Hujan dan Kebahagiaan Sederhana Anak-Anak





Sore kemarin langit mendung. Saya dan si bungsu mengintip dari balik gorden. Makin lama makin gelap. Kadang seperti ada suara tetes-tetes hujan. Namun kembali kami mengintip. Tidak!

Hanya langit yang gelap dan angin bertiup makin kencang. Kami masih di kamar. Sekedar merebahkan tubuh karena si anak tidak kunjung tidur. Saya pikir dia masih capek setelah bepergian ke Malang. Ternyata tidak!

Tiba-tiba suara petir menggelegar. Disusul dengan rinai hujan hingga menderas. Musim hujan resmi dimulai!

Allahumma Shoyyiban Naafiian

“Ya Allah! Turunkanlah hujan yang bermanfaat (untuk manusia, tanaman dan binatang).” (HR. Al Bukhori)

Saya ingat beberapa waktu lalu sempat ngobrol dengan seorang wanita di  daerah Semanding, Tuban. Ceritanya memang sedang tersesat. Tengok kanan dan kiri eh ada seorang wanita yang sedang di ladang. Saya dekati dia dan bertanya jalan. Dalam obrolan singkat itu saya sekalian saja bertanya apa yang sedang dilakukannya.

Hari memang sedang panas. Sebentar saja , peluh sudah bercucuran. Lalu di musim kemarau ini kok ya ada yang sedang menabur benih. Ternyata si ibu itu sedang menabur benih jagung sambil menungggu datangnya musim hujan. Karena ladang-ladang ini memang mengandalkan air dari hujan.

Semoga ladang-ladang yang sedang merindu hujan itu menjadi lahan yang subur di musim hujan. Seperti warga yang segera menyambut musim hujan dengan pergi ke ladang. Bertanam dan berharap pada segenap kebaikan.

Sementara itu, anak kedua saya masih di sekolah. Pasti menunggu hujan reda. Tidak perlu risau memikirkannya. Sebagai orang tua, perlahan saya belajar untuk memberikan kepercayaan. Tidak perlu grusa-grusu menanyakan keadaannya.

Daripada memikirkan hujan dan si anak yang belum pulang, lebih baik saya memanfaatkan waktu dengan bermain bersama si bungsu. Membaca buku, bercerita kejadian-kejadian di sekolah. Lalu menelpon ayahnya. Cukup sampai pulsa habis. Dilanjutkan dengan telpon balik dari ayahnya.

Hujan deras cukup lama. Kami keluar rumah sebentar. Seperti biasa, di jalanan mulai tergenang air hujan. Dulu, di awal kami tinggal disini, tidak pernah ada genangan air seperti ini. Air hujan dari perumahan sebelah memang memang melewati sini, namun sekedar lewat. Beberapa saat setelah hujan reda pasti susut.

Sejak satu tetangga (sekarang mantan tetangga karena sudah pindah) membuat jalan dengan mempaving lebih tinggi dari ruas jalan lainnya, disaat itulah aliran air berhenti. Air menggenang cukup lama. Saya dan tetangga-tetangga lainnya pasrah.  

“Ibu, banjir!” teriak si bungsu.

genangan air


Anak-anak pasti berteriak kegirangan ketika menyebut kata “banjir”. Itu bukan sekedar banjir seperti yang terlihat di berita-berita teve atau portal online. Itu hanyalah genangan air seperti cerita diatas. 

Semoga kita dijauhkan dari musibah hujan....

Saya dan si anak segera keluar rumah. Sekedar memastikan bahwa itu hanyalah genangan air yang nanti akan surut sendiri.

Hujan sudah reda, menyisakan tetes-tetesnya yang sangat perlahan...

Seperti tidak pernah melihat air, dia langsung bergegas keluar pagar, berjalan diantara genangan air berwarna coklat hingga bermain bola. Tentu susah dong, menendang bola di air. Tapi begitulah, dia sedang merayakan kebahagiaannya sendiri.

Tidak ada anak tetangga yang ikut bermain air kotor ini. Semua pasti berada di balik pagar rumahnya. Tapi saya tetap memberikan waktu untuk bermain. Mumpung masih anak-anak. Kapan lagi kalau bukan sekarang.

Dulu, kakaknya juga suka bermain seperti ini. Lebih parah lagi. Mulai dari berlarian hingga berendam di air hujan. Terbayang betapa kotornya baju yang dipakai. Sekarang, ketika dia masuk masa remaja sudah tidak lagi.

^_^
  
Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

10 Komentar untuk "Hujan dan Kebahagiaan Sederhana Anak-Anak"

  1. Sama mbak, anak anakku juga kalau hujan tiba selalu minta hujan hujanan. Dan sepertinya mereka bahagia banget.

    BalasHapus
  2. Di Medan udah sering hujan. Tapi beberapa hari ini panasnya cantik juga. Jemuran jadi kering semua *kebahagiaan emak-emak* ����

    BalasHapus
  3. biasanya masa kecil bahagia berpengaruh positif ya mbak di masa dewasa.. bermain hujan memang enak.. kebayang waktu kecil hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maka akupun memberikan kesempatan untuk berhujan-hujan agar bahagia masa kecilnya.

      Hapus
  4. Raya kl ujan main hujannya lengkap dgn sepatu boot & payung hihihihi.. soalnya pernah abis ujan2an sakit & pusing jd dia ngga mau lagi sakit :D trus langsung inget2 dulu aku seneng ujan2an ngga ya? lupaaa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin karena semua anakku laki-laki ya. Lebih cuek aja. Kayaknya semua gaya berhujan-hujan sudah deh. Mulai dari takut-takut kena air hujan hingga berendam di air hujan.

      Hapus
  5. enaknya jadi anak-anak hal yg sederhana bisa bikin bahagia, kalau udah dewasa mikirnya panjaang: kotor-sakit-dsb. sampe sekarang suka juga main hujan tapi ga berani lama2 bisa masuk angin -_-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang aku masih kepikiran begitu, kotor, nanti sakit, dsb. Tapi mumpung masih anak-anak, biarlah puas bermain.

      Hapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel