Yuk, Ngemil Bijak! Tetap Asyik Ngemil Tanpa Takut Bersalah
Selasa, 08 September 2020
4 Komentar
Assalamualaikum,
Bu
Sinta: “Kalau lagi marah, aku pengennya ngemil terus.”
Bu
Yani: “Iya, rasanya puas kalau bisa ngemil.”
Bu
Ana: “Lagi bete juga ngemil. Masak sih bete didiemin!’
Bu
Elly: “Hati-hati loh Jeng, jangan kebanyakan ngemil manis-manis. Ingat umur,
Jeng!”
Mendadak
obrolan tadi senyap. Kami, ibu-ibu yang usianya sudah tak muda lagi tapi masih
suka ngemil. Kemudian tiba-tiba tersadar, ngemil bikin berat badan naik
suka-suka. Tapi kami tak suka. Pengennya tetap makan, badan langsing. Ayo, mana
bisa?
Saya
sendiri suka ngemil ketika sedang berkumpul dengan keluarga. Terutama kalau ada
anak sulung di rumah. Senang ada teman makan,
senang juga bisa mencoba resep dan makanan baru. Seperti sedang
berpetualang di dunia makanan. Sehari bisa dua kali bikin camilan dan ludes. Itu belum termasuk ngemil biskuit dan lainnya. Kemudian ingat timbangan. Ah, saya merasa gagal
ngemil bijak, ngemil tanpa takut bersalah, tanpa takut badan bakal melar.
Ngemil Bijak, Mengapa Kita Ngemil?
Ngemil,
makan camilan sedikit tapi sering. Kadang merasa hanya mengambil sedikit
camilan, tapi faktanya satu toples kue bisa ludes. Kadang perut sudah kenyang
tapi mengapa merasa lapar. Iya, lapar makanan ringan.
Saya
suka ngemil ketika sedang mengetik dan stuck. Bukannya berusaha mencari ide,
saya bahkan bergegas mencari camilan. Seolah
mendapatkan pelampiasan atas ketidakmampuan saya melanjutkan tulisan. Tapi
rasanya senang saja ketika saya bisa menikmati satu dua keping biskuit, kue kering atau
cake, roti, kerupuk, keripik. Banyak ya, macamnya! Apalagi saya suka memasak, bikin
macam-macam kue. Maksud hati untuk menyetok snack keluarga sekalian update
resep masakan. Belum lagi kalau kumpul bareng teman dan makan-makan. Rasanya
semua yang dihidangkan pengen saya makan. Daripada menyesal kehabisan.
Ngemil
ala saya berlangsung lama dengan makanan yang sedikit. tapi saya ulangi terus.
Bagi saya, untuk mengetahui enak atau tidaknya makanan saya harus ikut
mencicipi, bahkan menghabiskannya kalau masih lapar. Kalau makanan ringan tidak bikin kenyang, jadi pengen nambah terus.
Patut
diketahui, sebenarnya alasan ngemil itu apa? Karena lapar? Karena penasaran
dengan rasa makanan? Karena semua orang ngemil jadi ikut ngemil? Atau hanya
ingin mengasihi diri sendiri? bukankah tadi sudah capek berkegiatan, mengapa
tidak menikmati waktu senggang dengan ngemil saja?
Tujuan Ngemil Bijak, Karena Kasihan atau Cinta?
Dalam
webinar yang diselenggarakan oleh Mondelez Indonesia dan Ibu-Ibu Doyan Nulis
(IIDN), saya semakin tercerahkan dengan kebiasaan ngemil. Bagaimana masyarakat
Indonesia yang suka ngemil ini akan berangsur-angsur sadar ketika melakukannya.
Biasanya
kita ngemil sambil ngobrol, menonton teve, membaca dan aktivitas lainnya. Kita
melakukannya tanpa benar-benar menyadari bahwa kita memang membutuhkan makanan
saat itu. Padahal jika dilakukan secara seimbang, kita akan mendapatkan manfaat
yang baik untuk tubuh.
Ngemil
bijak merupakan ajakan agar masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan lebih baik
dalam ngemil. Tujuan ngemil adalah untuk menikmati. Jika kita ngemil tanpa
sadar, maka kita tidak bisa menikmati lagi.
Makan
harusnya satu kegiatan saja. Namun ketika kita melakukan dua kegiatan sekaligus
(misalnya membaca sambil ngemil) maka kita tidak bisa benar-benar fokus. Kita
fokus pada kegiatan membaca, namun tidak dengan makan. Maka kegiatan makan ini
yang dimaksud dengan makan tidak sadar. Kita tidak sadar seberapa banyak
makanan yang diambil. Kita juga tidak sadar apakah makanan ini benar-benar kita
butuhkan atau tidak.
Mbak
Kharisma Fitirasari (Head of Corporate Communication Mondelez Indonesia) mengatakan
bahwa orang Indonesia memang doyan ngemil, bahkan 23% lebih banyak daripada
rata-rata global. Sedangkan mbak Tara De Thouars (Psikolog klinis) mengatakan
bahwa kebiasaan ngemil sangat rentan saat musim pandemi saat ini. Juga adanya
hubungan antara ngemil dan perilaku yang bisa menjadi kebiasaan dan menurun dari
orang tua kepada anak.
Wah,
jadi horor bukan, kalau orang tua doyan ngemil menurun kepada anaknya. Apalagi jika
ngemilnya sembarangan. Saya merasa seperti dihantui oleh penyakit-penyakit
degeneratif.
Nah,
ketika ngemil itu ada perasaan yang harus bisa kita bedakan. Apakah kita ngemil
karena cinta atau kasihan pada diri sendiri. Coba kita perhatikan sejenak. Kita
mengambil satu buah kue. Apakah kita membutuhkan kue tersebut? apakah lapar?
Atau hanya ingin makan/ngemil saja?
Jika
kita memang membutuhkan kue tersebut maka akan menimbulkan efek positif
terhadap tubuh juga jiwa. Namun jika sebaliknya, kita tidak butuh-butuh banget
kue itu. Kita hanya ingin menyenangkan diri sendiri, melakukan pembenaran
terhadap perilaku ngemil. Akibatnya ada rasa menyesal. Terutama wanita ya,
biasanya takut berat badan naik drastis.
- Makan sedikit ah, lama-lama satu toples habis juga. Daripada stress, bete, galau lebih baik ngemil. Ini merupakan pembenaran dari ngemil.
- Saya butuh makanan ini. Atau saya tidak membutuhkan makanan ini. Kita menahan diri untuk tidak makan makanan tersebut. Kita melihat efeknya bukan untuk saat ini saja namun lebih ke jangka panjang. Kita makan karena makanan ini baik untuk kita. Sehingga tidak ada penyesalan setelah makan. Justru kita makan karena mencintai diri sendiri.
Peran Ibu Dalam Membentuk Kebiasaan Makan di Rumah
Ibu
merupakan role mode dalam keluarga. Jika ibu doyan ngemil, biasanya anak akan
meniru perilaku ini. Apa yang dikonsumsi ibu juga dikonsumsi anak.
Biasanya
ibu memiliki rasa khawatir yang berlebihan. Contohnya saya, jika di rumah tidak
tersedia stok camilan, saya suka bingung. Kasihan anak-anak, pasti nanti rewel,
pengen makanan ini itu tapi di rumah tak ada. Saya juga merasa bertanggung
jawab terhadap urusan perut ini. yang pasti, saya ingin anak tetap kenyang.
Nah,
sebagai ibu, saya berusaha mengubah kebiasaan ngemil sembarangan ini menjadi
lebih bijak. Ibu bisa memberikan contoh ngemil makanan sehat kepada
keluarganya.
Tips Ngemil Bijak dalam Keluarga Tanpa Rasa Bersalah
Well,
kita pasti ingin bisa tetap ngemil. Ya, ngemil itu tidak berdosa kok. Ngemil
itu menyenangkan. Namun perlu diperhatikan agar kegiatan ngemil ini tidak
menjadikan kita merasa bersalah.
1. Cek sinyal tubuh
Memahami
kebutuhan tubuh kita. Misalnya sedang lapar. Apakah sinyal lapar berasal dari
perut? Ataukah sekedar pengen saja. Seperti ketika kita sedang jalan-jalan dan
tergoda dengan makanan yang terlihat. Padahal sebenarnya tubuh tidak
membutuhkan. Sementara kita tetap memaksakan diri untuk makan makanan tersebut.
2. Relaksasi
Turunkan
emosi, naikkan logika. Buat jeda untuk berpikir sejenak, apakah kita saat ini
kita membutuhkan makanan ini atau hanya emotional
hunger. Kemudian pikirkan juga action apa yang diperlukan.
3. Makan dengan cara mindfull
Ngemil
tidak menjadikan kita merasa bersalah atau tidak sehat. Yang tahu kebutuhan
camilan terbaik ya diri kita sendiri.
4. Tunggu 15-20 menit
Bila
sudah selesai makan (ngemil) dan ingin menambah maka perlu menunggu 15-20
menit. Sejak makanan masuk ke dalam perut, membutuhkan waktu sekitar 15-20
menit untuk diproses. Lalu tubuh mengirimkan sinyal ke otak apakah kita sudah
kenyang atau belum. Kalau kita terus ngemil, otak belum siap mengirim sinyal
sudah diisi terus. Akibatnya kita merasa belum kenyang terus. Jadi sebaiknya
kita tunggu dulu selama kurang lebih 15-20 menit.
5. Bersyukur
Apapun
makanan yang sudah masuk ke mulut dan diproses di dalam perut harus kita
syukuri. Jangan merasa bersalah karena akan memicu tindakan destruktif. Cara
bersyukur adalah dengan membuat perencanaan lebih baik lagi.
Di
akhir webinar ini mbak Tara De Thouars juga mencontohkan cara ngemil bijak. Caranya dengan
memfungsikan 5 indera agar kita mengerti dan makan dengan sadar.
- Indera penglihat. Diawali dengan memandang kuenya, teksturnya dan warnanya seperti apa.
- Indera pencium. Kita hirup pelan dan rasakan aromanya. Dengan mencium aroma kue, kita sudah bisa memperkirakan rasa kuenya.
- Indera peraba, untuk memegang dan merasakan kuenya.
- Indera pengecap. Kita ambil sedikit kuenya, rasakan. Pastikan makanannya menyentuh semua area mulut. Rasakan makanan turun ke lambung.
- Indera pendengar. Kita dengarkan saat mengunyah makanan.
Dengan
makan pelan-pelan seperti ini, kita akan menikmati makanan. Kita tahu makanan
apa yang dibutuhkan tubuh. Jadi tidak ada kata makan sembarangan lagi. Kita juga
tahu kapan harus berhenti atau melanjutkan makan.
Jadi,
sudah bijakkah kita saat ngemil?
Mondelez
Indonesia mengajak kita untuk ngemil bijak. Saya tahu ini tidak mudah. Ibu
sebagai role model memegang peran penting dalam membangun kebiasaan baik saat
ngemil. Apalagi saat musim pandemi, saat seluruh anggota keluarga berkumpul di
rumah, saat makan-makan.
Saya
banyak menggunakan produk Mondelez Indonesia untuk memenuhi kebutuhan makanan
di rumah. Baik untuk camilan yang bisa langsung dimakan maupun sebagai bahan tambahan kue. Contohnya ketika membuat brownies oreo, cake oreo dan desert oreo.
Produk Mondelez lainnya antara lain Ritz, Biskuat, Belvita, TUC crackers,
Toblerone, Cadbury dan Chip Ahoy (sumber: Wikipedia).
Setelah
mengikuti webinar dari IIDN dan Mondelez Indonesia, saya berupaya untuk
mengubah kebiasaan ngemil. Sempat berpikir untuk tidak ngemil di malam hari
setelah makan. Tapi saya tak sanggup. Kadang, malam hari lapar sampai perut
berbunyi nyaring. Pernah merasakan seperti ini? Akhirnya ngemil sembarangan dan
terus-menerus tanpa memperhatikan sinyal tubuh. Yang penting bisa buat mengganjal
perut.
Jadi,
ngemil itu tidak dilarang. Hanya saja kita harus bisa mengendalikan diri dan
memperhatikan apa yang dibutuhkan tubuh. Karena kebiasaan ngemil akan menular
kepada anak-anak. Tentunya saya ingin menularkan kebiasaan ngemil bijak kepada
anak-anak. Ngemil tetap asyik dan sehat. Juga tidak ada penyesalan lagi.
^_^
Tulisan
ini diikutsertakan dalam lomba blog Ngemil Bijak yang diadakan oleh Ibu-Ibu
Doyan Nulis.
Saya juga, akhir2 ini kalo lagi kesel atau pusing, bawaannya selalu jd pengen ngemil. Ditambah lagi, di rumah ku punya warung milik ibu. Jd, tinggal ambil sendiri mau ngemil jajanan apa :D
BalasHapusAlhasil, sejak 1 tahun belakang berat badan naik drastis, krn pusing mikirin skirpsi, jd banyak ngemil hahah
Kalau kebiasaanku ngemil, malah bisa dibilang sekarang jadi kewajiban karena itu ..., saran dari dokter buat mencegah kambuhnya maag yang berujung jadi mual dan pusing.
BalasHapuspandemi memang bikin ngemil ga terkontorl, saya rasain itu mbak. beneran. sekarang ngemilnya yang manis2, semuanya pengen dimakan.
BalasHapuspadahal sebelum pandemi jarang2 banget ngemil. kalo pun ngemil keseringan makan buah aja.
Ngemil harus bijak, harus logic biar tetep sehat
Artikelnya sangat informatif, Mbak. Menyentil kesadaran saya yang doyan ngemil. Anak - anak di rumah juga seneng ngemil meskipun mereka baru saja makan berat. Termasuk selalu multitasking saat makan. Padahal saat makan, kerja tubuh kita lebih sibuk dibanding kegiatan lainnya. Bad habit yang sulit hilang. Makasih sudah berbagi :)
BalasHapus