Bukit Teletubbies, Bumiaji, Batu
Jumat, 23 Maret 2018
16 Komentar
Suatu
pagi saya grup wali murid mendapat kiriman foto anak-anak yang sedang outbond
di Bumiaji, Malang. Outbond ini semacam selingan. Saya mengamati satu per satu
wajah anak-anak. Kemudian scroll up and down mencari wajah anak saya.
Ketemu!
Senang? Iya, meski dari kiriman foto saja. Tapi lokasi outbond mereka kok
menarik ya. Gulungan awan putih seperti kapas seperti lukisan saja. Jangan-jangan
anak-anak memakai aplikasi sehingga view disana tampak “wow”. Langit pas banget
birunya, hamparan rumput yang mulai tumbuh, menghijau, juga deretan bukit yang
aduhai.
Lokasinya
dimana? Ah, saya hanya bisa membatin. Bertanya dalam hati. Lha si sulung yang
sekolah kok saya ribut tempat outbond dimana. Toh, wali murid lainnya tidak ada
yang menanyakan lokasi. Paling cuma bilang Bumiaji. Ya, Bumiaji kan luas.
Rasa
penasaran itu kemudian terwajab ketika saya, suami dan dua adiknya mengunjungi
si sulung. Pagi setelah sholat shubuh, dia mengajak ke lokasi outbond. Langsung
saja kami jawab, iya. Berangkat!
Pagi
memang waktu yang tepat untuk menjelajah alam. Jalanan masih sepi. Tidak ada gangguan
sama sekali di jalan. Bisa dibayangkan perjalanan seperti ini sangat
menyenangkan.
Lokasi:
Sebagai
patokan untuk berkunjung ke bukit teletubis, kami lewat jalan menuju Selecta,
tapi lurus saja hingga Kaliwatu Rafting. Nah, di pinggir jalan ada baliho yang
cukup besar. Kita masuk saja ke desa Bumiaji RT ¾ RW 08. Melewati jalan
berkelok-kelok. Ah, kalau tidak ada si sulung yang menjadi guide pastinya kami
bakal kesulitan. Kecuali kalau mau mengandalkan GPS (Gunakan Penduduk Setempat).
Note:
Jalan
disini tidak luas. Harus waspada ketika kendaraan yang kita tumpangi berpapasan
dengan kendaraan lain. Salah satu mesti mengalah dengan menepi.
Kemudian
tiba di jalan yang disampingnya ada jembatan kecil. Agak ragu ketika melihat
jalan yang makin menyempit ini. “Mobil bisa masuk?” tanya suami kepada si
sulung.
“Ya
bisa. Disini sering dipakai untuk kemah. Pick up juga masuk,” jawab si sulung.
Owww...
akhirnya tiba di lokasi. Masih bingung dengan tempat berhenti. Kebablasan sedikit,
tapi tak apa. Kemudian mencari tempat parkir.
Jadi
buat yang membawa kendaraan, sebaiknya pelan-pelan saja. Disini tidak ada pintu
masuk. Kalau jalan kaki sih gampang saja, masuk lewat manapun. Asal tidak menerabas
semak belukar. Tapi kalau membawa kendaraan mungkin akan dipusingkan dengan
tempat parkir.
Kami
bisa masuk ke bukitnya. Kendaraan diparkir disana. Aman kok. Ada beberapa
kendaraan juga. Paling ya ditinggal pemiliknya, yang entah mau foto-foto atau
sekedar menikmati pemandangan.
Bukit
teletubis ini berbatasan dengan perkampungan warga. Hanya dipisahkan jalan desa
yang sempit. Rumah-rumah warga menjulang dan rapat disana. Geliat warga dengan
aktivitas sehari-hari yang lalu lalang di jalan.
Jadi
sebenarnya ini bukan lokasi wisata atau semacam itulah. Saya lebih suka
menyebutnya sebagai tempat ngadem. Selama masih gratis, lokasi ini milik
publik. Siapapun bisa main-main disini tanpa dipusingkan dengan jam buka.
Ketika
kami tiba, ada beberapa remaja yang sudah ada di lokasi. Ada satu keluarga juga
yang menyempatkan jalan kesini. sekedar foto bersama teman-temannya. Kadang bercanda
dan bermain.
Secara
lokasi, saya suka tempat ini. saya bisa mengajak anak-anak untuk dekat dengan
alam. Jadi traveling itu tidak melulu harus mengeluarkan sejumlah uang untuk
mencapainya. Kalau transportasi, anggap saja uang bensin tidaklah besar. Lagipula saya mampir kesini karena
sekalian mengunjungi anak.
Beberapa
remaja yang mengetahui lokasi ini biasanya akan saling mengabarkan kepada
teman-temannya. Kemudian mengajak main lagi. Tak lupa untuk mengambil gambar
disini.
Mengapa
disebut bukit teletubis?
Pertama
kali yang terbersit dalam pikiran saya adalah film anak teletubis yang pernah
hits bertahun-tahun lalu. Lalu apa yang menarik dengan nama teletubis sehingga
dipakai sebagai nama bukit ini.
Anggap
saja bukit ini mirip dengan background teletubis. Gunung Arjuno dan gunung Pananjakan
menjadi banckround yang bukit teletubis. Disana gunung, disini gunung. Saya berada
di padang rumputnya saja.
Pagi
itu udara masih sejuk (saya sih merasa dingin, bukan sejuk lagi). Beruntung saya
membawa baju hangat. Namun buat yang tidak terbiasa dengan udara seperti ini,
rasa dingin masih menusuk tulang.
Saya
memutuskan untuk berjalan-jalan saja. Mondar-mandir di antara rerumputan yang
basah. Kemudian bermain rumput dengan si bungsu. Dengan bergerak seperti ini
tubuh saya mulai terasa hangat.
Matahari
mulai menunjukkan kehangatannya. Anak-anak yang mengeluh tak membawa jaket sudah
lupa. Mereka bermain diantara rumput. Sementara suami sibuk memotret kami.
Berhubung
tidak peka terhadap lokasi, saya tidak membawa perbekalan apapun. Andai membawa
tikar dan bekal sepotong roti atau pisang rebus.. lalu piknik disini. Berndai-andai
dulu.
Mungkin
lebih baik membawa tikar, jadi kalau kita capek bisa duduk sambil memandang
megahnya gunung, bukit, langit dan segala hal yang menyertainya. Karena rumput-rumput
disini basah, baru sebentar saja kaki sudah ikut basah. Belum lagi kalau ada
tanah yang basah. Masih masuk musin hujan, jadi suasananya seperti ini.
Note:
Bawalah
sampah kalian, jika mampir disini!
Masalah
sampah ini semoga tidak dianggap sepele. Ada beberapa botol minuman dan snack
yang dibuang sembarangan disini. Memang tidak
ada tempat sampah. Tidak juga tempat pembuangan sampah. entah kalau di perkampungan.
Namun
masalah sampah ini janganlah kita menjadi penyumbangnya. Ada alternatif yang
bisa kita lakukan jika tak ada tempat sampah. Semua sampah yang kita bawa bisa
dibawa pulang saja. Atau nanti kalau dalam perjalanan ketemu tong sampah, bisa dimasukkan.
Cukuplah
jejak-jejak kaki kita disini. Juga kenangan kita di antara foto-foto. Jangan menambah
beban bumi dengan sampah-sampah kita. Jangan!
Pagi
yang cerah. Menyisakan tetes-tetes embun di rerumputan. Juga rok, celana, sandal,
sepatu dan kaki. Potongan rumput yang kering seperti duri mulai menusuk rok dan
terasa gatal. Seperti duri, kecil tapi tajam. Beberapa sudah saya ambil. Sementara
anak-anak mengeluh gatal, tapi tak terlalu dihiraukan. Asyik bermain jadi lupa
dengan kaki yang mulai ditempeli rumput-rumput liar.
Traveling
seperti inipun kami sudah senang. Segar dan sejuk bukan saja oleh pandangan
mata, namun juga di hati. Tak ingin lebih lama, kamipun memutuskan untuk
pulang. Sambil berharap nanti bisa pulang ke rumah sebelum siang.
Happy
traveling!
^_^
Woooh ada juga ya. Waktu ke Bromo ada bukit teletubies juga. Sebenarnya kalau cuma 4 hari piknik seputar batu malang itu kurang banget ya? Banyak yg bagus2 obyek alamnya.
BalasHapusKayaknya banyak deh bukit teletubis.
HapusBetul sekali, bila ke situ enaknya membawa tikar ya, sekalian laptop, sambil nyeruput kopi, lalu ngeblog, hehe...
BalasHapusBawa tikar buat piknik tipis-tipis.
HapusWah keren bu, lao ke malang biasanya ke selecta dan turen.. Kali ini ada wisata outbondnya, seru untuk melihat alam atau sering dinamakan tadabur alam..
BalasHapusIya, mas.
Hapuskalau liat bukit-bukit dan rerumputan gitu langsung ngerasa adem ya. ngebayangin piknik disana pasti seru banget.
BalasHapusYang hijau-hijau bikin adem ya.
HapusSalfok dengan view belakangnya bunda, gunung yang siap disapa dengan manis :)
BalasHapusHaha... gunung-gunungnya bikin baper, pengen kesana lagi...
HapusPertama lihat fotonya... wah, Arjuno! View dari mana nih, kok bagus bangeet! Eh ternyata Kaliwatu, nggak susah juga sih aksesnya. Saya baru tahu lho kalau ada spot foto cakep begini. Sepertinya bagus dikunjungi ketika pagi, ya? Boleh nih kalau mau hunting foto di daerah sini.
BalasHapusYuk, mba pepotoan, gampang kok nyari lokasinya.
HapusAku malah belum pernah kesiniiii. Jadi penasaraaan
BalasHapusMain aja, mba.
HapusApa disana nggak ada semacam rumah teletubbies nya mbak?
BalasHapusNggak ada mba.
Hapus