jadi kesan klasik tetap ada.
Patut
disayangkan ketika banyak pengunjung yang membawa anak-anak sebenarnya bisa
belajar banyak hal disini. Tentang sejarah, perang, dsb. Jadi bukan sekedar
mengagumi kokohnya bangunan. Atau sekedar rekreasi. Lalu googling untuk mencari infonya.
Fasilitas umum
Di
lokasi benteng ini ada musholla, toilet, dan warung. Tempat sampah berbentuk
pinguin ada di beberapa titik. Secara umum, lokasi ini bersih.
Di
depan benteng ada taman bermain, taman labirin, toilet, gazebo, juga
warung-warung. Ingin bersembunyi, masuk saja di taman labirin. Awas jangan
sampai tersesat! Sementara kalau ingin selonjoran, duduk-duduk saja di gazebo,
sambil mengawasi anak-anak yang bermain.
Jam buka:
08.00
– 17.00
Untuk tiket masuk hanya dicatat oleh petugasnya. Tidak ada bukti semacam karcis. Dan saya lupa begitu saja. Jika pembaca mengetahui harga tiket terupdate, please, tulis di kolom komentar ya.
Untuk tiket masuk hanya dicatat oleh petugasnya. Tidak ada bukti semacam karcis. Dan saya lupa begitu saja. Jika pembaca mengetahui harga tiket terupdate, please, tulis di kolom komentar ya.
Daftar pustaka:
Wikipedia
Kompasiana
Kompasiana
www.telusurindonesia.com
https://www.youtube.com/watch?v=9WQRLua_BMU
https://www.facebook.com/notes/hari-kurniawan-hao-hao/benteng-pendem-van-den-bosch-ngawi-jawa-timur/577887378916622/
Happy
traveling!
^_^
Ulasan yang menarik. Suka sekali kisah sejarah. Kebayang benteng ini suasananya kalau malam pasti syerem huhu...bnyk kejadian kejam. Trmksh sharingnya mba...moga2 suatu saat bisa visit..
BalasHapusSama-sama. Ikut mengaminkan.
HapusAku sekeluarga suka banget sama yang berbau sejarah begini, mb. Anakku pasti seneng deh dibawa ke tempat itu
BalasHapusCuman sayang banget ya kok gak ada tour guidenya. Kalo ada kan jadi lebih menyenangkan . Plus lagi klo tempat ini direnovasi ... Ulala
Oh iya, Ibu Dila sekeluarga suka jalan-jalan ke tempat-tempat bersejarah.
HapusPengennya ada minimal info yang lengkap, sehingga pengunjung macam saya nggak baper. Hihi...
Selain letak yang sangat strategis, bangunannya juga sangat kuat ya Mbak, terbukti dengan kokohnya yang masih bertahan. Padahal mungkin sudah bertahan ratusan tahun. Saya masih penasaran dengan pergerakan militer Belanda di masa itu. Sepertinya Ngawi menjadi kota yang cukup penting posisinya. Jadi kota yang cukup besar juga. Mudah-mudahan suatu hari bisa menapaktilasi jejak petualangan Mbak di benteng ini, jika suatu hari nanti saya ke Ngawi, wkwk...
BalasHapusSemoga ada waktu dan rejeki untuk menjelajah benteng ini.
Hapuslengkap dan mendetail penjabaran soal benteng Belanda di Ngawi ini teh euy, sayang banget tapinya ya poto sang kenderalnya di simpan pada dinding yang lusuh, padahal mah benerin sedikit atuh yah...itukan jenderal
BalasHapusFoto jenderal segedhe itu ditaruh di depan agar terlihat mencolok.
HapusMemang benteng van den Bosch ini tidak seterkenal benteng Vredeburg di Yogya.
BalasHapusOh baru tau di ngawi juga disebut dengan benteng pendem. Seperti di ambarawa maupun cilacap yang memiliki sebutan serupa.
BalasHapusIya, mas, ternyata banyak bentengnya.
Hapus