Anak Rumahan vs Anak Jalanan





Tulisan ini bukan tentang si Boy atau Reva, si anak jalanan. Eh, si Boy sudah meninggal ya! Coret deh! Sayangnya tokoh si Boy sudah terlanjur melekat di sinetron tersebut. Oke, lanjut! Tulisan ini bukan pula ikut-ikutan mengambil judul anak jalanan. Jauh sebelum ada sinetron yang digandrungi anak-anak hingga dewasa ini istilah tersebut sudah ada.

Secara sederhana istilah anak rumahan berarti anak yang memang memilih untuk tinggal di rumah. Entah dia main, belajar, apapun kegiatannya, dia merasa lebih nyaman berada di rumah. Tidak kepikiran untuk pergi-pergi ke rumah teman, say hello atau apa gitu. Kalau bisa di rumah saja mengapa harus keluar! Mungkin seperti itu jalan pikirannya. Pokoknya di rumah saja, dia sudah bahagia. Hanya untuk urusan yang penting alias mendesak saja yang memaksanya keluar rumah.

Sedangkan anak jalanan, bukan berarti dia hidup di jalanan. Si anak merasa nyaman berada di luar rumah, berada ditengah teman-temannya. Persahabatan dengan teman-temannya sangat erat. Bisa jadi anak-anak seperti ini memiliki empati yang tinggi. Misalnya saja ada teman yang butuh bantuannya, dia segera meluncur, sigap membantu. Begitu juga jika dia sedang berada dalam masalah. Teman-temannya berdatangan tanpa diminta, mengulurkan tangan sebagai tanda persahabatan mereka. Nah, biasanya anak jalanan ini selain suka main ke rumah temannya, si anak suka nongkrong ke warung kopi hingga kafe.

Saya sendiri kurang begitu paham tentang anak jalanan. Tapi kok menulis tentang ini! Ceritanya begini, seorang teman pernah bertanya kepada saya, “Apakah anak saya pernah curhat, misalnya tentang cewek?”

What! Saya jadi agak-agak gimana ya. Tapi si anak bujang sedang berada pada fase remaja, masa puber, dsb. Lalu mengapa pembicaraan seperti ini kok jadi menohok sekali ya. Wajar, jika ada obrolan semacam ini. Emak-emak kalau ngumpul suka benget cerita tentang keluarga. Siapa tahu bisa sharing pengalaman dalam membesarkan anak-anak.

Aih, rasanya baru kemarin saya punya anak kecil-kecil. Betapa ribetnya masa-masa itu! Sekarang si anak sudah sekolah di luar kota dan sesekali dalam sebulan kami bertemu.

Anak saya termasuk anak rumahan. Dia memang merasa nyaman di rumah. Iya, di rumah saja, sepanjang waktu (mirip-miriplah dengan orang tuanya). Tidak merasa rewel ataupun jenuh. Tapi bukan berarti dia tidak memiliki teman. Ada temannya, jika sedang butuh saja. Eaaa..tidak butuh teman tidak perlu bermain ke rumahnya. Padahal saya sudah berkali-kali memintanya main ke rumah teman. Lama tidak jumpa, pastinya banyak cerita seru. Faktanya, selama dua minggu liburan di rumah, ya hanya berdiam saja di rumah. Dia asyik saja. Asyik bermain dengan kedua adiknya dan laptop. Huh!

Masalah anak jalanan ini saya tahu ketika ngobrol dengan seorang teman. Si ibu ini bercerita bahwa anaknya itu memiliki banyak teman. Tidak hanya dari satu sekolah tapi dari berbagai sekolah. Begitu kenal seoerang teman, kenal temannya lagi jadi bertambah banyak saja.

Si anak ibu ini tidak betah di rumah. Baru datang  sekolah sudah kabur lagi. Entah dijemput teman, atau bahkan dia sendiri yang menjemput teman. Yang penting dia senang jika sudah berkumpul bareng teman-temannya. Anak seperti ini mudah bergaul, bahkan di lingkungan yang baru sekalipun dia bisa cepat akrab.

Kadang si anak pulang ke rumah sudah malam. Pokoknya si anak ini hafal deh seluruh jalan di kota kami. Termasuk blusukan ke gang-gang. Begitulah anak seumuran SMP hingga awal SMU belum memiliki SIM, tapi sudah keluyuran kemana-mana. Bukan hal aneh ketika melihat anak-anak kecil-kecil sudah bisa naik motor, bukan hanya di gang depan rumah, tapi juga di jalan raya.

Saya tidak bisa membandingkan anak saya dengan anak teman. Tidak ada yang sempurna. Baik anak rumahan maupun anak jalanan sama-sama memiliki kekurangan dan kelebihan. Meskipun sangat jauh berbeda, tapi saya yakin orang tua pasti tahu seperti apa anaknya. Membantunya mencari cara terbaik untuk mengurai masalah remaja.

Pernah suatu kali saya ngomong dengan wali kelas anak saya. Ya, memang karakter anak saya seperti ini. Kalau dia diam berarti tidak ada masalah. Rasanya memang kurang puas. Sebagai orang tua, saya juga ingin bergaul dengan remaja, ingin lebih mengenal dunianya. Tapi karena si anak merasa tak pernah memiliki masalah, ya sudah. Atau mungkin dia tidak mau ribut dengan apa yang saya pikirkan.

Akhirnya orang tua tetap menaruh kepercayaan terhadap anak. Menjaga hubungan anak dan orang tua tetap hangat. Masak kita harus memata-matai anak. Selain pikiran jadi kisruh, orang tua malah menjadi tak nyaman melepas si anak. Bisa jadi anak merasa bete sama kita.

Kadang,  saya tak habis berpikir kenapa harus keluyuran. Apakah setelah bertemu dengan teman-teman dia merasa lebih baik, merasa mendapatkan tempat untuk berbagi atau bagaimana ya. Aduh, rasanya saya ingin meloncat ke masa ini. Dunia remaja, ah kayak tidak pernah merasa remaja saja. Tapi masa remaja saya dan anak jelas sudah banyak berbeda. Meskipun polanya tetap sama.  

Yang saya perhatikan, mulai memasuki masa awal remaja, anak biasanya sudah tidak mau lagi pergi-pergi bareng keluarga. Bukan anak kecil lagi gitu loh! Tapi kalau kegiatan bersama teman-temannya biasanya diusahakan bisa datang. Entah dia penggembira ataupun tidak! Dia memilih bersama teman sebaya yang memiliki kesamaan hobi dan karakter. Selebihnya, anak saya menghabiskan waktu di rumah.

Tips:
 
Nah, ini tips dari teman saya jika memiliki anak yang hobi banget keluyuran sebaiknya orang tua harus bagaimana ya:


  • Mengenal teman-temannya. Minimal hafal nama, alamat, sekolah. Syukur-syukur kalau kenal dengan semua temannya sekaligus orang tuanya. Barangkali saja ada yang teman sekantor papanya. Jadi gampang kan kalau ngobrol tentang anak-anak ini.
  • Mengetahui tempat nongrong anak muda. Kalau tidak pulang seperti waktu yang telah dijanjikan, orang tua bisa memantau keberadaan si anak di tempat-tempat tersebut.
  • Memperhatikan pergaulan anak. Dengan siapa si aank bermain, apakah teman-temannya memiliki kebiasaan buruk. Bagaimana kalau kebiasaan itu akhirnya menular juga. Gawat! Sejatinya orang tua selalu ingin agar si anak berada di jalan yang lurus dimanapun berada.
  • Tetap berbaik sangka kepada anak, mendengar semua keluh kesahnya alias curhat. Kalau orang tua asyik, mudah-mudahan si anak gampang saja curhat tentang apapun yang mengganggunya.
  • Mengalihkan perhatian si anak dengan kegiatan yang lebih bermanfaat, seperti memperbanyak family time.


Sebenarnya teman saya ini agak khawatir juga. Karena yang umum terjadi, beberapa temannya biasa merokok. Kalau ngopi-ngopi kan pasangannya dengan rokok. Antara percaya atau tidak, dia tetap berusaha menjaga kepercayaan terhadap si anak. Kalau anaknya bilang tidak ikut-ikutan merokok, ya syukur. Artinya si anak masih bisa menjaga diri. Berteman tapi tidak larut dalam pengaruh buruk mereka.

Pengalaman tersebut menjadikan saya semakin sadar bahwa dunia remaja itu sangat rentan dengan pengaruh, bisa dari teman. Dan sebaik-baik benteng pertahanan kita adalah dengan mengokohkan iman. Tidak bisa langsung kuat seperti keinginan para orang tua. Semuanya dimulai sedini mungkin.

Moms, adakah yang memiliki anak remaja? Sharing yuk!

^_^
Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

12 Komentar untuk "Anak Rumahan vs Anak Jalanan"

  1. aduh aku jadi takut punya anak remaja, iya ya jd ga mau breng orang tua lagi, lebih milih sama temen

    BalasHapus
  2. Tipsnya bisa buat bekal saya nih mbk, kalau anak-anak beranjak remaja. Ngeri lihat pergaulan anak sekarang ini.
    Makasih tipsnya mbak.

    BalasHapus
  3. Setuju banget mbak, sebaik-baiknya pertahanan adalah iman yang ada di hati. Jadi, sedari kecil anak-anak harus dibekali iman sebagai benteng mereka dalam bergaul ya. Btw, aku anak rumahan lho, mwahahaha :D

    BalasHapus
  4. anakku blm gede sih mbak.. tp aku jg udh kepikiran gmn nanti kalo dia udh besar... pengennya sih niru cara ibu mertua pas suami dulu remaja... jd ibu mertua lbh nyuruh supaya suami ngajakin temen2nya main di rumah aja.. supaya anak2 ini betah ibu mertua slalu menuhin kulkas dan lemari dengan makanan2 kesukaan anak2 remaja dulu lah.. trs di rumah jg disediain PS dan aneka mainan komplit.. makanya suami dulu betah bgt di rumah smabil ngajakin temen2nya.. alhsasil mereka ga keluyuran.. nah aku pgn niru cara gitu juga... mending bikin rumah jd favoritnya anak biar dia betah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju, mba Fanny, mending ngajak teman-temannya ke rumah. Kita jadi kenal teman-temannya dan tahu obrolan mereka.

      Nice sharing! Thanks.

      Hapus
  5. Mungkin yg jadi kekhawatiran sebagai 'anak jalanan' yakni pergaula negatif yg tak terkendali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mba. Sementara anak-anak usia segitu kan lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya.

      Hapus
  6. Adek sepupu saya cowok juga lebih betah di rumah. Nonton TV biasanya. Keluar sama teman sesekali banget, biasanya kalau ada urusan sekolah. Ya gpp sih. Mungkin anak yang senang di rumah karena memang penghuni rumah lainnya bikin nyaman atau ibunya sering bikin atau beli cemilan. Jadi betah di rumah :D

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel