Tips Agar Asisten Rumah Tangga Betah Bekerja
Selasa, 17 September 2019
6 Komentar
Rasanya
baru kemarin saya menerima kehadiran mbak ART (Asisten Rumah Tangga) di rumah.
Pertemuan awal tersebut sangat penting untuk keberlangsungan hubungan saya
(keluarga) dengan si mbak. Karena disitulah ada kesan pertama yang pasti
membekas. Si mbak bisa memutuskan menerima pekerjaan rumah tangga atau tidak
dengan mempertimbangkan obrolan kami.
NOTE:
Tulisan
ini subyektif. Hanya berisi pengalaman pribadi yang MUNGKIN SANGAT BERBEDA
dengan orang lain yang menggunakan jasa ART. Berbeda karena sikap, sifat,
perilaku, kebiasaan, toleransi, pekerjaan, latar belakang, kondisi sosial
ekonomi baik saya maupun mbak ART.
Kesepakatan awal
Pertama
kali mbak datang ke rumah diantar bulik saya. Bisa dikatakan bahwa bulik inilah
yang menjadi perantara. Tidak pakai uang ya. Karena sebagian perantara yang
pernah saya ddengar dari mbak memasang tarif ketika berhasil membawa ART.
Bulik
saya mengenal si mbak karena teman si mbak adalah ART yang bekerja di rumah
anak bulik. Nah, berhubung saat itu saya sedang mencari ART, maka saya
woro-woro ke tetangga, petugas sampah, tukang becak, teman hingga kerabat.
Pokoknya kalau ketemu orang saya minta tolong dicarikan ART.
Kebutuhan
ART terjadi karena saya sering sakit ketika mengurus anak-anak di rumah
senidri. Sementara suami saya bekerja di luar kota. Saya tidak mau merepotkan
keluarga. Sesekali minta tolong karena kepepet banget, diaanggap wajar saja,
ya.
Kembali
lagi...
Pada
pertemua awal tersebut, saya bertanya masalah standar saja, seperti mbak pernah
bekerja di rumah tangga belum, keluarganya bagaimana, suami bekerja dimana,
asalnya mana... Seperti itulah. Setelah perkenalan saya langsung bertanya
tentang gaji. Mbak minta digaji berapa?
Pertanyaan
gaji meski terkesan malu-malu tapi harus. Kemudian mbak bertanya pekerjaan apa
saja yang mesti dilakukan. termasuk pertanyaan, “Ada orang tua nggak disini?”
Nenek atau kakek maksudnya. Karena kalau pekerjaan rumah itu termasuk mengurus
orang sepuh, gajinya berbeda dan belum tentu mau. Dia memiliki pengalaman buruk
dengan orang tua yang rewel. Jadi kalau disuruh mengurus orang tua, sepertinya
mbak menyerah.
Akhirnya
mbak menyebutkan gaji per bulan yang diinginkannya. Saya setuju karena masih
masuk akal angkanya. Bahkan termasuk murah. Karena pekerjaan rumah tangga itu
tidak ada habisnya. Di rumah ada 3 anak kecil, usia setahunan, balita dan SD.
9 tahun bersama Mbak
ART
Sekarang
ini sudah sekitar 9 tahun mbak bekerja di rumah saya. Kadang saya ajak ke rumah
orang tua, kerja juga. Kalau saya ajak jalan-jalan tidak pernah. Mbak tidak
bakal mau karena tidak tahan naik kendaraan pribadi, apalagi dengan AC. Mbak tidak
suka pergi-pergi kecuali terpaksa sekali. Itupun bisa dihitung dengan satu
tangan saja.
Selama
kurun waktu tersebut pastinya tidak mudah untuk bisa saling menerima. Kalau di
awal bekerja, mbak masih kaku ya wajar. Belum paham rumah, keluarga saya dan
pekerjaannya. Bingung menghadapi kami. Demikian juga saya.
Saya
tidak suka main memberikan perintah secara bertubi-tubi. Kira-kira seminggu
sudah hafal apa yang mesti dikerjakan. Hubungan dengan anak-anak kadang bikin
saya ketar-ketir. Ada saja masalahnya. Ketika anak rewel, marah dan berkata
kasar itu sungguh bikin saya malu. Saya segera meminta maaf. Saya kasih
pengertian kepada anaknya agar tidak diulangi. Coba kalau mbak tidak terima
dikatakan seperti itu, lalu pergi, dan tidak mau bekerja lagi. Apa saya tidak
makin pusing?
Saya
ajarkan kepada anak-anak kalau meminta tolong mbak dengan cara dan suara yang
baik. Jangan kasar kepada mbak. Karena semua orang tidak ada yang suka/mau
diperlakukan kasar. Apa yang kita lakukan itu mencerminkan diri kita. Dengan
begitu anak-anak paham bagaimana berbuat baik kepada mbak. Bagi saya, mbak itu
sudah seperti keluarga. Kami sudah saling mengerti apa yang kami inginkan. Saya
suka apa, mbak tahu. Bagaimana mengolah makanan ya seperti yang saya ajarkan. Kadang
saya merasa masakan mbak lebih enak daripada saya. Kalau ada yang kurang pas,
saya rasa tidak masalah sih. Cuma untuk membuat kue, selalu dengan tangan saya.
Pernah
sih mbak masak sayur rasanya hambar, terlalu asin, bumbunya kurang. Tapi lebih
sering sesuai dengan keinginan saya. Ini tidak mempengaruhi hubungan saya dan
mbak. Anak-anak maupun suami sudah mengerti, tidak boleh mencela makanan. Penting
banget saya tekankan pada mereka. Kalau kurang suka, ya sudah diam saja. nanti
bisa ditambahkan bumbu jika memungkinkan. Kalau tidak, ya anggap saja lagi
apes. Beres! Tidak perlu merasa rugi buang-buang makanan. Lha saya saja sering
gagal memasak, makanan masuk tong sampah. Suami saya alhamdulillah tidak pernah marah. Masak saya
mau memarahi si mbak!
Pastinya
selama 9 tahunan itu kami merasakan suka dan duka. Yang “duka” tidak perlulah
diungkit disini selama tidak ada kasus yang fatal. Karena “suka” lebih banyak
dan mampu menutupi segalanya. Bagi saya mbak adalah bagian dari keluarga. Mbak memiliki karakter baik dan dapat dipercaya. Entah
bagaimana nanti kalau anak-anak sudah sekolah di luar kota... Mbak pernah
berkata, di rumah sudah tidak banyak pekerjaan seperti saat anak-anak masih
kecil. Tapi saya masih berkeras hati untuk mempertahankan mbak.
Saya
bersyukur hubungan dengan mbak terjalin dengan baik alias awet. Ada beberapa
tips yang akan saya ceritakan berdasarkan pengalaman.
Agar mbak ART betah
bekerja di rumah:
- Ada kesepakatan gaji, pekerjaan, jam kerja dan hari libur. Tidak ada yang nggrundel jika sudah sepakat. Kalaupun ada tambahan pekerjaan, alangkah baiknya untuk memberikan tips.
- Toleransi. Saya tidak bisa memaksa mbak untuk betah. Karena untuk bisa bertahan dari pagi sampai siang dibutuhkan usaha untuk menata hati. Mbak ikhlas bekerja, sayapun ikhlas menerima hasil pekerjaannya. Saya belajar memahami mbak, demikian juga si mbak.
- Jangan membebani dengan banyaknya pekerjaan. Kalau pekerjaan banyak, saya ikut membantu. Saya juga tidak mau memaksa untuk “harus” selesai hari ini jika tidak memungkinkan.
- Memberi ruang untuk berteman. Karena di gang saya banyak yang memiliki ART, saya biarkan saja ketika mbak butuh teman. Mbak biasa ngobrol dan main ke rumah tempat para ART. Sama seperti saya yang butuh berteman.
- Saling membutuhkan saling menghargai. Mbak bisa bekerja di rumah saya karena keluarganya mengijinkan. Mbak sendiri juga membutuhkan pekerjaan untuk survive. Saya membutuhkan mbak untuk meringankan pekerjaan rumah dan menemani saya. Dengan begitu saya maupun mbak belajar untuk saling menghargai. Bukan cuma saat membutuhkan saja.
So,
buat teman-teman yang masih penasaran bagaimana sih agar mbak ART bisa betah
bekerja di rumah, bisa dimulai dari poin pertama. Gaji sesuai dengan pekerjaan
dan si mbak setuju. Lainnya bisa menyesuaikan....
^_^
Kalau menurut saya punya ART itu sama kayak jodoh.
BalasHapusNggak bisa ditebak, tergantung personal hehehe.
KAdang juga semua tips di atas udah diterapkan, eh tetep juga nggak betah, karena ini itu.
Seumur-umur saya belum pernah pakai ART, pernah sekali tapi pas kami di rumah mertua.
Saya nggak enak menitipkan anak ke mertua, jadi saya carikan ART.
Baik sih orangnya, tapi banyak juga tuntutannya hahah
Bener mbak, punya ART kayak jodoh aja. Dulu juga pernah aku gonta-ganti ART, ada yang cuma 1 bulan, 3 bulan, ada juga yang cuma 2 hari lalu hilang gak ada kabar.
HapusAKu punya ART betah nih alhamdulillaah sejak tahun 2011. Tipsnya sih sebenarnya mudah aja. Aku anggap dia seperti anggota keluarga sendiri, Apa yang kita makan ya dia juga makan, dikasih bonus selain THR. Suka dikasih dikit2 buat jajan dll. ART aku ini PP dari jam 7 pagi sampai jam 11 atau 12 siang.
BalasHapusIya mbak, perlakuan kita kepada ART inilah yang bikin dia betah.
HapusSy blm pernah cari ART, tp pernah eibantunART waktu kecil meski ibu tetap memegang peran utama..dan nggak bertahan lama mungkin waktu itu ibu tidak perlu ART lagi kali ya, atau pindah kota kalo nggak salah.. dan cari ART memang sussh2 gampang..
BalasHapusIya mbak, susah2 gampang.
Hapus