Jika Anak Bertengkar dengan Teman di Sekolah
Selasa, 30 Januari 2018
6 Komentar
Memiliki
tiga anak laki-laki itu seru. Semua anak tidak ada yang sama persis. Cara
menghadapai setiap permasalahan mereka juga berbeda. Ada anak yang sekali saja
saya ngomong sudah mengerti. Ada yang sampai berkali-kali untuk kasus yang
sama. (Tabahkah hatimu ibu....)
Baca
juga Janji Kepada Anak, Yay or Nay?
Nah,
kali ini saya mengangkat tema seputar pertengkaran yang terjadi diantara
anak-anak. Halah, anak-anak bertengkar itu biasa. Namanya juga anak-anak.
Tidak!
Masalah pertengkaran dengan teman ini tidak boleh dibiasakan. Efeknya tentu
tidak bagus. Sejauh mana pertengkaran tersebut masih bisa ditoleransi dan
sejauh mana harus sesegera dihentikan.
Ada
yang pernah mengalaminya, baik sebagai korban atau pelaku?
Tulisan
ini hanya berdasarkan pengalaman mengasuh tiga anak. Kasus pertengkaran sering terjadi saat masih duduk di bangku sekolah dasar.
***
Jadi
ceritanya, saya mendapat keluhan dari anak. “Ibu aku dipukul temanku.”
Aduh
ada apa sampai dipukul. Saya jadi khawatir saja. Bisa jadi dia terlalu sensitif,
dia mengada-ada atau... memang benar-benar terjadi pertengkaran. Serem juga!
Maka,
tak ada salahnya kalau saya menjadi pendengar yang baik. Pendengar yang
bersedia menjadi tempat curhat yang menyenangkan. Iya kan, anak butuh
bercerita, tetang apa saja. Tentang kejadian-kejadian yang membuat mereka senang
maupun sedih.
Yang
harus dilakukan orang tua ketika ada kabar seperti itu adalah:
- Mendengarkan
- Mencari kebenarannya
- Mencari solusi
Tiga
hal yang bagi saya wajib diterapkan. Jangan buru-buru tersulut emosi! Lebih
baik melihat dari sisi yang lain sambil terus berusaha menjalin komunikasi
dengan guru-guru di sekolah.
Biasanya
saya akan mencari tahu kebenaran cerita anak dari gurunya. Ada kejadian,
masalah pukul- memukul dikarenakan tersinggung dengan bahan candaan yang tidak
lucu. Atau bisa juga karena perlawanan. Siapa sih yang mau begitu saja dipukul.
Insting anak langsung balik memukul demi mempertahankan diri. Apalagi anak
laki-laki! Jadi gawat kalau tidak ada yang mengetahui tindakan ini.
Faktanya
tidak semua pertengkaran diantara anak-anak itu diketahui oleh gurunya. Ini mungkin
menjadi semacam masalah yang berbelit juga. Tapi yang bertanggung jawab disekolah
adalah guru. Karena beliau ini yang menjadi orang tua anak di sekolah.
Pada
masalah pertengkaran yang diketahui oleh guru, pada saat itu pula langsung
diselesaikan. Sehingga anak-anak tidak ada dendam, tidak berkelanjutan. Selesai
dan saling meminta maaf serta berjanji tidak mengulangi. Entah besok...
Pada
kasus pertengkaran yang parah, misal sampai anak terluka dan takut masuk
sekolah, maka orang tua segera ikut terlibat dalam menyelesaikan. Pernah suatu
ketika saya mendengar ada kasus seperti ini. Jangan sampai anak menjadi trauma
karena pertengkaran semacam ini termasuk tindakan bullying.
Suatu
hari ketika si bungsu mengeluh kakinya sakit, saya sudah berpikir pasti
bertengkar. Tapi kemudian dia bercerita kalau temannya tak sengaja menyenggol
lalu jatuh dan kena ujung meja. Keduanya sudah bermaafan.
Melihat
nada bicaranya yang tenang, saya berharap kalau masalahnya sudah selesai. Semoga
saja begitu.
Pada
kasus-kasus pertengkaran dengan teman sekolahnya, anak akan belajar untuk
melindungi diri. Seperti ini kalau kamu dipukul kamu harus balas. Ternyata tidak
semua anak setuju dengan balas-membalas ini. ada yang merasa takut melihat
lawannya. Kemudian menjadi bulan-bulanan temannya. Ada yang takut jika ketahuan
guru sehingga penilaian perilaku jadi berkurang. Belum lagi kalau ada laporan
dari guru kepada orang tua.
Memang
serba salah ketika anak terlibat pertengkaran. Anak laki-laki lebih suka main
fisik. Tapi bagi saya, setiap pertengkaran harus segera dicari penyebabnya. Setiap kasus harus diselesaikan sesegera mungkin. Karena ini menyangkut anak-anak yang masih tumbuh dan berkembang. Termasuk dalam memberikan lingkungan yang nyaman dan aman. Termasuk dalam memilih pendidikan yang baik.
Jadi, jika si anak sekali saja digoda diam tanpa perlawanan, mudah dibully,
kemungkinan besar, teman-temannya akan dengan enteng melakukan tindakan
tersebut.
Bagi
saya penting membekali anak dengan rasa percaya diri, keberanian mengungkapkan pendapat dan kemampuan untuk
melindungi diri. Kemampuan untuk memilih lingkaran pertemanan yang baik. Kemampuan
untuk membaca situasi tak baik. Misal ada anak yang usil banget, lebih baik
tidak perlu berdekatan. Karena bisa jadi korban. Dan anak yang usil ini bisa
menularkan keusilannya pada anak yang lain.
Seperti
kasus anak saya beberapa tahun lalu. Beruntung, gurunya segera tanggap,
sehingga tempat duduk dipisah. Dua anak dijauhkan. Meski kalau bertemu tetap
saja, keusilan mereka meningkat. Setelah tidak satu kelas, penyakit usil inipun
hilang sudah.
Sharing
yuk!
^_^
Yang ga enak klo anak berantem ortunya sampe baper jd berantem juga ya mba x_x setuju bgt, jadi ortu harus bijak dan cari kejelasan cerita dulu
BalasHapusPernah mengalami, orang tuanya teman anak nggak mau menerima kenyataan. "Masa sih anakku kayak gitu?" Yang seperti ini jadi masalah.
Hapussusah ya menjaga emosi kalo denger anak berantem di sekolah, tapi emang bener harus dicari tahu dulu soalnya anaknya tetanggaku ada yang manipulatif gitu. pas lagi main sama temen-temennya di depan rumahku, dia gangguin salah satu temennya sampe akhirnya si temennya itu stand up dan ngelawan. dan tau nggak mba? dia nangis dong ngadu ke ibunya katanya dijahatin. Langsung deh ibunya baper dan temennya itu dimarahin.
BalasHapus((aku yang ngeliat dari dapur sambil masak indomie langsung ngelus dada))
Masalah anak kecil kadang rumit ya.
HapusSeringnya yg dilihat orang, hasil akhirnya, si korban. Padahal kalo dirunut ulang, si korban inilah yg malah bikin gara2 duluan. Repotnya lagi kalo ortu merasa anaknya selalu benar. Gini ini yg jadi bibit kekerasan anak thd guru. Duh, semoga tak terjadi pada kita ya. Salam.
BalasHapusAamiin. Sebaiknya memang harus bisa intropeksi diri dan legawa.
Hapus