Jika Orang Tua Bermain Sosmed, Apa Yang Kamu Lakukan?

sosial media


Saya sedang tidak ada ide buat mengisi label parenting. Kalau ibu-ibu muda bercerita tentang tumbuh kembang anak, dari kehamilan sampai balita, saya bercerita apa dong? Anak-anak sudah besar, tinggal si bungsu yang masih SD.

Tadi pagi ketika saya santai, ambil handphone dan buka twitter. Kemudian baca ciutan tentang orang tua yang mainan sosmed. Melihat sudut pandang anak muda, saya jadi geli juga. Bagaimana mereka merasa orang tua jadi seperti abg, atau mungkin menyaingi mereka. Bagaimana orang tua yang gaptek sebentar-sebentar bertanya ini itu sama anaknya. Atau justru si anak merasa jengah karena banyak pesan broadcast yang ditujukan kepadanya. Bahkan ada yang merasa diawasi orang tua sepanjang hari.

Beda usia, beda zaman dan beda pemahaman tentu saja melahirkan gesekan-gesekan yang melibatkan emosi. Saya saja masih sering bertanya ini itu kepada anak. Padahal kalau mau bersabar bisa kan googling mencari tutorial sendiri.

Saya mau cerita sedikit tentang bapak saya. Sejak awal bisa mainan whatapps, bapak saya sering mengirimkan video-video. Buat apa sih? Saya menebak pasti video tersebut dari kiriman teman-temannya. Memang benar. Saling menyebar video. Katanya biar saya tahu.

Apa yang dipikirkan orang tua belum tentu sama dengan saya. Tapi kalau setiap hari dapat kiriman video, bagaimana? Ya, terus terang saya ngomong langsung dengan bapak. Tidak perlu sebar-menyebar video atau kiriman lainnya. Kalau penting kita bisa ngobrol kan. Kalau sedang jauh, ya telepon. Lagipula, itu belum jelas kebenarannya. Mau ngomong hoax, takut susah menjelaskannya.

Sesudah saya ngomong begitu, bapak sudah paham. Jadi kalau dapat kiriman entah apa, ya sudah, dibiarkan saja sama bapak. Tidak perlu baper apalagi merasa orang lain harus tahu.

Lalu ketika posisi saya sebagai orang tua yang mainan sosmed? Sementara dua anak sudah remaja. Mereka akan dengan mudah menemukan apa saja yang saya posting, mulai dari facebook, twitter, instagram, pinterest, youtube dan blog. Mereka bisa menilai apa saja yang saya lakukan di dunia maya.

Sebagai orang tua yang memiliki anak usia remaja, pasti ada rasa was-was ketika dunia maya menyedot perhatian mereka. Ketika dunia maya mengalihkan semua yang nyata ada di depannya. Ketika dunia maya menjadi tempat curhat yang lebih menyenangkan daripada kepada orang tuanya. Ketika dunia maya menyajikan hiburan dan hal-hal yang sempurna.

Ya Allah, kalau ingat betapa pengaruh buruk dan baik itu ada di tangan kita sendiri, saya merasa malu. Rasanya  masih banyak kekurangan saya dalam menemani anak-anak.

Sementara anak-anak kalau asyik dengan handphone itu biasanya sedang bermain game, mainan WA, nonton video, mengerjakan soal online, browsing dan mengaji. Kalau masih SD, saya dengan mudah membuat pembatasan waktu. Tapi kalau sudah remaja, dimana handphone menjadi semacam kebutuhan. Kalau orang tua tidak sejak dini memberikan bekal kepada anak, apa jadinya!

Dua anak remaja saya tidak suka mainan sosmed, jadi ya tak ada masalah. Kami saling tahu. Orang tua boleh melihat handphone anak, begitu juga sebaliknya. Meskipun saya sering menunjukkan foto-foto yang saya unggah, video di youtube, tak ada komentar bernada negatif. Begitu juga dengan suami. Dia tidak mainan sosmed, tapi stalking semua akun saya. Kalau ada yang kruang pas, langsung ditegur. Dia juga pembaca setia blog saya meski membaca sekilas, “Tulisanmu panjang.”

Bagi saya, penting banget untuk memperhatikan rambu-rambu dalam bermain medsos. Apa yang dilarang suami, ya harus dipatuhi. Tidak perlulah saya terlalu asyik bermain di dunia maya, meski mengatasnamakan hobi atau pekerjaan. Begitu juga ketika cerita tentang anak. Kira-kira mana yang masih pantas dan tidak.

Saya pikir kalau si anak tidak senang orang tua mainan sosmed, pasti ada “sesuatu”. Ada yang “kurang” dalam hubungan keluarga. Contohnya saja ketika si anak tidak mau diketahui akun sosmednya. Bisa jadi si anak menjadikan akun sosmed sebagai teman paling asyik. Bisa jadi dia lebih nyaman berada di dunia maya daripada bersama orang tuanya.

Sejujurnya, orang tua pasti ingin selalu sehati bersama anak-anak. Berkumpul terus hingga jannah. Tak peduli, kita nanti sudah beranak pinak. Tapi berkumpul bersama keluarga adalah suatu kebahagiaan. Paling terasa kalau sudah ada anak yang mondok, ngekost, atau kerja diluar kota.

Bicara sosmed, saya sering tunjukkan apa yang saya upload hari itu. Saya ingin tahu reaksi anak-anak. Jangan menjelek-jelekan mereka. Yang malu kita sendiri. Menulis yang baik-baik saja, meskipun sedang curhat.

Saya juga kurang suka ikut memperpanas suhu timeline dengan berbagai macam isu kekinian. Kalau tidak mudheng, tidak usah ikut-ikutan menulis, komentar, dll. Takut dibully eh takut nanti dihisab di kemudian hari....

Happy family!

^_^



Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

12 Komentar untuk "Jika Orang Tua Bermain Sosmed, Apa Yang Kamu Lakukan?"

  1. Iya mbak, kadang kalau orangtua sibuk main sosmed, anak ikutan risau juga,
    Ingin lihat dan lain-lain,
    Kebiasaan lihat keponakan dan kakakku gitu hehee

    BalasHapus
  2. Kalau aku pribadi, malah merasa senang kalau ortu atau ponakan yang masih kecil ..., punya akun sosmed.

    Bukan buat gegayaan,loh.
    Tapi agar melek tekhnologi, informasi juga hal-hal positif yang bisa diambil dari sosmed.

    BalasHapus
  3. biasanya ya aku stalking juga mbak hehe
    apalagi klo malah buat grup sendiri di FB
    yang ada malah rame wkwkwk

    BalasHapus
  4. Ortu main socmed sih biar aja. Yang penting jangan kemakan hoax. Kadang-kadang risaunya kan karena "udah gede" baru kenal socmed, jadi takut kemakan hoax.

    BalasHapus
  5. Kalo saya masih belum berani bikinin akun sosmed buat anak saya, lah wong masih umur 3 tahun, wkwkwkwk... The point is, orang tua sebaiknya mengontrol setiap aktivitas anak ketika menggunakan sosmed, agar orang tua mengetahui dengan siapa saja si anak berinteraksi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sayapun nggak buat anak kecil. Biar anaknya seneng2 mainan bersama teman-teman sebaya.

      Hapus
  6. Dulu saya punya murid masih SD dan udah punya FB. Teman2 dia pun juga begitu. Cuma Maminya bilang, semua memang terpantau akunnya sama Maminya. Akun FB si Mami pun juga berteman dengan teman2 ketiga anaknya. Memang sebagai ortu mesti melebur dengan genknya para bocah ya, haha... Demi anak2 tetap terpantau.

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel