Alarm





Sudah bertahun-tahun ini tubuh saya memiliki alarm untuk bangun pagi. Seolah ada yang membangunkan, tubuh dengan ikhlas bergerak untuk melakukan rutinitas. Tidak ada yang menolak. Mata yang berangsur membuka, melihat waktu dan ya...saya bangun.

Tapi bagaimana dengan anak-anak?

Memiliki tiga anak bukan berarti urusan bangun tidur ini mudah, semudah orang tuanya. Mulai dari anak pertama hingga anak ketiga, semuanya memiliki keunikannya sendiri. Ada yang sekali dipanggil sudah mau bangun. Masih malas, tapi ada keinginan untuk bangun. Ada juga yang sampai harus bolak-balik membangunkan.

Padahal urusan di pagi hari bukan hanya membangunkan anak. Tapi saya harus membuat prioritas. Bahwa saya memiliki tugas untuk membiasakan anak-anak bangun pagi dan shalat shubuh berjamaah di masjid.

Kadang sempat terpikir, kapan anak-anak sadar akan hal ini. Bahwa bangun pagi dilanjutkan sholat shubuh tepat waktu adalah untuk kebaikan mereka juga.

Kasus seperti yang saya alami ternyata sering melanda anak-anak lain. Lalu terbersit untuk sharing dengan para ibu. Saya jelas membutuhkan solusi. Mungkin saya kurang sabar, kurang kreatif,  kurang semangat, dsb.

Beberapa kali saya ngobrol dengan teman-teman tentang cara efektif membangunkan anak-anak. Intinya tidak ada cara yang benar-benar ampuh. Disesuaikan saja dengan kebiasaan dalam keluarga kita. Berikut ini saya rangkum dari obrolan kami.

Cara membangunkan anak:


  1. Sosialisasi dan sugesti. Malam hari sebelum tidur adalah waktu yang tepat untuk memberi sugesti. Bahwa besok anak-anak akan bangun pagi dengan ceria dan shalat berjamaah di masjid.
  2. Mematikan AC. Anak-anak itu peka. Ketika ruang tempat dia tidur tidak nyaman, gerah dia akan bangun.
  3. Memberi sedikit air. Bisa mengusap wajahnya agar segar atau menciprati air. Efeknya, tubuh terasa lebih segar.
  4. Langsung dibangunkan. Panggil anak-anak dan ajak untuk sholat shubuh.
  5. Menyalakan alarm. Bisa menggunakan handphone dan jam weker.


Bisa dikatakan menjelang baligh anak-anak sudah paham kewajibannya. Sudah mengerti mengapa mereka harus bangun pagi dan sholat shubuh berjamaah di masjid. Sudah ada kebiasaan.

Membuat kebiasaan sejak kecil itu lebih mudah. Saya seperti sedang berada di fase A, B, dst. Di setiap fase itu ada kemajuan. Ada yang cepat dan ada yang perlahan. Anak-anak dan orang tua adalah sebuah tim. Tidak ada perbuatan yang sia-sia jika diniatkan karena ikhlas. Meski untuk menikmati proses itu menguras emosi.

***

Pernah sekali-sekali anak-anak tertinggal shalat shubuh berjamaah. Efeknya luar biasa. Butuh waktu untuk penyesalan disusul dengan kemarahan. Tapi mereka harus paham bahwa bangun pagi itu bukan menunggu panggilan ibu dan mengabaikan alarm yang membuat berisik telinga saya.

Untuk waktu-waktu yang tidak biasa, saya bisa mengandalkan alarm. Misalnya kalau ingin bangun malam, mengerjakan sesuatu. Lumayan terbantu. Tapi tidak dengan anak-anak!

Saya termasuk orang yang tidak menyukai bunyi-bunyian sebagai pengantar tidur. Seperti musik, sudah lama membuat jeda. Atau murottaal. Meski sering memperdengarkan murottal buat si bungsu menjelang tidurnya, tapi begitu dia sudah tidur, kembali senyap.

Gambar: Tokopedia


Ketika alarm berbunyi saya langsung bangun dan mematikan. Kalau saya merasa terganggu sekali, sementara ada yang membiarkannya sampai adzan shubuh berkumandang.

Seperti anak saya yang masih terlelap ketika alarm handphone berbunyi. Dari pukul berapa sampai menjelang adzan shubuh, ternyata tidak kunjung bisa membuat si anak bangun. Saya yang tidur di kamar sebelah sampai bosan mendengarnya.

Sempat saya menaruh handphone yang sedang berbunyi itu di telinga si anak. Tetap tidak bisa bangun.

Ibu bisa kehabisan akal kalau begini. Tetap cara yang ampuh untuk membangunkan si anak adalah dengan mendekati dan memanggil namanya. Mengelus tubuhnya. Berulang sampai si anak bangun.

Urusan bangun tidur belum selesai sebelum si anak benar-benar berangkat sholat berjamaah di masjid. Bagi saya ini seperti sedang melatih kegigihan orang tua. Sampai dimana kita bakal sanggup mengajak anak-anak dalam membuat kebiasaan ini.

Mengapa anak susah bangun pagi?

Biasanya karena tidur terlalu larut, jadi jatah untuk tidur masih kurang. Akhirnya ketika bangun pagi masih malas. Masih ingin tidur. Bisa jadi karena kecapekan dengan kegiatan-kegiatan sebelumnya. Sehingga dibutuhkan waktu istirahat yang lebih lama.

Bolehlah si anak membuat bermacam alasan. Entah malas bangun, masih ngantuk, capek. Namun mengenalkan dan membiasakan kewajiban seorang muslim adalah tugas saya sebagai orang tua. Betapapun banyak alasan mereka, tetap bangun pagi dan sholat shubuh berjamaah adalah utama.

Sementara alarm hanyalah benda, bantuan, dan pengingat agar tertib untuk bangun pagi. Selama kita mengabaikan, selama itu pula alarm akan sia-sia.

^_^


Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

8 Komentar untuk "Alarm"

  1. Baru kemarin kejadian Mb Nur. Si kecil baru bangun 6.30 . Padahal dari jam 6 udah dibangunin. Bukannya langsung mandi. Eh doi malah nonton kartun dulu. Mandi jam 7 kurang 5 menit. 10 menit sebelum dijemput

    Udah deh bener-bener drama ... Hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau anak-anakku itu seringnya habis bangun, sholat shubuh lanjut tidur lagi. Ini yang menjadi penyebab drama di pagi hari.

      Hapus
  2. Tidur gak lebih dari pukul 9 malam juga jadi salah satu cara saya supaya anak-anak bisa bangun pagi

    BalasHapus
  3. Semangatttt bunda. Sudah terbayang oleh saya bagaimana repotnya dan menguras emosinya ya. 😃

    BalasHapus
  4. Alarm bisa membantu banyak y mbak

    Kunbal y

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel