Tetap Asyik di Sekolah Negeri



Sekolah negeri


Memilih sekolah untuk anak-anak kadang membuat orang tua bimbang. Saya yakin setiap orang tua pasti ingin memberikan pendidikan terbaik. Salah satu cara dengan memilih sekolah favorit. Tapi di sisi lain, biaya sekolah menjadi kendala.



Note:


Tulisan ini tidak bermaksud membuat perbandingan sekolah negeri dan swasta, namun sharing pengalaman saja.

Sebagai contoh biaya sekolah swasta bisa berkali-kali lipat dari sekolah negeri. Sedangkan di sekolah negeri bisa saja meminta keringanan untuk membayar uang gedung dan SPP. Ini yang saya ketahui di daerah saya. Keringanan tersebut dikarenakan siswa tidak mampu. Masalah tidak mampu ini bisa berbeda kriteria dan saya tidak mau membahas disini.

Tapi bukan berarti di sekolah negeri tidak ada iuran. Ada, kok. Tiap kegiatan ada saja iurannya. Besar kecilnya tidak sama. Karena memang sekolah tidak menanggung biaya-biaya tersebut.

Sejujurnya memilih sekolah negeri tidak melulu masalah biaya. Ada hal-hal lain yang membuat orang tua dan anak menjatuhkan pilihan mereka untuk sekolah negeri. Contohnya saja ketika si sulung lulus sekolah dasar dan melanjutkan ke sekolah negeri. Si anak ingin merasakan seperti apa sekolah negeri.

Kalau dulu si sulung sekolah swasta (baca: sekolah agama) kemudian sekolah negeri memang ada beberapa perbedaan. Masalah perbedaan ini memaksa anak agar mampu beradaptasi di segala sisi.

Yang perlu diperhatikan ketika memilih sekolah negeri:


  1. Teman yang beragam
  2. Belajar toleransi
  3. Orang tua harus pro aktif


Anak saya termasuk mudah bergaul meski anaknya tidak ramai. Teman-temannya sering bermain ke rumah kalau ada tugas. Selebihnya tidak. Ya karena anak saya termasuk tipe anak rumahan. Merasa lebih nyaman saja di rumah daripada bermain di luar tanpa alasan yang jelas.

Kalau kata si anak sih, mau sekolah dimana saja tidak masalah. Semua itu tergantung anaknya. Kalau dia gampang bergaul bakal mudah menyesuaikan diri. Bakal mudah memiliki teman. Juga mudah menyelesaikan masalahnya. Termasuk jika sekolah memiliki peraturan tanpa sosialisasi terlebih dahulu.

Kalau memilih sekolah negeri, si anak mesti siap mental juga. Karena temannya tidak sama seperti sekolah agama. Teman-temannya dari berbagai latar belakang. Yang dari keluarga tak mampu juga banyak.

Pasti ada hal-hal yang bertabrakan. Misalnya kalau sekolah agama, diajarkan sholat tepat waktu. Namun di sekolah negeri, tidak bisa. Jam sekolah sudah pasti, jadwal sholat yang menyesuaikan. Tidak bisa begitu mendengar suara adzan langsung bergegas menuju musholla.

Bukan berarti sholatnya ditunda, namun ketika sudah selesai jadwal pelajaran segera menunaikan kewajiban. Masalah seperti ini memang harus diperhatikan. Belajar beradaptasi bukan hanya dengan teman-teman sekolah namun juga dengan waktu.

Sekolah negeri


Dengan memilih sekolah negeri artinya si anak belajar toleransi dengan teman yang berbeda keyakinan. Sejauh ini semuanya baik-baik saja. Jadi semacam pengalaman juga. Bahwa dia mesti bisa berteman dengan siapa saja.

Ada pengalaman berkesan ketika anak saya kelas 1 SMP. Waktu itu dia ikut ke kampung Inggris di Pare. Daerah ini terkenal buat belajar bahasa Inggris. Karena saya agak khawatir bakal ditinggal selama 2 minggu, saya dan seorang ibu mendekati guru pengampu bahasa Inggris. Saya bertanya macam-macam tentang situasi disana. Saya juga berencana untuk mengunjungi anak selama di Pare.

Eh, bukannya kami diajak ngomong baik-baik dengan gurunya. Sebaliknya, kami dianggap memanjakan anak. Karena anak SMP itu sudah dewasa, orang tua tidak perlu khawatir.

Padahal intinya saya pengen tahu alamat tempatnya menginap di Pare! Dengan penuh kesabaran dan perjuangan akhirnya saya dan teman berhasil mendapatkan info kegiatannya di Pare. Jadi, memang guru itu menganggap anak-anak dari sekolah swasta terlalu dimanja. Sebentar-sebentar bertanya kabar adalah hal yang tak penting. Bisa membuat anak tak mandiri.

Agak kaget juga ketika mendengarnya. Tapi ya sudahlah, apa yang saya pikirkan dan yang dipikirkan guru jelas berbeda. Saya sih lebih suka mendengar kabar apapun dari anak. Tidak masalah jika guru tersebut menganggap saya memanjakan anak. Kenyataannya anak saya baik-baik disana.

Di sekolah negeri saya merasa blank terhadap info sekolah. Seringkali ada info yang mendadak. Atau si anak yang lupa tidak mengabarkan info kepada saya. Hal-hal seperti ini membuat orang tua menjadi bingung.  Contohnya ketika si anak pulang hingga lepas maghrib. Nah, pulang sekolah kok lama banget. Saya sampai datang ke sekolah.

Setelah ikut barisan ibu-ibu yang menunggu anak di depan pagar sekolah, saya baru tahu bahwa hari itu ada penilaian adiwiyata. Giliran sekolah anak saya terakhir. Sementara si anak lupa tidak mengabarkan jadwal kepulangannya yang sangat terlambat.

Ada baiknya kalau orang tua berteman dengan wali kelas. Meskipun kalau bertanya kabar tidak segera dijawab. Atau jawaban tidak memuaskan. Sabar saja. Tapi jangan pasrah.

Saya mendapat info macam-macam setelah menghadiri rapat paguyuban wali murid. Bahkan saya jadi mengerti pergaulan anak-anak karena kekhawatiran ibu-ibu ini. Dan apa jawaban guru dan kepala sekolah?

“Nggak apa-apa, bu. Anaknya sudah besar.”

Jawaban tersebut tentu melegakan hati orang tua. Namun tidak menyelesaikan masalah apapun. Karena berani memilih sekolah negeri berarti berani mandiri. Tidak semua masalah bisa dikomunikasikan dengan wali murid dan kepala sekolah. Yang penting sudah berusaha saja dan tetap menjalin komunikasi yang baik.

^_^



Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

3 Komentar untuk "Tetap Asyik di Sekolah Negeri"

  1. Hihi.. saya dulu dari TK-Kuliah,negeri semua mba.... mungkin pendekatan masing-masing sekolah berbeda.. jadi bagaimana baiknya kita sebagai orang tua menyesuaikan sesuai dengan tujuan yang diharapkan pada anaknya... kalau akhirnya anak memilih berbeda, minimal kita sudah memberikan bekal yang menurut kita terbaik...

    BalasHapus
  2. Sekolah yang penting dapat pelajaran dan norma yang bagus, untuk nantinya bekal ke depan. Kunjungi blog ku ya..

    BalasHapus
  3. Saya dari SD sampai kuliah di negeri terus mbak. Pengalaman saya, kalau saya bandingin dengan cerita temen yang sekolah di swasta, di sekolah negeri kalau siswanya mau pintar ya silahkan belajar sendiri atau ikut kelas tambahan. Positifnya proses yang seperti itu kita anggap pelatihan kemandirian siswa.

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel