Anak Nakal, Haruskah Orang Tua Marah
Selasa, 27 Maret 2018
5 Komentar
Pernah
merasa begitu jengkel dengan anak. Misalnya saja ketika kita meminta bantuan,
eh si anak cuek banget. Atau ketika kita sedang kelelahan hingga sakit, si anak
tidak ada rasa simpati sama sekali. Justru sebaliknya menuntut macam-macam
kepada orang tua.
Scene
lainnya, si anak melakukan hal buruk disekolah. Bertengkar hingga mencelakai
temannya. Melakukan pelanggaran tata tertib di sekolah hingga berkali-kali
dihukum tapi tak kunjung jera. Aduh, kasus anak-anak memang banyak ya.
Sedih,
jengkel, marah, dan perasaan lainnya berkecamuk tak karuan di dalam hati. Ingin
rasanya segera melampiaskan amarah begitu melihat wajah si anak. Kok tega
melakukan itu semua. Memalukan orang tua. Membuat huru-hara. Apalagi ya?
Daripada
memikirkan tindakan buruk si anak lebih baik melihat diri kita sendiri. Begitulah
yang dikatakan oleh us. Miftahul Jinnah di pengajian Ahad pagi Darussalam.
Saya
ingin menulis beberapa poin yang tentu saja sebagai self reminder pada diri
sendiri. Saya merasa kadang begitu mudah tersulut emosi ketika melihat perilaku
anak yang tidak sesuai dengan harapan. Apa daya, kadang saya menyimpan
kejengkelan itu yang berakibat buruk bagi saya juga. Coba deh kalau kita
menyimpan makanan busuk di dalam rumah. Katakanlah lupa membuang sampah. Tentu
saja aroma itu bisa memenuhi rumah dan siapa saja bisa menghirupnya dengan cuma-cuma.
Padahal kita tidak menghendaki aroma busuk itu.
Melihat
diri sendiri dimaksudkan apakah perilaku si anak tersebut sejatinya mencontoh
kita. Kalau tidak kita boleh mencari faktor penyebab lainnya. Misalnya saja
pengaruh teman, lingkungan atau lainnya.
Nah,
apa yang harus dilakukan oleh orang tua ketika si anak “nakal”?
- Memaafkan. Ikhlas dengan perilaku anak. Tetap menerima anak seperti biasa. Karena dengan memaafkan merupakan pintu utama agar si anak menjadi baik.
- Membangun hubungan baik dengan anak. Orang tua sebaiknya membuka diri. Anak bisa menjadi ujian bagi orang tua. Pada saat seperti itu orang tua sebaiknya untuk mengalah. Kalau sama-sama keras kepala bagaimana juga mencapai titik temu. Bagaimana si anak bisa sadar.
- Memohon doa dan ampunan dari Allah. Tidak ada jaminan bahwa anak kita bisa menjadi anak yang baik meski sudah disekolahkan di sekolah yang paling bagus. Namun bagaimana kalau kita meminta jaminan dari Allah. Memohon doa agar diberikan kemudahan mendidik anak.
Jadi
ketika si anak melakukan kesalahan, orang tua tidak boleh langsung menuduhnya. Contohnya
ketika si anak merokok. Orang tua bisa mencari fakta dahulu. Aroma orang yang
merokok pasti tercium dari jarak dekat. (Yang tetangga merokok saja saya juga
bisa mencium aromanya.)
Dengan
membuka fakta, si anak tidak bisa mengelak. Kemudian melakukan pendekatan. Kalau
langsung marah, si anak bisa tidak terima. Tapi kalau sudah ada fakta, jelas
pula, kemudian ada pendekatan, ada pengakuan. Selanjutnya perbaikan perilaku.
Kalau
masalah rokok ini ustadz sendiri yang memberikan contoh. Sementara ingatan saya
langsung tertuju pada tetangga rumah bapak. Di jam sekolah, saya bisa melihat
anak-anak berbaju seragam yang asyik menyesap rokok. Di tangan satunya memegang
handphone.
Di
jam sekolah! Beberapa waktu lalu, kasus anak sekolah yang lebih memilih
menghabiskan waktu di warung pernah ditayangkan di teve lokal. Beberapa anak
sekolah tertangkap kamera. Lainnya melarikan diri Hasilnya, warung tersebut
sepi. Namun itu tidak berlangsung lama.
Saya
merasa ngeri ketika ustadz memberikan banyak contoh kenakalan remaja. Bagaimana
ya, membayangkan generasi muda yang lemah secara perlahan. Apalagi zaman now,
anak sekolah rasanya tidak lengkap tanpa kehadiran sahabat karibnya, handphone.
Doa
saya semoga kita, para orang tua dijauhkan dari segala keburukan yang bisa
menimpa anak-anak. Aamiin.
^_^
Ngeri ya mb anak2 sekarang...biasane usia2 SMP itu yang sering bikin gregetan. Aku juga sering lihat, anak berseragam tapi ga nyampe sekolahan..malah cuma nongkrong.
BalasHapusPadahal pamitnya juga pasti ke sekolah. Difasilitasi orang tua.
3 langkah tersebut harus di praktekkan nanti sebagi calon orang tua,,
BalasHapusjadi merasa, karena anak saya juga seperti ini. kadang saya marahin setiap hari, habis marahin sedih sekali rasanya, rasa menyesal juga muncul
BalasHapuskadang emang kesel mbak, tapi mau gimana lagi nama nya anak-anak. paling kita kasih pengertian dengan bahasa yang lemah lembut untuk mengingatkan.
BalasHapusTidak ada anak yang nakal, itu yang selalu saya tanamkan ke anak-anak saya. Yang ada adalah anak yang kurang dan butuh perhatian. Alhamdulillah sampai saat ini anak-anak mengerti dan bisa diajak bekerjasama. Kalau lagi malas mengerjakan apa yang saya minta, atau nggak mau karena lagi asyik main, mereka akan bilang "Maaf, Ma. Aku nggak bisa bantu" :)
BalasHapus