Coban Baung, Pasuruan



Assalamualaikum travelers,

Membaca namanya Coban Baung, saya merasa aneh saja. Tidak familiar meski lokasinya berada tepat di belakang Kebun Raya Purwodadi, Pasuruan. Kalau ke Kebun Raya, saya sudah beberapa kali berkunjung. Karena lokasinya sangat strategis, terletak dipinggir jalan besar, Jalan Raya Purwodadi, mudah ditemukan bagi siapapun yang belum pernah berkunjung sekalipun. Sedangkan Coban Baung ini tidak ada papan petunjuknya di sekitar jalan raya.




Akses masuk ke Coban Baung melalui jalan Baung. Disini ada gapura, persis sebelum Kebun Raya Purwodadi. Jadi dari arah Pasuruan, masuk ke jalan Baung. Lurus saja hingga ada tulisan di pintu masuk “Wisata Gunung Baung”.

Mendekati lokasi ini jalan tidak beraspal. Awalnya saya pikir jalanan desa atau apalah. Sementara jalan yang beraspal itu berbelok menuju desa. Ketika ragu saya bertanya kepada seorang warga. Benar saja, jalan yang berbatu inilah yang menuju Coban Baung.

Mengapa tidak ada tulisan air terjun? Padahal saya ingin melihat air terjun, kok wisata gunung Baung sih. Setelah bertanya kepada ibu petugasnya, ternyata gunung yang menjulang di depan itulah gunung Baung. Sedangkan air terjunnya berada tak jauh dari pintu masuk.

Lokasi wisata ini milik Kementerian Kehutanan. Keadaannya masih natural. Kalau boleh saya katakan kurang terawat. Fasilitas umum sangat minim dan sangat tidak terawat. Untuk beristirahat, disediakan bangku-bangku panjang sebelum jalan masuk ke air terjun.

Saat kami datang, pengunjung tidak ramai karena bukan weekend. Hanya ada beberapa anak muda yang sudah selesai melihat air terjun. Petugas yang saya temui hanya satu, yaitu si ibu yang berada di loket pintu masuk. Tidak ada pengawas disini. Jadi setiap pengunjung hendaknya memperhatikan keselamatannya.

Coban Baung ini berdekatan dengan pemukiman warga. Berbatasan dengan kebun-kebun milik warga. Jadi sebelum masuk tadi saya melewati orang-orang desa yang sedang panen jagung. Lalu menjemurnya di pinggir jalan. Karena kami naik mobil, maka mereka menyingkirkan jagung-jagung tadi.



Warga setempat dengan leluasa keluar masuk area wisata ini. Seperti saat kedatangan saya, ada beberapa warga yang asyik duduk-duduk di bangku. Sepertinya banyak jalan tembusnya. Hanya di pintu masuk saja yang diberi pagar.

Harga tiket masuk:

Rp 5.000,00 per orang.

Disini tidak ada denah lokasi karena hanya ada satu tempat yang dituju: air terjun.  Tidak ada tempat bermain anak-anak, tidak ada warung. Menurut saya sih benar-benar wisata alam.

Jarak menuju air terjun cukup dekat, hanya 500 meter. Hati mulai tenang. Saya berharap perjalanan lebih ringan alias tidak menguras tenaga.



Well, perjalanan menuju air terjun dimulai. Anak-anak bersemangat untuk segera menuruni anak tangga bebatuan. Kami bergerak cepat-cepat seolah air terjun sudah di depan mata. Disini, ada jalan buatan dari bebatuan menuju air terjun. Jangan khawatir tersesat. Hanya ada satu jalan yang aman untuk naik turun.



Harapan saya segera pupus ketika melihat anak tangga menurun yang makin curam. Untuk turun saja, kaki saya sampai bergetar menahan berat tubuh ini. kemudian saya berpikir apakah saya terlalu gemuk? Tidak! Itu hanya pikiran buruk ketika lelah saja. Sementara disampingnya adalah jurang yang menganga lebar. Melangkah perlahan saja sudah ngos-ngosan. Untuk melihat air terjun dibutuhkan perjuangan cukup berat bagi orang yang tak terbiasa seperti saya.

Jalan yang landai tidak panjang. Jika lelah saya menepi di pinggir tebing. Sesekali duduk di anak tangga. Karena memang tidak ada tempat duduk dan tidak memungkinkan untuk dibuatkan bangku-bangku sepanjang jalan ini.  

Asal ada tempat atau bebatuan yang cukup datar, disitulah saya bisa duduk dan bersandar. Lalu mengatur nafas. Setelah cukup kuat saya mulai melangkah lagi. Saya akui saya kalah dibandingkan kedua anak saya. Tapi kami saling menyemangati untuk segera tiba di bawah aliran air terjun.

Seperti kawasan hutan pada umumnya, disini banyak hewan liar. Suara mereka bagaikan musik pengiring langkah kami. Tapi kemudian saya terbelalak kaget ketika anak saya berteriak, “monyet!”



“Huss, jangan berteriak, nanti monyetnya lihat kita!” kata saya.

Mata saya segera mengitari seluruh area. Monyet-monyet kecil berlarian, sesekali berhenti dan memandang kami. Jumlahnya tidak banyak. Sekitar 3 sampai 5 ekor. Tidak tahu jika ada yang lainnya, yang bersembunyi atau yang berkeliaran di tempat lain.

Jelas mereka sudah mengetahui kehadiran kami. Sepertinya kami yang telah mengganggu kedamaian mereka. Saya pegang tas ini erat-erat. Ih, saya tidak yang tidak membawa makanan merasa cukup deg-degan. Khawatir ada saja monyet yang tiba-tiba mendekat. Lalu...aduh pikiran buruk tiba-tiba menghantui saya.

Maka, demi ketenangan hati kami saling berpegangan. Paling suami yang nyengir, begitu saja takut. Saya butuh rasa aman. Ditambah anak-anak yang memandangi wajah saya. Please!

Ketinggian Coban Baung adalah 60 meter.

Dibawahnya mengalir sungai dengan batu-batu hitam yang besar. Seperti biasa, kami mengijinkan air bermain air sebentar.



Banyak jejak para pengunjung yang terserak disini. Sampah! Iya, sampah makanan, minuman, sandal, kain, entah apa lagi disana. Tidak hanya di pinggir sungai, namun ada juga di tengah-tengah yang menyangkut di bebatuan.



Biasanya air sungai selalu jernih. Karena dekat dengan sumber air. Namun disini tidak demikian. Air disini keruh, warnanya kecoklatan. Jadi saya meminta anak-anak bermain air sebentar saja. Hanya di pinggir sungai, tidak perlu jauh dari jangkauan saya.



Sementara itu, saya memilih duduk di salah satu batu besar sambil menikmati derasnya air terjun. Memandang langit yang cerah. Saya merasa beruntung karena datang di lokasi ini di siang hari. Suasana juga sangat mendukung. Suhu udara di sini terasa sejuk, meski tidak sedingin di pegunungan.



Yang menarik disini adalah kami bisa berada dekat dengan air terjunnya. Tidak ada pembatas apapun, hanya batu-batu besar disekitarnya. Tapi tetap harus waspada ya!

Perjalanan mendaki selalu saja lebih berat. Tangga yang curam membuat kedua kaki saya bergetar lagi. Saya membuka botol air minum. Meneguknya perlahan. Lumayan untuk menambah tenaga.

Note:


  • Karena anak tangga disini sangat curam, maka harus hati-hati ketika melangkah.

  • Jika ingin berfoto ria, baik selfi maupun ramai-ramai tetap harus melihat keadaan disekitar.


Ibu petugasnya bercerita bahwa pernah ada kecelakaan yang menelan korban jiwa akibat foto selfi di pinggir jurang. Ya, di daerah seperti ini memang rawan longsor. Bisa saja sewaktu-waktu tanah yang kita pijak runtuh. Pastikan jangan berjalan di pinggir jurang. Namun di dekat tebing saja.



Sebenarnya ada banyak papan peringatan berwarna kuning di dalam lokasi wisata. Beberapa kali saya menemukannya dan meminta anak-anak untuk membaca. Tapi semuanya kembali kepada kita, para pengunjung. Lebih bijak menggunakan tempat ini atau tidak. Untuk eksis  tak harus melakukan aktivitas yang berbahaya apalagi hingga merenggut nyawa.

Sebagai bentuk pencegahan terhadap kecelakaan di tempat wisata, jika hujan, petugas langsung menutup lokasi ini. Sangat berbahaya! Jalanan menjadi sangat licin dan tanah longsor.

So, bagaimana weekend ini, travelers?

^_^
Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

22 Komentar untuk "Coban Baung, Pasuruan"

  1. Sebelumnya saya sulit banget lhoo mb membedakan antara coban dengan air terjun atau curug :-)

    ohh iya coban maung serem juga ya air nya deras banget, gak berani deh saya ada di bawah pancurannya :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang penting fisik harus sehat. Jalan lancar.

      Hapus
    2. Tapi kalau dari sini sangat jauh kalau harus mengunjungi coba maung yang ada di pasuruan itu mba ;-)

      Hapus
  2. Ini coban baungnya pas bagus lho mbak.. dulu pernah ke sini pas kuliah.. air terjunnya pas warna coklat butek.. gak sepadan sama perjuangan naik turunnya yang aduhai bikin betis lebih perkasa, wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak pakai ngos-ngosan mbak?

      Habis itu aku langsung tiduran di bangku. Mumpung nggak ada orang.

      Hapus
  3. 500 meter klo datar mah ringan ya, berhubung turunan (dan pulangnya tanjakan) pasti cape bgt ya...

    BalasHapus
  4. wah selain coban rondo, ada juga coban baung ternyata ya mb rochma
    iya aku juga suka heran kenapa di kawasan aer terjun suka tinggal kawanan monyet

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama dong mba.

      Itu kan hutan tempat tinggal mereka (monyet).

      Hapus
  5. Ih asyiknya bisa jalan-jalan...*butuhpiknik :D

    BalasHapus
  6. tangganya lebih saya khawatirkan daripada monyetnya -__-
    Tapi saya tahu, sejauh dan sesukar apapun kalau view nya indah gitu, rasanya terbayarkan

    BalasHapus
  7. Bisa digunakan berwisata sambil olahraga. Apalagi wisata alam ini begitu alami dan murah meriah. Pasti tidak rugi mengunjungi Coban Baung.

    BalasHapus
  8. air terjunnya indah banget Mba :)
    pasti segar banget tuh saat berada di sekitarnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Meski sudah berkeringat tapi berada disekitar air jadi segar kembali.

      Hapus
  9. air terjunnya bikin ngiler mbaaak. indaah. jadi pengen kesanaaa

    BalasHapus
  10. Aku suka deg2an kalo jalan2 trus ketemu monyet.. hehe.. Tapi monyet di sana gak iseng ya mba.. :D Air terjunnya cakep jg mba..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tip buat yang takut sama monyet (aku juga sih): jangan bawa makanan, tetap tenang, jangan mengganggunya.

      Hapus
  11. Wuiiih liat pemandangannya asri banget, apalagi ada makhluk lainnya hehe..
    Mantaff

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel