Perhatikan 5 Hal Penting Berikut Ketika Anak Memasak di Dapur




Suatu hari si sulung bertanya, “Aku nggak percaya, di umur segitu sudah bisa masak.”

Si anak senyum-senyum mengenang masa kecil yang hampir terlupakan. Semua kepandaian memasak tidak muncul begitu saja. Ada faktor X yang memicu anak untuk segera bergerak di dapur. Tak ada pilihan lain.

Di saat si sulung umur tujuh tahun saya hamil anak ketiga. Suami bekerja diluar kota. Kadang ada mbak ART kadang tidak. Yang pasti setiap pagi harus bangun dan membantu ibu. Tidak, ibu mual berat di kamar.

Sementara adiknya yang masih balita, butuh perhatian. Dengan siapa berbagi peran jika bukan dengan si sulung. Setiap pagi, bergulat di dapur. Ibu yang menyiapkan bahan masakan, sedangkan si sulung yang mengeksekusi. Lama- kelamaan anaknya terbiasa, setiap pagi menyiapkan sarapan sederhana kemudian berangkat ke sekolah.

Anak saya laki-laki semua. Memasak menjadi hal sangat biasa di rumah. Kalau si bungsu, biasanya karena menunggu saya terlalu lama. Dia minta tahu goreng tapi saya masih belum sempat menggoreng. Langsung buka kulkas lalu menggoreng. Kakaknya (si tengah) kadang bikin was-was. Makanan di dalam kulkas masih beku langsung dikeluarkan dan digoreng dengan api besar. Duh, itu siomay goreng jadi gosong di luar tapi dalamnya masih dingin.

Melihat aktivitas si bungsu di dapur, kakaknya (si sulung) jadi khawatir. “Ibu, adek menggoreng..!” Tapi kemudian dia paham. Dia umur segitu bisa memasak juga.


anak memasak di dapur

Tidak ada paksaan namun lebih kepada kesadaran. Si anak menyadari kalau dia tidak menyiapkan sarapan sendiri, lalu siapa? Meski tidak setiap hari, tapi rutinitas menyiapkan sarapan menjadi sesuatu kepandaian juga.

Selain itu dia juga harus berhitung dengan waktu. Pada pukul berapa memasak atau membeli nasi bungkus. Berapa lama waktu yang dibutuhkan? Semuanya harus selesai sebelum pukul 07.00.

Memasak adalah salah satu keahlian dasar yang wajib dikuasai anak. Tujuannya agar meraka tidak mudah tergantung dengan kita, orang tuanya. Melatih kemandiriannya, misalnya saat kemah dan saat saya ada kegiatan/acara diluar rumah. Seperti Mak Irul ceritakan bahwa anak perlu dibekali 5 keahlian dasar untuk melatih kemandiriannya.

***

Saat ini semua anak saya terbiasa dengan pekerjaan di dapur. Tapi bukan pekerjaan berat sih. Yang standar saja seperti menanak nasi (kadang-kadang saja pakai rice cooker), menggoreng, mengukus, dan memasak air. Masak mie instant tidak dihitung, kan?

Kalau memasak sayur kebanyakan yang sekali makan seperti aneka tumis. Lauk juga yang mudah, seperti telur dadar, tahu dan mendoan. Sementara yang seafood lebih suka yang gampang diolah, seperti udang dan cumi. Ayam fillet juga mudah buat anak. Cara memasaknya dengan cara menumis bumbu dapur seperti bawang merah/bawang bombay, bawang putih, cabai hijau besar, tomat. Cabai hijau besar bisa diganti merica halus. Kemudian ditambah garam halus, koreksi rasa, beres deh.

Sementara untuk frozen food, tinggal digoreng saja. Saya suka membuat frozen food. Bikinnya sering bersama anak-anak biar cepat selesai. Kalau bersama si bungsu saya mesti menyisakan adonan untuk dibuat eksperimen. Daripada merusak adonan saya mending saya kasih sedikit buat dia. Mau dibuat bentuk macam-macam atau digabung dengan terigu lain ya terserah. Dia bebas mencoba adonan miliknya.

Frozen food yang biasa saya buat antara lain bakso, siomay, pempek dan nugget. Kadang kalau rajin saya bikin stok buat gorengan seperti frozen risoles. Ini berguna banget ketika saya sedang pergi keluar kota. Sementara ada anak di rumah. Dia tinggal mengolah dan meracik bumbu. Kadang anaknya malas keluar buat mencari makan. Nah, kalau di rumah sudah ada stok makanan, dia bisa mengurus makanannya sendiri.

Beberapa minggu lalu, si tengah lapor kalau dia mengajak temannya main ke rumah dan menjamu dengan bakso dan siomay. Langsung ludes stok frozen food di kulkas.  

anak bikin omelet mie


Yang perlu diperhatikan ketika anak memasak di dapur:

1. Awasi

Walaupun anak (si bungsu) sudah terbiasa, saya masih belum tega membiarkannya memasak di dapur sendirian. Untuk usia SD masih rawan dengan segala macam keinginan untuk uji coba. Eh, yang besar juga. Faktor resiko kurang diperhatikan. 

Kalau saya sedang pergi dan anaknya mau di dapur, saya pastikan dia melakukan sesuai yang saya ajari. Khawatirnya ditinggal apa atau dia mau mencoba membuat sesuatu tanpa orang tua.

2. Perhatikan keamanan dapur

Fentilasi udara, letak kompor, air dsb. Banyak ya kalau bicara tentang keselamatan di dapur. Ini penting karena anak kadang tergoda untuk mencoba-coba. Atau lupa. Saya berkali-kali mengingatkan anak-anak kalau sedang menggoreng. “Jangan ditinggal!” sambil teriak.

Karena mereka belum memiliki feeling kapan makanan tersebut matang. Ditinggal ya ditinggal saja. Saya sih seperti satpam. Anak laki cenderung cuek. Jadi jangan sampai bosan mengingatkan.

Masalah meja dapur untuk memasak ini menjadi perhatian saya. Meja dapur ini buat anak kecil (si bungsu) terlalu tinggi. Dia kurang bisa memastikan apakah ketika memasak air airnya sudah matang. Tapi berkali-kali memasak air jadi mengerti bunyi air matang.

Demikian juga ketika menggoreng. Bagaimana cara dia memasukkan adonan ke dalam minyak yang sudah panas? Langsung dilempar atau pelan-pelan? Berulang kali saya katakan, “Jangan takut! Taruh pelan-pelan biar minyaknya tidak muncrat karena ada tekanan dari adonan yang nyemplung ke minyak. Lihat kalau pelan-pelan, minyaknya nggak apa-apa.”

Kalau si bungsu di dapur saya selalu mondar-mandir juga. Kadang juga berdiri disebelahnya.

3. Beri kesempatan

Buat apa sih anak di dapur? Ada ya yang berpikiran seperti ini, nanti rumah jadi berantakan. Yuk, bersihkan bersama-sama. Kalau capek ya ditinggal istirahat dulu. Setelah pulih balik lagi.

Yang penting jangan pernah ada sedikit pikiran buruk, misal nanti jadi kenapa-kenapa dengan alat masak, atau lainnya. Jangan. Bismillah. Kita ajari pelan-pelan. Saya percaya anak akan belajar dari apa yang dilihatnya.

4 Beri contoh

Anak-anak saya itu kadang sok tahu. Kadang pura-pura tidak tahu juga. Sok tahu itu seperti pada saat menggoreng. “Sudah ibu pergi saja. Nanti aku bisa sendiri kok.”

Ternyata tidak beres dan ibu jadi jengkel mengapa tidak mematuhi aturan dari ibu. Apinya tidak perlu besar. Tunggu saja api sedang sampai panas. Tinggal cemplung-cemplung tuh makanannya.

Eh, anaknya masih ngenyel, “Apinya besar saja biar cepat panas, ibu. Nanti kalau sudah panas, dikecilin.”

Entah teori darimana, saya tidak peduli. Tetap dibutuhkan kehati-hatian. Bukan sekedar keinginan cepat matang. Atau lama menunggu matang. Si anak meninggalkan dapur begitu saja,lalu tiduran... jadinya gosong!

5. Hargai usaha anak 

"Aduh masakan anak kecil seperti apa sih? Nggak ngalor, Nggak ngidul."

Jangan dicela, please. Kalau kurang sreg tinggal koreksi rasa saja. Tambah bumbu dapur.  Maklum saja, jam terbang mereka masih kurang. Pengalaman memasak masih minim. Tapi sudah mau terjun di dapur itu sudah luar biasa. Saya sangat berterima kasih pada mereka. Sedikit atau banyak sudah membantu ibu, meringankan beban di dapur.

Kalau tidak suka coba cara lain agar anak tidak tersinggung. Saya lebih suka menghagai usaha mereka. Dengan kata-kata positif membuat anak merasa ringan memasak di dapur. Coba bandingkan kalau saya mengatakan bahwa masakan dia tidak enak. Ampun deh, besok sudah berhenti di dapur. Kapok.

Jadi, anak kecil boleh memasak di dapur? Boleh dong. Tidak ada patokan usia yang pasti. Tapi saya mulai mengijinkan menyalakan kompor ketika anak sudah di SD. Anaknya sudah paham memasak sederhana, dan menjaga keselamatannya. Dia juga mengerti cara menggunakan kompor dan benda-benda yang bisa menyulut kebakaran, dsb. Di bawah usia SD saya tidak berani. Pastikan keamanan ketika dia memasak. Jangan lupa untuk mengajari dan menemaninya.

Happy cooking!

^_^
Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

3 Komentar untuk "Perhatikan 5 Hal Penting Berikut Ketika Anak Memasak di Dapur"

  1. Saya belajar masak dari sd, kebayang nih anak saya masih bayi suka nimbrung n liatin saya masak btw safety first emang ya mba tfs🤗

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awalnya memang karena anak-anak terbiasa melihat saya memasak. Kemudian pengen. Kalau sudah mulai ngerti bagaimana memasak, okelah saya temani memasak.

      Hapus
  2. Saya waktu kecilnya sich bisa masak
    Masak air maksudnya heheheheh

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel