Siapa yang Mencoret, Dialah yang Membersihkan
Selasa, 25 Juli 2017
5 Komentar
Cerita
parenting kali ini seputar perilaku teman-temannya anak saya. Masih relevan ya
membahas teman-temannya. Karena sedikit atau banyak hubungan pertemanan itu saling mempengaruhi.
Ceritanya
begini, pagi hari saya menemukan coretan di pagar rumah. Memang tidak banyak,
tapi saya penasaran dengan pelakunya. Saya mulai berpikir, anak-anak saya
memiliki alat tulis untuk mencoret seperti itu atau tidak ya. Si bungsu bilang
kalau yang mencoret adalah teman-teman kakaknya.
Kok
bisa? Temannya mencoret pagar rumah orang. Kenapa tidak pagar rumah sendiri. Kenapa
mesti rumah saya?
Saya tahu pagar rumah saya sudah jelek. Cat juga sudah mengelupas. Tapi bukan berarti bahwa coretan itu tidak bermasalah.
Andaikan
pelakunya adalah anak balita, mungkin ya saya berusaha
memakluminya. Tapi ini anak-anak kelas VI, yang usianya sudah 12 tahunan. Wajar
bukan kalau saya tidak terima?
Akhirnya
saya diskusi dengan anak kedua saya. Dia membenarkan kalau itu adalah ulah
teman-temannya. Lha, kamu ngapain sampai mau-maunya rumah kita dicoret-coret! Aneh
bin ajaib!
“Aku
sudah bilang, nanti dimarahi ibuku! Tapi tetap saja dicoret!”
Saya
tidak mau ngomel panjang lebar. Saya cukup memberikan dua pilihan: kamu mau
menyelesaikan masalah ini atau ibu yang turun tangan.
Langsung
saja dijawab. “Iya...iya ,nanti habis dhuhur!”
Benar
saja. Teman-temannya diajak ke rumah. Seperti biasa, mereka main-main di teras.
Setelah agak lama, saya mengintip tidak ada kegiatan membersihkan coretan itu. Maka, si anak saya panggil, “Sudah dibersihkan belum?”
Anak
saya senyum-senyum. Lalu bergegas menemui teman-temannya dan memerintahkan
untuk membersihkan coretan di pagar.
Saya
masih di dalam kamar. Saya tidak perlu mengawasi mereka seperti seorang mandor.
Saya biarkan saja semua berjalan natural. Dari kamar saya bisa mendengar
anak-anak bercanda sambil ngobrol. Sambil mainan air kran. Biasa saja.
Ketika
teman-teman anak saya sudah pulang, saya lihat pagar saya sudah terbebas dari
coretan.
Note:
- Saya dengan tegas meminta anak saya menyelesaikan masalah ini karena saya yakin anak-anak seumur itu sudah mengerti tanggung jawab. Sudah bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Sudah paham benar salah.
- Setiap perbuatan mengandung resiko. Termasuk ketika mengganggu rumah orang. Mereka pasti tahu kalau perbuatan tersebut tidak baik. Makanya mereka bersedia bertanggung jawab. Ringan kok. Cuma membersihkan saja.
- Dengan kejadian ini saya berharap anak-anak mengerti. Mana tempat umum dan tidak. Mana yang boleh dan tidak. Semua tempat ada aturannya.
- Tidak sembarangan menyalurkan bakatnya. Kalau suka menggambar lebih baik disalurkan secara positif. Ada media untuk menampung kreatifitas anak.
Anak-anak
sekarang sangat berbeda dengan jaman saya dahulu. Takut kalau bertemu dengan
orang tua. Kalau ditanya saja menjawab seperlunya. Nah, kalau sekarang. Ketemu saja
biasa saja, tidak merasa mengganggu atau bagaimana. Melakukan vandalisme juga tidak takut. Padahal jelas-jelas anak
saya menakuti mereka dengan mengatakan, “Nanti dimarahi ibuku loh!” Anak-anak
sekarang rasanya tidak takut dengan ancaman. Masih senyum-senyum seperti biasa.
Bertemu saya ya biasa saja.
Semoga
ini menjadi pelajaran bahwa setiap tamu, meskipun anak-anak tetap menjaga
perilakunya. Dimanapun!
^_^
Wah...solusi mantap Kak Nur, Mama tak perlu marah-marah ke anak orang. Anak belajar menyelesaikan masalah secara mandiri. Keren!
BalasHapusKarena marah tidak menyelesaikan masalah.
Hapusbetul mba sebaiknya anak diberi kesempatan terlebih dahulununtuk selesaikan masalahnya mantap mba 👍👍
BalasHapusIya, mba, biar dia juga berani menghadapi teman-temannya.
HapusPembelajaran yg keren, diterapkan sejak dini. . Kunbal y
BalasHapus