Salah Paham dengan Pasangan? Yuk, Atasi Akar Masalahnya!
Senin, 22 Oktober 2018
10 Komentar
Pernahkan
kita merasa seharian itu ada saja yang tidak beres? Mau mengatakan apes kok
rasanya bagaimana gitu (takut dosa)... Akibatnya jadi bad mood, aktivitas
tertunda, dan malas yang merajalela.
Apalagi
kalau kesalahan-kesalahan yang terjadi bukan karena ulah kita. Namun ulah
pasangan hidup alias suami. Entah itu karena disengaja atau tidak, akhirnya
kita yang tak tahu menahu ikut menanggung resiko. Mau bagaimana lagi, ya sudah
diterima saja. Pasrah.
Saya
mau cerita tentang kejadian-kejadian yang membuat kadar emosi saya meningkat. Semoga
bisa diambil hikmahnya.
Mobil Mogok Sebelum Berangkat
Hari
Sabtu adaah jadwal renang si bungsu. Seperti biasanya juga, si bungsu tidak
pernah mau pulang langsung setelah pelajaran renang. Tapi bermain-main bersama
teman-temannya,a seluncuran, bercanda, kejar-kejaran dan lempar air.
Saya
yang menunggu jadi cenat-cenut melihat waktu. Di satu sisi saya ingin
memberikan kelonggaran waktu bermain, namun di sisi lain yang memiliki
tanggungan untuk belanja sayur, memasak dan ngepack barang-barang yang akan
dibawa ke Gresik.
Hampir
satu jam setelah sesi renang berakhir, saya berhasil mengajaknya mandi dan
pulang. Perjalanan pulang nanti rencananya mau mampir ke bank dan pasar. Sayang
sekali dia tidak mau. Uang di dompet hanya cukup untuk membayar tiket masuk
kolam.
Setelah
saya rayu, dia mau juga menunggu di halaman bank. Perjalanan berlanjut dan
rencana ke pasar gagal total. Saya mengantarkan anak pulang. Setelah tiba di
rumah saya langsung pergi ke pasar yang tadi saya lewati.
Urusan
belanja, memasak dan packing barang-barang sudah beres. Semua sudah makan siang
di rumah dan siap berangkat. Suami yang ingin memasukkan barang ke mobil
mendadak ragu. Ban mobil kempes, remote mobil tidak bisa berfungsi dengan baik.
Sempat
berpikir, “Tadi seharian ngapain aja. Aku kan sudah wira-wiri ngurus anak plus
makanan. Sementara dia di rumah. Ngapain coba di rumah sendiri?”
Saya
tahan ucapan itu sambil terus berbaik sangka. Kalaupun hari ini tidak ke
Gresik, mungkin minggu depan bisa kesana. Mungkin ini cara Allah untuk mencegah
kami pergi.”
Ya,
sudah saya pasrah, sambil buka laptop, baca-baca. Lupakan masalah mobil karena
saya yakin nanti juga beres juga. Suami juga sedang berusaha.
Rencana
mau berangkat setelah sholat dhuhur jadi molor hingga sekitar pukul 16.00. Camilan
yang sejatinya mau dibawa selama perjalanan sampai habis. Masih ada stok kue
kering yang rasanya tidak mampu membuat perut cepat kenyang.
***
Lapar dan Kartu ATM
yang Hilang
Ceritanya
suami sedang mengurus uang masuk sekolah. Urusan ini terlalu ribet karena tidak
satu pintu dan sering salah paham dengan petugasnya, seperti dilempar
kesana-kemari. Apalagi kami belum hafal tempat-tempat yang dimaksud. Ditambah
antrean yang mengular dan ruangannya mendadak sempit.
Urusan
administrasi itupun selesai juga. Masih menyisakan pening di kepala suami. Tapi
kami mesti pulang saat itu juga. Perjalanan dari Malang ke Tuban lumayan
menyita waktu. Perut saya seperti sedang malakukan konser tunggal. Menyanyi,
menjerit dan mengiba. Ah, nanti dulu, pikir saya tenang. Lama-lama tidak
sanggup juga. Saya lihat isi dompet yang makin kurus.
“Aku
tidak punya uang. Nanti mampir di mesin ATM yang ada di pinggir jalan saja,”
pinta saya kepada suami.
Saya
merogoh dompet, mencari kartu ATM ternyata tidak ada. Oh ya bukankah tadi
dipakai untuk membayar uang sekolah anak. Saya cari berulang tetap tidak ada.
Saya yakin kartu itu lupa tidak dikembalikan kepada saya.
ATM
tidak ada di dompet saya dan suami. Aduh bagaimana ini? Jadi panik juga. Suami mengingat-ingat
kejadian terakhir menggunakan kartu ATM. Kemungkinan masih tertinggal di
mesinnya. Saya menatap wajah suami. Hening!
Rumah
masih jauh dan kami lapar. Saya mencari-cari uang dompet suami dan recehan buat
parkir yang biasa ditaruh di mobil. Syukurlah masih ada uang buat makan siang
di warung.
***
Kunci Rumah Tertinggal
di Mobil
Pagi
itu, suami berangkat kerja bersama si sulung. Ceritanya si sulung ingin
menyelesaikan urusan di kampusnya, jadi seklaian saja berangkat bareng. Kebiasaan
kami kalau membawa kendaraan sendiri, kunci rumah ditaruh saja di kendaraan. Tapi
kali ini yang berangkat suami dan si sulung. Lha saya dan dua anak yang sedang
menginap di rumah bapak saya bagaimana bisa pulang ke rumah sendiri? Rumah
bapak saya hanya beda desa dari rumah saya.
Saya
tiba di rumah. Saya baru ingat kalau kunci rumah itu turut bersama kendaraan
yang melaju ke Gresik. Yang ada dalam genggaman saya adalah kunci pagar dan kunci
kamar saya. Ya Allah, pagi itu suram banget. Menatap rumah dalam hening. Anak-anak
ikut bingung bagaimana bisa masuk rumah dalam keadaan seperti ini. Sementara
jarum jam bergerak terus. Sebentar-sebentar saya lihat jam di handphone.
Anak-anak belum sarapan, belum mandi dan belum ....
Saya
menelpon suami berkali-kali baru diangkat. Ya, iyalah dia lagi di jalan. Tapi
ini penting! Sekalinya diangkat tetap saja orangnya tidak mungkin balik ke
rumah. Absensi, jam masuk kantor tidak bisa diganggu gugat dengan alasan apapun!
Ingin
rasanya melimpahkan kesalahan ini kepada suami. Tapi sekali lagi, mencari
kesalahan orang tidak akan menyelesaikan masalah. Saya bersama dua anak masih
berdiri dengan bingung. Satu-satunya cara harus membangunkan tukang yang biasa
saya panggil. Tapi hari masih pagi. Baru pukul 05.00. Sambil menunggu hingga
beberapa saat, saya mencoba menenangkan anak-anak.
Akhirnya
saya berangkat mencari tukang. Orangnya masih tidur ketika saya panggil. Biarlah,
ini penting! Sambil meminta maaf karena mengganggu, saya meminta segera datang
ke rumah. Alhamdulillah masalah teratasi.
***
Pesan moral:
Masalah
bisa menimpa siapa saja. Tapi terus menerus menyalahkan orang, bakal membuat
hati semakin tidak nyaman. Jengkel, sebel, marah. Masak perasaan negatif
seperti itu akan terus-menerus bersemayam di dalam hati saya. Atau menunggu
orangnya datang dan melimpahkan kemarahan? Sementara masalah tidak kunjung
teratasi.
Saya
masih belajar dalam menahan diri. Saya sadar ini tak mudah. Kadang karena saya ingin emosi, saya pilih
melakukan hal lain sebagai cara untuk mengalihkan rasa marah dan menenangkan
diri. Kalau hati sudah tenang, kita bisa ngobrol baik-baik. Ya kan?
Masalah
harus diselesaikan. Lupakan rasa marah. Masalah sudah menghadang di depan mata,
masak diam saja atau dihindari. Iya, kalau masih bisa menghindar, kalau sama
sekali tidak? Seperti kasus saya diatas. Mau lari kemana saya?
Terakhir,
ketika tidak bisa menyelesaikan masalah, ada baiknya untuk meminta bantuan
orang lain. Jangan ragu, sungkan atau malas mendatangi kerabat, teman, tetangga
atau siapapun yang bisa membantu kita. Buka hati untuk menerima masukan dari mereka. Tapi pilih-pilih dulu masalahnya. Jangan mudah mengumbar masalah. Bahaya!
Percayalah, setiap masalah ada jalan keluarnya. Kalau kalian, bagaimana cara menyelesaikan salah paham dengan pasangan? Cerita dong!
Percayalah, setiap masalah ada jalan keluarnya. Kalau kalian, bagaimana cara menyelesaikan salah paham dengan pasangan? Cerita dong!
^_^
Gemes banget yah mba sadar kunci rumah gak ada :)
BalasHapusIya, mas. Kalau ingat itu jadi gemes.
HapusEnaknya kalau ada yang mengganjal di hati saya langsung omongin mba ke pasangan, walau ada nada kesal tapi lebih baik dibanding diem-dieman menahan hati hehe
BalasHapusKalau diem-dieman nggak tahu masalahnya apa, ya kan.
HapusKalau ak sih tetap dibicarakan dengan baik baik, ajak mengobrol bersama... Kadang juga agak sedikit menghibur, jadi gak terlalu serius banget.. Tapi tetap tujuannya supaya baikan lagi dan kesalah pahaman itu bisa terselesaikan wuehehe
BalasHapusBaguslah kalau bisa ngobrol2 dengan kepala dingin.
HapusAku merasa yang ini masih pr banget.
BalasHapusbetul kadang hal yang sederhana jd besar ya, tapi alahmdulilah seiring waktu kita akan lebih dewasa dalam ahl memahami segala hal
BalasHapusPernah dan kerap selama perjalanan berumah tangga dari awal sampai sekarang. Ngeselin emang jika suami salah. namun saya juga pastinya di mata suami pernah salah dan saya juga sadarerap salah. hal-hal semacam itu memang tak nyaman namun yang terbaik adalah memaafkan dan berupaya tak mengulang.
BalasHapusKalau bicarain detail kesalahan kami rasanya seabrek dan numpuk terus, namun pikirkan hal baik bersama. Hidup pasti ada salahnya dan tak sempurna, nikah saja desember nanti kami genap 10 tahun. Jadi hidup ini memang harus dijalani dengan sekian salah paham, salah laku, dan salah-salah lainnya sampai jadi bertmasalah. Namun pastinya ada upaya agar bisa nyelesaian masalah. tak bisa dibiarkan saja.
Soal minta bantuan orang lain, yah, memamng baik. Cuma butuh saringan juga, he he. Hal apa yang akan kita umbar.
Oh ya, biasanya kalau saya lagi kesal pada suami jika ia bikin kesalahan, saya akan bilang padanya agar tahu bagaimana perasaan istri juga semacam upaya memnperbaiki diri. Suami juga kadang gitu pada saya kalau saya salah.
Tetap akur dan rukun dengan suami, Mbak. Tiada yang sempurna dalam diri kita dan pasangan, adanya saling isi dan lengkapi.
Aku juga sering marah kalo suami ngelakuin hal2 yg malah jd bikin masalah. Trutama soal kerapian, dan urusan keuangan di mana aku sgt ketat dan teratur. Tapi semarah2nya ama dia, aku biasa memilih menghindar dulu, jgn ketemu, sampe emosiku turun. Krn klo dipaksa bicara lgs, takutnya aku ngeluarin kata2 yg mnyinggung dia. Makanya lbh baik ademin kepala dulu :)
BalasHapus