Alasan Saya Tak Mengizinkan Anak SMP Mengendarai Motor




Assalamualaikum

“Lho, kak, kamu udah bisa naik motor?” saya cukup kaget ketika melihat anak sulung sudah bisa naik motor di depan rumah. Selidik saya, dia belajar naik motor sama temannya. Mungkin dengan teman lebih gampang tanpa perlu ijin. Tinggal pinjam lalu jalan.

Di luar rumah saya tidak bisa mengontrol anak-anak. Bisa jadi, dia sudah sering main-main dengan teman-temannya. Pinjam sana sini tanpa ketahuan saya. Bebas pergi tanpa SIM.

Tapi selama di rumah, semua ada aturannya. Saya cukup tegas masalah naik motor ini. Biar dikatakan kolot, kuno, tidak gaul, terserah! Saya tidak peduli. Selama mereka adalah anak-anak saya, maka sayalah yang bertanggung jawab terhadap mereka. Mereka harus patuh dengan aturan di rumah.

Saya memang tidak mengizinkan anak-anak naik motor selama masih duduk di bangku SMP. Meskipun anak-anak bisa naik motor dengan sendirinya. So far, mereka mematuhi aturan saya. Mau nggrundel, terserah! Mau kecewa juga!

Dalam hal ini aturan ibu tidak terbantahkan. Namun saya masih memberikan kesempatan anak-anak untuk naik motor di sekitar rumah, di gang. Sayang, anak-anak ini merasa tidak perlu. Iya sih, buat apa, kalau cuma muter di depan rumah tanpa tujuan? Mau ke rumah teman terdekatpun masih harus keluar masuk gang.

Jadi selama masih SMP, kendaraan mereka adalah sepeda. Ke sekolah naik sepeda, main ke rumah teman, belanja kebutuhan sekolah, dan ke tempat lainnya. Saya rasa insyaallah masih aman dan  mudah.

Dalam diamnya mereka mengeluh, “Ibu, teman-temanku loh kemana-mana naik motor.”

Saya tahu. Beberapa teman anak-anak mengendarai sepeda motor ketika main ke rumah saya. Ya, saya tidak mempermasalahkan. Karena bukan hak saya melarang. Apalagi mereka bukan anak saya. Yang pasti, saya berharap mereka sudah ijin orang tua ketika pergi.

Selain itu, mereka itu biasa berkendara di jalan raya. Ke sekolah juga. Orang tuanya menginjinkan. Karena rumahnya jauh, orang tua mesti bolak-balik mengantar dan menjemput. Capek. Toh anaknya sudah besar, sudah bisa mencari jalan yang aman (jalan tikus) ketika ada pemerikasaan oleh polisi. Anak juga bisa menitipkan sepeda motor di penitipan bukan di parkiran sekolah. Karena pasti dilarang!

Beberapa orang tua bangga ketika anaknya sudah bisa membawa sepeda motor kemana-mana. Sudah bisa membantu meringankan langkah orang tua dengan tidak antar jemput, dsb. Bahkan bisa dikatakan mandiri.

Saya tidak ambil pusing dengan itu. Justru yang menjadi masalah adalah ketika anak saya dibonceng teman-temannya. Saya berkali-kali mengingatkan untuk tidak usah saja. Jujur saja saya suka ngeri melihat anak-anak sekolahan yang mengendarai motor.

Rumah saya dekat dengan sekolahan dan saya sering berpapasan dengan mereka. Bubar sekolah, ngeng..ngeng...ngeng... Ada yang tertawa sambil teriak kepada temannya. Ada yang usil di jalan. Yang sering itu kebut-kebutan sama temannya. Entah kalau mereka merasa itu masih wajar.

Saya memilih untuk minggir, jalan ke tepi saja, memberikan jalan buat anak-anak sekolah agar leluasa berkendara. Walaupun ketika saya mau belok suka was-was. Ada teman yang sudah menyalakan lampu sign tapi ditabrak anak sekolahan. Duh!

Ada 2 alasan sederhana saya ketika tidak menginjinkan anak naik sepeda motor:


  1. Emosi anak sekolahan masih labil.
  2. Belum memiliki SIM.


Anak SMP itu masih belum cukup umur. Walaupun badannya bongsor tetap saja usia belum mencukupi. Emosinya masih labil, suka seenaknya sendiri. Bagaimana ketika dia di jalan raya, apakah dia bisa lebih santai, tenang menghadapai berbagai masalah di jalan?

Ya, memang anak-anak harus berhadapan dengan masalah agar bisa bisa mencari solusi. Kalau cuma diam di rumah, pengalaman juga kurang. Tapi ingat, semua itu ada waktunya.

Apalagi usia segitu, anak belum bisa mendapatkan SIM. Kalau ada masalah di jalan raya, katakanlah kecelakaan tentu berada di pihak yang salah. Begitu juga masalah klaim asuransi. Anak di bawah umur yang berkendara pasti salah.

Baru-baru ini saya baru tilik teman anak saya yang jatuh dari motor. Orang tua sudah melarang naik motor. Tapi yang namanya anak, punya banyak cara. Dari yang sembunyi-sembunyi sampai pura-pura. Ah, sama saja, ya.

Saya berharap sampai anak terakhir masih bisa memberlakukan aturan tersebut. Kuncinya ada pada komunikasi yang baik. Saya mengajak anak-anak untuk diskusi meski dalam hal ini saya yang dominan. Suka atau tidak, ini demi kebaikan mereka.

^_^

Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

2 Komentar untuk "Alasan Saya Tak Mengizinkan Anak SMP Mengendarai Motor"

  1. Setuju bu, gak usah diijinkan. Barusan kemaren kami hampir ditabrak anak sekolah yang kebut2an naik motor. Mana gak pake helm [pula

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel