Meniti Jembatan Kaca di Kampung Jodipan
Jumat, 20 Oktober 2017
17 Komentar
Assalamualaikum,
Ini adalah ketiga kalinya saya mampir di kampung Jodipan. Sudah banyak perubahan yang tampak di kampung warna-warni ini. Secara teratur rumah-rumah warga dicat. Demikian juga dalam menjaga kebersihan.
Aroma sungai Brantas sebagai tempat pembuangan bermacam-macam sampah sudah hilang. Maka tak heran jika banyak pengunjung yang memanfaatkan sungai sebagai latar untuk foto-foto mereka. Padahal kalau kita perhatikan warna air sungai tidak jernih.
Baca juga Kampung Jodipan...
Sejak dibangun jembatan kaca, pengunjung semakin meningkat. Apalagi di hari libur seperti saat kami berkunjung. Ya, hari Minggu pagi saya dan suami jalan-jalan ke kampung Jodipan. Niatnya jalan, tapi berangkat naik becak dan baru pulangnya jalan kaki.
Ternyata kampung Jodipan ini tak jauh dari tempat kami menginap di Jl. Aris Munandar. Dua anak masih malas diajak pergi. Jadinya saya dan suami saja yang hunting foto.
Si bapak becak mengantarkan kami di salah satu pintu masuk. Bukan yang di jalan besar. Kemudian membayar tiket masuk Rp 2.000. Masih sama harganya, hanya gambar tiketnya saja yang berbeda.
Mulailah kami menyusuri gang dengan cat warna-warna terang. Beberapa ornamen yang digantung sepertinya sudah berubah. Ada bunga dan daun imitasi, ketupat, dsb. Saya lihat lebih ramai.
Mungkin benar juga, ornamen seperti itu tidak akan bertahan lama dari perubahan suhu. Minimal pasti ada yang rusak atau warna yang kemudian luntur. Sehingga diperlukan adanya pembaruan.
Saya sempat ngobrol sebentar dengan seorang warga. Betapa kehadiran para pengunjung memang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari mereka. Bahkan sebaliknya menjadi berkah.
Contohnya, sekarang banyak warga yang berjualan makanan. Ya, kita yang jalan-jalan pastinya capek dan haus. Mampir-mampir sebentarlah buat membeli segelas atau sebotol minuman dingin.
Jembatan Kaca
Sebelum adanya jembatan, pengunjung dari kampung tridi yang ingin ke kampung warna (KWJ) atau sebaliknya harus melewati Jembatan sungai Brantas. Nah, adanya jembatan ini merupakan alternatif lain yang memudahkan jarak tempuh kedua kampung tersebut.
Jembatan Kaca Ngalam Indonesia ini dibangun dengan model jembatan gantung. Berwarna kuning keemasan dengan panjang 25 meter dan lebar 1,25 meter. Berada di ketinggian 9,5 meter diatas sungai Brantas.
Note:
Ngalam dibaca Malang.
Meski namanya jembatan kaca, namun tidak semua lantai jembatan terbuat dari kaca. Hanya di bagian tengah saja yang menggunakan kaca dengan ketebalan 3,8 cm.
Jembatan ini bisa dijangkau dari arah manapun. Kita bisa masuk melewati kampung warna-warni (KWJ) ataupun kampung tridi. Jembatan ini merupakan jembatan penghubung dua kampung. Di setiap tangga masuk ada penjaganya. Jadi kalau kita masuk dari kampung warna kita pasti ditanya sudah memiliki tiket atau belum. Kalau belum kita harus membayar disitu. Demikian juga sebaliknya.
Karena agak buru-buru, kami hanya menjelajahi kampung warna saja. Sampai di ujung jembatan menuju kampung tridi, kami balik arah. Turun dari jembatan harap menunjukkan tiket masuknya.
Kebetulan di jembatan tersebut ada seorang petugas penjaganya. Sebenarnya tidak perlu dijaga setiap saat. Namun bila pengunjung banyak maka petugas akan bersiap di atas jembatan. Tujuannya agar pengunjung yang ingin berjalan di jembatan kaca ini tidak membludak. Juga untuk edukasi para pengunjung dan menjaga keamanan.
Jembatan ini bisa menampung hingga 50 orang. Namun saya melihat ketika sedang banyak-banyaknya pengunjung bisa lebih. Berdesak-desakan. Antara yang ingin jalan dan ingin foto. Antara yang ingin sekedar jalan dan yang takut.
Bagi pengunjung yang baru saja datang kesini, pengalaman berjalan diatas jembatan ini sangat berkesan. Bagaimana raut wajah ibu-ibu (sudah sepuh) yang berpegangan erat pada sisi jembatan atau temannya. Bagaimana wajah-wajah penasaran tapi takut. Sampai ada yang berdoa sepanjang jembatan. Atau yang hanya menginjakkan satu kaki di kaca sementara kaki satunya di pinggir jembatan. Lalu berjalan dengan sangat perlahan.
“Ayo, bu saya pegangi!” seru bapak petugasnya. “Nggak apa-apa. Ini memang buat jalan. Lha... nggak apa, kan!” si bapak meyakinkan. Satu kakinya dihentak-hentakkan ke lantai kaca.
Aduh, si bapak tidak perlu seperti itulah. Mungkin ada diantara kita yang sempat berpikir, nanti kalau kacanya pecah bagaimana. Bisa-bisa tidak jadi melewati jembatan ya!
Aduh, si bapak tidak perlu seperti itulah. Mungkin ada diantara kita yang sempat berpikir, nanti kalau kacanya pecah bagaimana. Bisa-bisa tidak jadi melewati jembatan ya!
“Nah, ayo foto sebagai bukti kalau ibu berani jalan di jembatan kaca. Nanti dikirim ke cucunya,” lanjut si bapak. Sontak saja yang mendengar tertawa.
Dari jembatan ini saya melihat kampung warna dan kampung tridi yang cerah. Secerah harapan warga agar kampung mereka tetap memiliki daya tarik bagi pengunjung. Sayang tak lama kemudian langit mendung. Lagipula saya mesti bersiap pulang.
Happy traveling!
^_^
aku juga gemeteran keknya mba lewatin jembatan kacanya hahaha suka ketakutan sendiri takut mungkin aku mirip ibu2 sepuh pasti pegangan erat 🤣😂
BalasHapusInsyaAllah aman, mba, asal nggak loncat-loncat, hihi...
Hapustempatnya kekinian ya mb pastinya,, mirip di kanada.. bagus, drdlu pingin ke malang tp ga punya waktu, hikshiks apa daya..
BalasHapusSemoga ada waktu buat jalan-jalan ke Malang ya.
HapusMakin keren aja nih, aku suka. Jadi pengen coba nantinya ke kampung Jodipan. Apalagi saat ini sudah banyak perubahan, terlebih soal kebersihan. Memang seharusnya gitu, hal yang utama kebersihan, biar para pengunjung itu betah ya, Teh..
BalasHapusPenting sekali menjaga kebersihan buat kenyamanan bersama.
HapusKalau aku, liat dari bawah aja. Takuuut mb. Bisa digeret aku kalau di atas. Lah gak jalan-jalan
BalasHapusItu lantai kacanya nggak lebar kok, mba. Jalannya nggak usah lihat ke bawah, bikin serem aja.
HapusKeren banget tempatnya. Wisata baru ya mbak? Saya baru tahu😬😬😬
BalasHapusKampung Warna dan Kampung tridi dah lama. Yang baru diresmikan bulan Oktober ini ya jembatan kaca. Sejak ada jembatan kaca ini pengunjung makin ramai.
HapusAkkkk rinduu ngalaaam. . Baru mbaak yaa jembatan kacanyaaa. Asik nih bisa dicobaa kalau pas main kesana hehehe nice sharing 😄
BalasHapusSama-sama....
HapusYooooo ngeri juga ya Mba di atas jembatan kaca gitu.
BalasHapusItu orang-orang yang mau naik jembatan, ada petugasnya untuk ngebatasin jml orangnya Mba? Ngeri juga klo lebih dari kapasitas. Ntar pecah, hiii.
Waktu kesana ada yang jaga. Kalau pengunjung banyak banget, baru deh dibatasi.
HapusWalau tinggal di malang, saya malah belum pernah berkunjung ke kampung warna warni. Selama ini cukup menikmati dari atas jembatan saja sembari lewat
BalasHapusBanyak kok yang berhenti di jembatan lalu foto-foto. Tapi kalau ketahuan di jam sibuk, banyak kendaraan sih jadi disuruh parkir dan masuk lokasi.
HapusKampung warna warni ini sangat menarik. ada 2 kampung yang dipisahkan oleh sungai.
BalasHapusMasuk ke kampung-kampung ini dikenakan biaya. Wajar sih ga mahal cuma RP. 3000 perkampung. selain bisa masuk kita juga dapet souvenir gantungan kunci.
Kampung pertama lebih banyak didominasi rumah warna warni, kampung kedua "Kampung tridi" sangat menarik, walau rumah penduduk saling berdempetan penduduk disana ramah-ramah malah ngarahin gaya dan bantu untuk foto-foto.
Semoga kampung ini masih terjaga kebersihannya dan keramahan penduduknya.