Perhatikan 5 Hal Penting Berikut Ketika Anak Memasak di Dapur
Rabu, 08 Agustus 2018
3 Komentar
Suatu
hari si sulung bertanya, “Aku nggak percaya, di umur segitu sudah bisa masak.”
Si
anak senyum-senyum mengenang masa kecil yang hampir terlupakan. Semua kepandaian
memasak tidak muncul begitu saja. Ada faktor X yang memicu anak untuk segera
bergerak di dapur. Tak ada pilihan lain.
Di
saat si sulung umur tujuh tahun saya hamil anak ketiga. Suami bekerja diluar
kota. Kadang ada mbak ART kadang tidak. Yang pasti setiap pagi harus bangun dan
membantu ibu. Tidak, ibu mual berat di kamar.
Sementara
adiknya yang masih balita, butuh perhatian. Dengan siapa berbagi peran jika
bukan dengan si sulung. Setiap pagi, bergulat di dapur. Ibu yang menyiapkan
bahan masakan, sedangkan si sulung yang mengeksekusi. Lama- kelamaan anaknya
terbiasa, setiap pagi menyiapkan sarapan sederhana kemudian berangkat ke
sekolah.
Anak
saya laki-laki semua. Memasak menjadi hal sangat biasa di rumah. Kalau si
bungsu, biasanya karena menunggu saya terlalu lama. Dia minta tahu goreng tapi
saya masih belum sempat menggoreng. Langsung buka kulkas lalu menggoreng. Kakaknya (si tengah)
kadang bikin was-was. Makanan di dalam kulkas masih beku langsung dikeluarkan
dan digoreng dengan api besar. Duh, itu siomay goreng jadi gosong di luar tapi
dalamnya masih dingin.
Melihat
aktivitas si bungsu di dapur, kakaknya (si sulung) jadi khawatir. “Ibu, adek
menggoreng..!” Tapi kemudian dia paham. Dia umur segitu bisa memasak juga.
Tidak
ada paksaan namun lebih kepada kesadaran. Si anak menyadari kalau dia tidak
menyiapkan sarapan sendiri, lalu siapa? Meski tidak setiap hari, tapi rutinitas
menyiapkan sarapan menjadi sesuatu kepandaian juga.
Selain
itu dia juga harus berhitung dengan waktu. Pada pukul berapa memasak atau
membeli nasi bungkus. Berapa lama waktu yang dibutuhkan? Semuanya harus selesai
sebelum pukul 07.00.
Memasak
adalah salah satu keahlian dasar yang wajib dikuasai anak. Tujuannya agar meraka tidak
mudah tergantung dengan kita, orang tuanya. Melatih kemandiriannya, misalnya
saat kemah dan saat saya ada kegiatan/acara diluar rumah. Seperti Mak Irul ceritakan bahwa anak perlu dibekali 5 keahlian dasar untuk melatih kemandiriannya.
***
Saat ini semua anak saya terbiasa dengan pekerjaan di dapur. Tapi bukan pekerjaan berat sih. Yang standar saja seperti menanak nasi (kadang-kadang saja pakai rice cooker), menggoreng, mengukus, dan memasak air. Masak mie instant tidak dihitung, kan?
Kalau
memasak sayur kebanyakan yang sekali makan seperti aneka tumis. Lauk juga yang
mudah, seperti telur dadar, tahu dan mendoan. Sementara yang seafood lebih suka
yang gampang diolah, seperti udang dan cumi. Ayam fillet juga mudah buat anak. Cara
memasaknya dengan cara menumis bumbu dapur seperti bawang merah/bawang bombay, bawang
putih, cabai hijau besar, tomat. Cabai hijau besar bisa diganti merica halus. Kemudian ditambah garam
halus, koreksi rasa, beres deh.
Sementara
untuk frozen food, tinggal digoreng saja. Saya suka membuat frozen food. Bikinnya sering bersama anak-anak biar cepat selesai. Kalau bersama
si bungsu saya mesti menyisakan adonan untuk dibuat eksperimen. Daripada merusak
adonan saya mending saya kasih sedikit buat dia. Mau dibuat bentuk macam-macam atau digabung dengan terigu lain ya terserah. Dia bebas mencoba adonan miliknya.
Frozen
food yang biasa saya buat antara lain bakso, siomay, pempek dan nugget. Kadang kalau
rajin saya bikin stok buat gorengan seperti frozen risoles. Ini berguna banget
ketika saya sedang pergi keluar kota. Sementara ada anak di rumah. Dia tinggal
mengolah dan meracik bumbu. Kadang anaknya malas keluar buat mencari makan. Nah, kalau di rumah sudah ada stok makanan, dia bisa mengurus makanannya
sendiri.
Beberapa
minggu lalu, si tengah lapor kalau dia mengajak temannya main ke rumah dan
menjamu dengan bakso dan siomay. Langsung ludes stok frozen food di kulkas.
Yang
perlu diperhatikan ketika anak memasak di dapur:
1. Awasi
Walaupun
anak (si bungsu) sudah terbiasa, saya masih belum tega membiarkannya memasak di
dapur sendirian. Untuk usia SD masih rawan dengan segala macam keinginan untuk
uji coba. Eh, yang besar juga. Faktor resiko kurang diperhatikan.
Kalau saya sedang pergi dan anaknya mau di dapur, saya pastikan dia melakukan sesuai yang saya ajari. Khawatirnya ditinggal apa atau dia mau mencoba membuat sesuatu tanpa orang tua.
Kalau saya sedang pergi dan anaknya mau di dapur, saya pastikan dia melakukan sesuai yang saya ajari. Khawatirnya ditinggal apa atau dia mau mencoba membuat sesuatu tanpa orang tua.
2. Perhatikan keamanan
dapur
Fentilasi
udara, letak kompor, air dsb. Banyak ya kalau bicara tentang keselamatan di
dapur. Ini penting karena anak kadang tergoda untuk mencoba-coba. Atau lupa. Saya
berkali-kali mengingatkan anak-anak kalau sedang menggoreng. “Jangan ditinggal!”
sambil teriak.
Karena
mereka belum memiliki feeling kapan makanan tersebut matang. Ditinggal ya
ditinggal saja. Saya sih seperti satpam. Anak laki cenderung cuek. Jadi jangan
sampai bosan mengingatkan.
Masalah
meja dapur untuk memasak ini menjadi perhatian saya. Meja dapur ini buat anak kecil (si bungsu)
terlalu tinggi. Dia kurang bisa memastikan apakah ketika memasak air airnya
sudah matang. Tapi berkali-kali memasak air jadi mengerti bunyi air matang.
Demikian
juga ketika menggoreng. Bagaimana cara dia memasukkan adonan ke dalam minyak
yang sudah panas? Langsung dilempar atau pelan-pelan? Berulang kali saya
katakan, “Jangan takut! Taruh pelan-pelan biar minyaknya tidak muncrat karena
ada tekanan dari adonan yang nyemplung ke minyak. Lihat kalau pelan-pelan,
minyaknya nggak apa-apa.”
Kalau
si bungsu di dapur saya selalu mondar-mandir juga. Kadang juga berdiri disebelahnya.
3. Beri kesempatan
Buat apa sih anak di dapur? Ada
ya yang berpikiran seperti ini, nanti rumah jadi berantakan. Yuk, bersihkan
bersama-sama. Kalau capek ya ditinggal istirahat dulu. Setelah pulih balik
lagi.
Yang penting jangan pernah ada sedikit pikiran buruk, misal nanti jadi kenapa-kenapa dengan alat masak, atau lainnya. Jangan. Bismillah. Kita ajari pelan-pelan. Saya percaya anak akan belajar dari apa yang dilihatnya.
4 Beri contoh
Anak-anak
saya itu kadang sok tahu. Kadang pura-pura tidak tahu juga. Sok tahu itu
seperti pada saat menggoreng. “Sudah ibu pergi saja. Nanti aku bisa sendiri
kok.”
Ternyata
tidak beres dan ibu jadi jengkel mengapa tidak mematuhi aturan dari ibu. Apinya
tidak perlu besar. Tunggu saja api sedang sampai panas. Tinggal cemplung-cemplung
tuh makanannya.
Eh,
anaknya masih ngenyel, “Apinya besar saja biar cepat panas, ibu. Nanti kalau
sudah panas, dikecilin.”
Entah
teori darimana, saya tidak peduli. Tetap dibutuhkan kehati-hatian. Bukan sekedar
keinginan cepat matang. Atau lama menunggu matang. Si anak meninggalkan dapur
begitu saja,lalu tiduran... jadinya gosong!
5. Hargai usaha anak
"Aduh masakan anak kecil seperti apa sih? Nggak ngalor, Nggak ngidul."
Jangan dicela, please. Kalau kurang sreg tinggal koreksi rasa saja. Tambah bumbu dapur. Maklum saja, jam terbang mereka masih kurang. Pengalaman memasak masih minim. Tapi sudah mau terjun di dapur itu sudah luar biasa. Saya sangat berterima kasih pada mereka. Sedikit atau banyak sudah membantu ibu, meringankan beban di dapur.
Kalau tidak suka coba cara lain agar anak tidak tersinggung. Saya lebih suka menghagai usaha mereka. Dengan kata-kata positif membuat anak merasa ringan memasak di dapur. Coba bandingkan kalau saya mengatakan bahwa masakan dia tidak enak. Ampun deh, besok sudah berhenti di dapur. Kapok.
5. Hargai usaha anak
"Aduh masakan anak kecil seperti apa sih? Nggak ngalor, Nggak ngidul."
Jangan dicela, please. Kalau kurang sreg tinggal koreksi rasa saja. Tambah bumbu dapur. Maklum saja, jam terbang mereka masih kurang. Pengalaman memasak masih minim. Tapi sudah mau terjun di dapur itu sudah luar biasa. Saya sangat berterima kasih pada mereka. Sedikit atau banyak sudah membantu ibu, meringankan beban di dapur.
Kalau tidak suka coba cara lain agar anak tidak tersinggung. Saya lebih suka menghagai usaha mereka. Dengan kata-kata positif membuat anak merasa ringan memasak di dapur. Coba bandingkan kalau saya mengatakan bahwa masakan dia tidak enak. Ampun deh, besok sudah berhenti di dapur. Kapok.
Jadi, anak kecil boleh memasak di dapur? Boleh dong. Tidak ada patokan usia yang pasti. Tapi saya mulai mengijinkan menyalakan kompor ketika anak sudah di SD. Anaknya sudah paham memasak sederhana, dan menjaga keselamatannya. Dia juga mengerti cara menggunakan kompor dan benda-benda yang bisa menyulut kebakaran, dsb. Di bawah usia SD saya tidak berani. Pastikan keamanan ketika dia memasak. Jangan lupa untuk mengajari dan menemaninya.
Happy cooking!
Happy cooking!
^_^
Saya belajar masak dari sd, kebayang nih anak saya masih bayi suka nimbrung n liatin saya masak btw safety first emang ya mba tfs🤗
BalasHapusAwalnya memang karena anak-anak terbiasa melihat saya memasak. Kemudian pengen. Kalau sudah mulai ngerti bagaimana memasak, okelah saya temani memasak.
HapusSaya waktu kecilnya sich bisa masak
BalasHapusMasak air maksudnya heheheheh