Anak Rumahan vs Anak Jalanan
Jumat, 06 Januari 2017
12 Komentar
Tulisan ini bukan tentang si Boy atau
Reva, si anak jalanan. Eh, si Boy sudah meninggal ya! Coret deh! Sayangnya tokoh si Boy sudah terlanjur melekat di sinetron tersebut. Oke, lanjut! Tulisan ini bukan pula ikut-ikutan mengambil judul anak jalanan. Jauh
sebelum ada sinetron yang digandrungi anak-anak hingga dewasa ini istilah
tersebut sudah ada.
Secara sederhana istilah anak
rumahan berarti anak yang memang memilih untuk tinggal di rumah. Entah dia
main, belajar, apapun kegiatannya, dia merasa lebih nyaman berada di rumah. Tidak
kepikiran untuk pergi-pergi ke rumah teman, say hello atau apa gitu. Kalau bisa di rumah saja mengapa harus keluar! Mungkin seperti itu jalan pikirannya. Pokoknya di
rumah saja, dia sudah bahagia. Hanya untuk urusan yang penting alias mendesak saja yang memaksanya keluar rumah.
Sedangkan anak jalanan, bukan
berarti dia hidup di jalanan. Si anak merasa nyaman berada di luar rumah,
berada ditengah teman-temannya. Persahabatan dengan teman-temannya sangat erat. Bisa jadi anak-anak seperti ini memiliki empati yang tinggi. Misalnya saja ada teman yang butuh bantuannya, dia segera meluncur, sigap membantu. Begitu juga jika dia sedang berada dalam masalah. Teman-temannya berdatangan tanpa diminta, mengulurkan tangan sebagai tanda persahabatan mereka. Nah, biasanya anak jalanan ini selain suka main ke rumah temannya, si anak suka
nongkrong ke warung kopi hingga kafe.
Saya sendiri kurang begitu paham
tentang anak jalanan. Tapi kok menulis tentang ini! Ceritanya begini, seorang
teman pernah bertanya kepada saya, “Apakah anak saya pernah curhat, misalnya
tentang cewek?”
What! Saya jadi agak-agak gimana
ya. Tapi si anak bujang sedang berada pada fase remaja, masa puber, dsb. Lalu
mengapa pembicaraan seperti ini kok jadi menohok sekali ya. Wajar, jika ada obrolan semacam ini. Emak-emak kalau ngumpul suka benget cerita tentang keluarga. Siapa tahu bisa sharing pengalaman dalam membesarkan anak-anak.
Aih, rasanya baru kemarin saya punya anak kecil-kecil. Betapa ribetnya masa-masa itu! Sekarang si anak sudah sekolah di luar kota dan sesekali dalam sebulan kami bertemu.
Aih, rasanya baru kemarin saya punya anak kecil-kecil. Betapa ribetnya masa-masa itu! Sekarang si anak sudah sekolah di luar kota dan sesekali dalam sebulan kami bertemu.
Anak saya termasuk anak rumahan. Dia
memang merasa nyaman di rumah. Iya, di rumah saja, sepanjang waktu
(mirip-miriplah dengan orang tuanya). Tidak merasa rewel ataupun jenuh. Tapi bukan
berarti dia tidak memiliki teman. Ada temannya, jika sedang butuh saja. Eaaa..tidak
butuh teman tidak perlu bermain ke rumahnya. Padahal saya sudah berkali-kali memintanya
main ke rumah teman. Lama tidak jumpa, pastinya banyak cerita seru. Faktanya,
selama dua minggu liburan di rumah, ya hanya berdiam saja di rumah. Dia asyik
saja. Asyik bermain dengan kedua adiknya dan laptop. Huh!
Masalah anak jalanan ini saya tahu
ketika ngobrol dengan seorang teman. Si ibu ini bercerita bahwa anaknya itu
memiliki banyak teman. Tidak hanya dari satu sekolah tapi dari berbagai
sekolah. Begitu kenal seoerang teman, kenal temannya lagi jadi bertambah banyak
saja.
Si anak ibu ini tidak betah di
rumah. Baru datang sekolah sudah kabur
lagi. Entah dijemput teman, atau bahkan dia sendiri yang menjemput teman. Yang penting
dia senang jika sudah berkumpul bareng teman-temannya. Anak seperti ini mudah
bergaul, bahkan di lingkungan yang baru sekalipun dia bisa cepat akrab.
Kadang si anak pulang ke rumah sudah
malam. Pokoknya si anak ini hafal deh seluruh jalan di kota kami. Termasuk blusukan
ke gang-gang. Begitulah anak seumuran SMP hingga awal SMU belum memiliki SIM, tapi sudah
keluyuran kemana-mana. Bukan hal aneh ketika melihat anak-anak kecil-kecil sudah bisa naik motor,
bukan hanya di gang depan rumah, tapi juga di jalan raya.
Saya tidak bisa membandingkan anak
saya dengan anak teman. Tidak ada yang sempurna. Baik anak rumahan maupun anak
jalanan sama-sama memiliki kekurangan dan kelebihan. Meskipun sangat jauh
berbeda, tapi saya yakin orang tua pasti tahu seperti apa anaknya. Membantunya mencari
cara terbaik untuk mengurai masalah remaja.
Pernah suatu kali saya ngomong
dengan wali kelas anak saya. Ya, memang karakter anak saya seperti ini. Kalau dia diam
berarti tidak ada masalah. Rasanya memang kurang puas. Sebagai orang tua, saya
juga ingin bergaul dengan remaja, ingin lebih mengenal dunianya. Tapi karena si
anak merasa tak pernah memiliki masalah, ya sudah. Atau mungkin dia tidak mau
ribut dengan apa yang saya pikirkan.
Akhirnya orang tua tetap menaruh
kepercayaan terhadap anak. Menjaga hubungan anak dan orang tua tetap hangat. Masak kita harus memata-matai anak. Selain pikiran
jadi kisruh, orang tua malah menjadi tak nyaman melepas si anak. Bisa jadi anak
merasa bete sama kita.
Kadang, saya tak habis berpikir kenapa harus
keluyuran. Apakah setelah bertemu dengan teman-teman dia merasa lebih baik, merasa mendapatkan tempat untuk berbagi atau
bagaimana ya. Aduh, rasanya saya ingin meloncat ke masa ini. Dunia remaja, ah
kayak tidak pernah merasa remaja saja. Tapi masa remaja saya dan anak jelas
sudah banyak berbeda. Meskipun polanya tetap sama.
Yang saya perhatikan, mulai memasuki masa awal remaja, anak biasanya sudah tidak mau lagi pergi-pergi bareng keluarga. Bukan anak kecil lagi gitu loh! Tapi kalau kegiatan bersama teman-temannya biasanya diusahakan bisa datang. Entah dia penggembira ataupun tidak! Dia memilih bersama teman sebaya yang memiliki kesamaan hobi dan karakter. Selebihnya, anak saya menghabiskan waktu di rumah.
Yang saya perhatikan, mulai memasuki masa awal remaja, anak biasanya sudah tidak mau lagi pergi-pergi bareng keluarga. Bukan anak kecil lagi gitu loh! Tapi kalau kegiatan bersama teman-temannya biasanya diusahakan bisa datang. Entah dia penggembira ataupun tidak! Dia memilih bersama teman sebaya yang memiliki kesamaan hobi dan karakter. Selebihnya, anak saya menghabiskan waktu di rumah.
Tips:
Nah, ini tips dari teman saya jika
memiliki anak yang hobi banget keluyuran sebaiknya orang tua harus bagaimana ya:
- Mengenal teman-temannya. Minimal hafal nama, alamat, sekolah. Syukur-syukur kalau kenal dengan semua temannya sekaligus orang tuanya. Barangkali saja ada yang teman sekantor papanya. Jadi gampang kan kalau ngobrol tentang anak-anak ini.
- Mengetahui tempat nongrong anak muda. Kalau tidak pulang seperti waktu yang telah dijanjikan, orang tua bisa memantau keberadaan si anak di tempat-tempat tersebut.
- Memperhatikan pergaulan anak. Dengan siapa si aank bermain, apakah teman-temannya memiliki kebiasaan buruk. Bagaimana kalau kebiasaan itu akhirnya menular juga. Gawat! Sejatinya orang tua selalu ingin agar si anak berada di jalan yang lurus dimanapun berada.
- Tetap berbaik sangka kepada anak, mendengar semua keluh kesahnya alias curhat. Kalau orang tua asyik, mudah-mudahan si anak gampang saja curhat tentang apapun yang mengganggunya.
- Mengalihkan perhatian si anak dengan kegiatan yang lebih bermanfaat, seperti memperbanyak family time.
Sebenarnya teman saya ini agak
khawatir juga. Karena yang umum terjadi, beberapa temannya biasa merokok. Kalau
ngopi-ngopi kan pasangannya dengan rokok. Antara percaya atau tidak, dia tetap
berusaha menjaga kepercayaan terhadap si anak. Kalau anaknya bilang tidak
ikut-ikutan merokok, ya syukur. Artinya si anak masih bisa menjaga diri. Berteman
tapi tidak larut dalam pengaruh buruk mereka.
Pengalaman tersebut menjadikan
saya semakin sadar bahwa dunia remaja itu sangat rentan dengan pengaruh, bisa
dari teman. Dan sebaik-baik benteng pertahanan kita adalah dengan mengokohkan
iman. Tidak bisa langsung kuat seperti keinginan para orang tua. Semuanya dimulai
sedini mungkin.
Moms, adakah yang memiliki anak
remaja? Sharing yuk!
^_^
aduh aku jadi takut punya anak remaja, iya ya jd ga mau breng orang tua lagi, lebih milih sama temen
BalasHapusSemoga anak-anak kita baik-baik saja.
HapusTipsnya bisa buat bekal saya nih mbk, kalau anak-anak beranjak remaja. Ngeri lihat pergaulan anak sekarang ini.
BalasHapusMakasih tipsnya mbak.
Sama-sama.
HapusSetuju banget mbak, sebaik-baiknya pertahanan adalah iman yang ada di hati. Jadi, sedari kecil anak-anak harus dibekali iman sebagai benteng mereka dalam bergaul ya. Btw, aku anak rumahan lho, mwahahaha :D
BalasHapusAsyik ya mba, jadi anak rumahan...
Hapusanakku blm gede sih mbak.. tp aku jg udh kepikiran gmn nanti kalo dia udh besar... pengennya sih niru cara ibu mertua pas suami dulu remaja... jd ibu mertua lbh nyuruh supaya suami ngajakin temen2nya main di rumah aja.. supaya anak2 ini betah ibu mertua slalu menuhin kulkas dan lemari dengan makanan2 kesukaan anak2 remaja dulu lah.. trs di rumah jg disediain PS dan aneka mainan komplit.. makanya suami dulu betah bgt di rumah smabil ngajakin temen2nya.. alhsasil mereka ga keluyuran.. nah aku pgn niru cara gitu juga... mending bikin rumah jd favoritnya anak biar dia betah :)
BalasHapusSetuju, mba Fanny, mending ngajak teman-temannya ke rumah. Kita jadi kenal teman-temannya dan tahu obrolan mereka.
HapusNice sharing! Thanks.
Mungkin yg jadi kekhawatiran sebagai 'anak jalanan' yakni pergaula negatif yg tak terkendali
BalasHapusIya, mba. Sementara anak-anak usia segitu kan lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya.
HapusAdek sepupu saya cowok juga lebih betah di rumah. Nonton TV biasanya. Keluar sama teman sesekali banget, biasanya kalau ada urusan sekolah. Ya gpp sih. Mungkin anak yang senang di rumah karena memang penghuni rumah lainnya bikin nyaman atau ibunya sering bikin atau beli cemilan. Jadi betah di rumah :D
BalasHapusMending begitu ya, miss. Orang tua jadi tenang.
Hapus