Anak Berenang, Perlukan Orang Tua Menemani?

Kolam renang


Berenang menjadi kegiatan yang menyenangkan buat anak-anak. Selain baik untuk kesehatan juga untuk memaksimalkan masa kanak-kanak. Olah raga ini menjadi favorit anak-anak

Hanya anak bungsu yang ikut ekstra renang. Dua kakaknya selama di SD tidak. Waktu itu di sekolah belum ada ekstra renang. Mau ikut les renang, saya tak ada daya untuk mondar-mandir mengantar mereka.

Sebagai gantinya, saya dan suami sering mengajak anak-anak ke kolam renang.  Bukan belajar berenang seperti umumnya, namun lebih banyak berendam. Ya, berendam saja sampai puas. Sesekali belajar menggerakkan kaki. Kami juga tidak memiliki ilmu buat mengajar anak berenang. Kalaupun dua kakaknya bisa karena latihan sendiri.

Keadaan seperti ini mengingatkan saya pada anak-anak desa. Tanpa les renang maupun  ekstra renang mereka pasti bisa berenang di sungai yang dalam. Tanpa baju renang mereka terbiasa dengan air yang boleh dikata tak bersih juga. Hanya dengan melihat temannya atau orang dewasa, dengan kemauan keras, merekapun bisa menaklukkan sungai di desanya.

***

Si bungsu mulai kelas 1 SD ikut ekstra renang. Jadi ini tahun kedua saya menunggunya di kolam renang. Jenuh, bosan, dsb memang iya. Namun semua itu bisa disiasati dengan beberapa kegiatan ala ibu-ibu. Ngobrol dengan sesama wali murid, membawa buku bacaan, mainan sosmed. Eaa...

Beberapa wali murid melepaskan anaknya begitu sudah masuk kolam renang. Ketika si anak sudah nyemplung ke kolam dan ikut sesi belajar bersama guru dan teman-temannya, saat itu orang tua bisa meninggalkannya dengan damai.

Pernah juga saya meninggalkan anak di kolam. Ketika si anak sudah asyik bersama teman-temannya, dia sudah lupa mau ditunggu atau tidak. Sebenarnya anak saya tidak terlalu menuntut untuk ditunggu juga. Namun saya memiliki alasan mengapa sampai detik ini saya masih setia menunggu di kolam renang.

Pernah melihat anak-anak yang terjatuh di kolam renang? Saya sering. Herannya, kejadian seperti ini seperti sudah sangat biasa. Pihak kolam renang biasa saja. Pagi, halaman kolam dibersihkan (disapu). Bukan kolam airnya. Kalau kolamnya paling seminggu dua atau tiga kali. Sementara ada titik-titik yang banyak genangan air. Namanya juga kolam renang air bisa meluber atau muncrat kemana-mana.

Akibat genangan air ini, lantai jadi licin. Atau lantai tumbuh lumut. Sedangkan anak-anak lari-lari atau jalan begitu saja. Tidak sadar kalau lantai yang diinjak licin. Kemudian, bruk.... satu anak jatuh.

Kejadian paling sering saya lihat adalah terpeleset. Kemudian terbentur dinding kolam. Kejadian-kejadian seperti itu meski sudah ada gurunya tapi bukan berarti semua menjadi tanggung jawab si guru. Iya kalau gurunya masih di lokasi. Kalau sudah pulang? Atau katakanlah sedang di ruang ganti. Kemudian si anak menangis sambil mengeluh kesakitan.

Kebiasaan anak saya kalau sudah selesai ekstra, tidak mau langsung pulang. Masih asyik dengan teman-temannya. Masih ingin berendam. Masih ingin bercanda dan bermain. Hampir semua anak seperti ini. Mereka sangat menikmati berada di kolam dan berganti-ganti kolam.

Mumpung masih anak-anak saya biarkan saja dia menikmati waktu berenang dan bermain. Pernah saya ajak untuk segera pulang, eh ternyata dia tidak senang. Sepanjang jalan pulang, hanya diam dengan wajah sedihnya.

Asal tidak lebih dari satu jam, saya masih sanggup menemaninya. Anggap saja saya sedang plesir. Keluar rumah dianggap saja plesir. Ada pergantian suasana. Begitu lebih menyenangkan.

Nah, beberapa waktu lalu, anak saya seperti biasa bermain bersama teman-temannya. Tiba-tiba dia menghampiri saya dengan wajah sedih dan takut, “Ibu, aku jatuh, hihi...”

Saya melihat wajahnya. Cemas. Dagu si anak berdarah. Meski tidak banyak saya kok merasa ngilu juga. Mau mengobati dengan apa. Pikiran sedikit kacau. Yang terlintas di benak, saya harus segera pulang.

Padahal kalau mau sedikit lebih tenang, di kolam renang dilengkapi dengan fasilitas P3K. Hanya saja, pikiran saya tidak sempat menjangkaunya. Pulang dan pulang. Cuma itu yang memanggil.

Si anak masih dengan baju renangnya, belum mandi. Ah, lupakan dulu, saya segera memberinya baju dan wusss... Motor melaju membelah jalanan menuju ke rumah.

Begitu tiba di rumah, saya langsung lapor kepada suami. Coba apa katanya. “Harusnya segera diobati bukannya langsung pulang!”

Ya, sudahlah. Semuanya sudah terjadi, maka di rumah segera diobati dan istirahat.

Sebagai kesimpulan, ada beberapa poin yang membuat saya masih menunggu anak di kolam renang.

  1. Belum bisa mandiri
  2. Kekhawatiran orang tua terhadap kejadian buruk
  3. Pengawasan dari guru/pelatih kurang

Saya berharap seiring dengan berjalannya waktu anak semakin mandiri dan bisa menjaga diri. Tak apalah kalau saat ini saya mainnya ke kolam renang. Kalau anak senang, ibu juga harus senang, ya!

^_^



Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

13 Komentar untuk "Anak Berenang, Perlukan Orang Tua Menemani?"

  1. Klo anakku yang kecil, iya mba..tak temenin. Tapi klo yang kelas 5..nggak. sudah sendiri..asal ada yang gede yang ngawasi (guru, saudara, atau ayahnya. )

    Aku nggak bisa renang soalnya. Jd berani juga cuma ciblon..bareng yang kecil😀

    BalasHapus
  2. Sangat perlu mbak apalagi kolam dewasa dan anak2 hanya di pisahkan oleh pelampung

    BalasHapus
  3. kalau bukan acara sekolah selalu memang dulu pas kecil aku ditungguin alm ibu, tapi kalau acara sekolah ya wis diserahkan ke guru. gurunya 1 muridnya banyak emang ga kekontrol mba. jadi inget pas SMA kelas 1 aku sama teman udah kayak anak2 malah lari2 alhasil temenku jatuh kepeleset giginya patah kena tembok kolam :/ ngeri banget duh..

    BalasHapus
  4. Kalau saya tetep ditemanin mba, maklum saya emak lebay 😂

    Tapi sama, anak juga ga ikutan les renang karena ga ada daya antar jemputnya.
    Jadi disiasati ajak renang minimal sebulan sekali 😊

    BalasHapus
  5. Saya juga termasuk emak yang sabar nungguin anak-anak kala mereka di kolam renang. Rasanya nggak tenang mau ninggalin. pernah suatu kali karena banyak pengunjung, tempat duduk di sekitar kolam penuh. Saya pun menunggu di tempat yang agak jauh. Nggak tenang duduk, sebentar-sebentar beranjak dan berjalan ke arah kolam. Memastikan anak-anak baik-baik saja

    BalasHapus
  6. Aduh kalau umur segitu kayanya masih belum berani dilepas ya mba.. serem lho mbaa,, apalagi denger cerita yang maaaf yaa kolam renangnya bagian keramik bawahnya lumayan sedikit rusak yang membuat anak-anak terluka kakinya. Kadang kita memang perlu banyak2 mengawasi anak yang sedang berenang. Malah kalau bisa kitanya ikut renang juga ya mbaa, agar anak bener2 bisa diawasi.. thanks sharingnya ya mbaa

    BalasHapus
  7. Kalo mentornya megang 3 anak saya kira ndak usah di dampingi. Tapi kalo lebih wajib ada pendampingan

    BalasHapus
  8. saya sendiri mesti menemani anak saat berenang takutnya terjadi apa-apa karena bungsu saya masih TK. Tapi saya menemani dari pinggir kolam aja, jarang ikutan nyebur hehehe

    BalasHapus
  9. Bener mbak, kekhawatiran adalah penyebab anak selalu di temani saat berenang. Kecuali dia udah mahir betul. Baru aku agak lega. Tapi tetep sih, wanti-wanti ini itu ��

    BalasHapus
  10. Penting si nemenin, saya aja kalo ponakan berenang di suruh jagain
    namanya masih belum bisa mandiri
    ap lg kan kolam Umum rame gitu takut ada apa2

    BalasHapus
  11. Selalu nemenin Mbak...no matter waht hehehe, soalnya sering ngelihat anak jatuh, asal taruh ini itu, kelamaan di dalam air sampai biruuu..hadeh, kemana emaknya itu :(

    BalasHapus
  12. Iya bener bun. Kalau masih kecil mendingan ditemani ya. Sebagai salah satu cara kita membantu gurunya juga mengawasi dan mendampingi anak-anak

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel